Kisah Cucu Umur 3 Tahun Temani Jasad Neneknya, Begini Kata Sosiolog

Sabtu, 02 Oktober 2021 - 06:04 WIB
loading...
Kisah Cucu Umur 3 Tahun Temani Jasad Neneknya, Begini Kata Sosiolog
Jason (3) bocah di Kelapa Gading yang tinggal bersama dengan jasad neneknya di dalam rumah dijemput perwakilan keluarga di Puskesmas Kelapa, Jakarta Utara.Foto/SINDOnews/Yohannes Tobing
A A A
JAKARTA - Kisah seorang cucu laki-laki berusia 3 tahun yang menemani jasad seorang neneknya Olly Jehosuna Tampi (64) selama empat hari di sebuah rumah menyedot perhatian. Peristiwa itu terjadi di kawasan Jalan Gambir Anom 2, RT 06 RW 06, Kelurahan Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, Jakarta Utara .

Menanggapi hal itu, Sosiolog dari Universitas Padjajaran (Unpad) Ganjar Kurnia melihat adanya gejala pergeseran sifat yang mengarah lebih ke individualistik dalam masyarakat Indonesia. Dia menilai tingkat keguyuban itu semakin lama tererosi.

Bahkan, tak sedikit juga terjadi pada sistem kekerabatan pada suatu keluarga. “Dari extended family ke nucleus family, itu prinsip dasarnya, jadi dari keluarga yang tadinya guyub satu sama lain, tadinya baik satu sama lain, kemudian semakin lama semakin individual,” ujar Ganjar ketika dihubungi MNC Portal, Jumat (1/10/2021).

“Dulu misalkan kalau nikah aja harus rapat keluarga dahulu, minta persetujuan kakek, nenek, paman dan yang lain. Sekarang kan hanya keluarga kecil aja,” tambahnya.



Sehingga, sifat serupa juga dapat terjadi dalam kekerabatan sesama tetangga atau lingkup tempat tinggal. Bahkan jasad Olly Jehosuna Tampi tersebut tidak diketahui berhari-hari. Warga sekitar baru mengetahui dari bau busuk yang menyengat dari rumah tersebut.

“Sekarang tergambar juga dengan kasus seperti ini, kemudian dengan tetangga sudah tidak saling mengenal, antar satu rumah dengan yang lain misalnya dibatasi dengan pagar yang tinggi. Itu gejala,” jelasnya.

Pada kehidupan sehari-hari tingkat keguyuban perlu tetap dijaga atau perlu diantisipasi jika ditemukan adanya kerenggangan. “Tentu mengarah ke dampak negatif, namun bisa diantisipasi. Misalnya membuat kelembagaan pada tingkat RT atau RW, atau arisan, atau misalnya juga sekarang ada juga berbasis keagamaan,” katanya.

Jadi, kata dia, ketika hubungan dalam sebuah keluarga itu renggang satu sama lain, sebenarnya bisa dibentuk atau diantisipasi dengan cara yang lain. Dia bahkan dapat menyebutkan beberapa contoh yang bisa ditiru.

Misalnya, di negara lain seperti Perancis yang terkenal mekanistis. Warga Perancis tetap menyapa satu sama lain walaupun tidak saling mengenal. “Kalau kita yang jauh mana pernah melakukan itu semua. Kita mengatakan mereka itu mekanistis tapi itu (kenyataannya) begitu (saling tegur sapa), jadi kalau anda jalan-jalan ke Perancis orang akan mengatakan bon jour,” pungkasnya.
(rca)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1516 seconds (0.1#10.140)