Mantan Kapolri Ini Berani Tolak Gagasan Jenderal TNI LB Moerdani

Rabu, 09 Maret 2022 - 15:06 WIB
loading...
Mantan Kapolri Ini Berani Tolak Gagasan Jenderal TNI LB Moerdani
Mantan Kapolri Jenderal Pol (Purn) Anton Soedjarwo. Foto: Buku 40 Tahun ABRI, Mabes ABRI-Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI
A A A
JAKARTA - Mantan Kapolri Jenderal Pol (Purn) Anton Soedjarwo berani menolak gagasan atau ide Jenderal TNI (Purn) LB Moerdani. Saat itu, LB Moerdani yang menjabat Panglima ABRI menghendaki kesatuan Brigade Mobil (Brimob) atau Mobile Brigade (Mobbrig) menjadi bagian TNI AD karena kualifikasinya sama dengan prajurit infanteri.

Penolakan ide LB Moerdani oleh Anton Soedjarwo yang memimpin korps Bhayangkara pada tahun 1985 itu tertuang dalam buku Resimen Pelopor (Edisi Revisi), Pasukan Elite Yang Terlupakan, penulis Anton Agus Setyawan dan Andi M Darlis, Januari 2013.
Baca juga: Kisah Jenderal Polisi Bawa Seribuan Pasukan Kepung Markas Ormas di Tanah Abang

Akibat penolakan tersebut, LB Moerdani merasa segan dengan karisma Anton. Bahkan, Panglima ABRI tidak ingin berlarut-larut memaksakan ide ini karena menghormati Anton yang sama-sama pernah menjadi Tentara Pelajar dan mempunyai Bintang Gerilya.

Sebelum menjabat Kapolri, Anton Soedjarwo menjabat Komandan Korps Brigade Mobil pada tahun 1974. Dia sangat disegani tidak hanya terbatas di kalangan Polri dan Brimob saja melainkan juga di institusi TNI.

Anton dijuluki komandan legendaris lantaran memiliki pengalaman tempur langsung di lapangan meski pengalaman tersebut diperoleh ketika menjadi pejuang di masa revolusi.

Anton merupakan perwira jebolan Sekolah Ranger Amerika Serikat tahun 1960. Dia pernah memimpin pasukan Pelopor yang tergabung dalam RTP I tahun 1962 dalam Operasi Trikora.

Ketika menjabat Komandan Resimen dengan pangkat Komisaris Besar (Kolonel), Anton mengintrodusir pendidikan Bala (Rimba Laut). Bala merupakan pendidikan khusus untuk mendapatkan kualifikasi tempur di laut, udara, dan darat. Pendidikan yang dimulai tahun 1964 ini diberikan dengan materi terjun HAHO (High Altitude High Openned), pendaratan amfibi, dan pertempuran hutan tingkat lanjut di Pulau Bawean.

Pada masa kepemimpinan Anton, Resimen Pelopor juga mempunyai BTC (Battle Training Centre) di beberapa Sekolah Polisi.

Menurut penulis Anton Agus Setyawan dan Andi M Darlis dalam buku Resimen Pelopor, keberadaan Resimen Pelopor dirancang untuk memiliki kualifikasi lebih tinggi dari Brimob. Pasukan khusus ini bertujuan mengatasi konflik bersenjata di daerah kemudian menangani keamanan dalam negeri.
Baca juga: 3 Jenderal Polisi Pernah Kolaborasi dengan Anies, Nomor 1 Mantan Kapolri

Pada masa itu, terdapat beberapa perwira Polri dari Brimob atau Mobbrig yang mendapatkan kursus infanteri lanjut di Fort Lavenworth dan Fort Bragg di Amerika Serikat, salah satunya Anton Soedjarwo yang saat itu berpangkat Inspektur.

Mereka terpilih mengikuti pendidikan infanteri karena Presiden Soekarno sengaja tidak mengirim “para pesaingnya” dari perwira Angkatan Darat. Perwira Polri yang mendapat pendidikan di AS adalah Tentara Pelajar sehingga Soekarno mempunyai argument kuat untuk mengirim mereka.

Sebelum menjabat Kapolri, Anton Soedjarwo pernah menduduki jabatan strategis antara lain Ajudan Kapolri Sukanto Tjokrodiatmodjo (1956); Komandan Kores 102, Kodak 10 di Malang (1972-1974); Komandan Komando Daerah Kepolisian (Kodak) 11 Kalimantan Barat (1974); Komandan Kodak 2 Sumatera Utara (1978); Brigjen Pol kemudian Mayjen Pol Kodak 7 Jakarta Raya (1978-1982).

Anton Soedjarwo wafat di Jakarta pada 18 April 1988 dalam usia 57 tahun dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Nasional Utama (TMPNU) Kalibata, Jakarta Selatan. Putranya yakni Rudi Soedjarwo merupakan sutradara film.
(jon)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1609 seconds (0.1#10.140)