Anies Baca Buku Perintis Kemerdekaan usai Pidato Kenegaraan Presiden dalam Sidang Tahunan MPR
loading...
A
A
A
JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membagikan momen kegiatan dirinya saat menunggu dimulainya Sidang Tahunan DPR setelah mendengarkan Pidato Kenegaraan Presiden Joko Widodo dalam Sidang Tahunan MPR di gedung MPR/DPR, Senin (16/8/2021).
"Pagi tadi di jeda antara dua sidang: setelah mendengarkan Pidato Kenegaraan Presiden di Sidang Tahunan MPR, dan menunggu dimulainya Sidang Tahunan DPR, menyusuri kembali deretan buku-buku pemikiran para perintis kemerdekaan yang ada di perpustakan rumah," ujar Anies membuka ceritanya di akun media sosialnya.
Para Perintis Kemerdekaan, lanjut Anies, adalah intelektual pejuang. Mereka bekerja dengan memiliki pemikiran yang matang. Semua punya gagasan. Artikulasi dalam lisan dan tulisan mencerminkan bobot keterbukaan dan keluasan pandangan.
"Menariknya, mereka berlatarbelakang keluarga papan atas di masa kolonial, sehingga dapat kesempatan sekolah, tapi mereka memilih untuk mendirikan sebuah republik yang bukan hanya untuk kaum papan atas. Mendirikan republik yang memberikan kesempatan setara pada siapa saja," tandasnya.
Anies mengaku menyukai buku karya Jenderal Besar AH Nasution, berkisah tentang perjuangan fisik sesudah proklamasi. Karena memang, merebut kemerdekaan adalah perjuangan intelektual, perjuangan politik. Sesudah merdeka, barulah mulai ada peperangan untuk mempertahankan kemerdekaan.
"Menyelami kembali buku-buku ini terasa benar bahwa mereka adalah politisi berkapasitas intelektual tinggi. Pikiran-pikirannya mewarnai kebijakan. Wajar jika mereka terbiasa dengan debat dan bahkan kritik. Pertukaran pikiran adalah bagian dari ikhtiar bersama untuk kemajuan negara," terangnya.
Di dinding perpustakaan, terpampang lukisan Bung Karno dan Bung Hatta. Mereka berdualah yang berdiri di depan mikrofon memproklamasikan kemerdekaan. Tapi di balik mereka berdua ada ratusan, bahkan ribuan, orang Perintis Kemerdekaan yg berjuang lintas waktu hingga kita bisa merdeka.
Peristiwa Kebangkitan Nasional 1908 ke Sumpah Pemuda 1928 adalah 20 tahun lamanya. Dari tahun 1928 ke 1945 adalah 17 tahun lamanya. Bagi kita sekarang, rentang waktu perjuangan 20 tahun atau 17 tahun bisa diceritakan dalam waktu 10 menit saja. Tapi Ingatlah, bagi yg berjuang: masa 17 tahun itu amatlah panjang.
"Mari kita terus ingat dan camkan bahwa kemerdekaan itu bukan sekadar untuk menggulung kolonialisme, kemerdekaan itu adalah untuk menggelar keadilan sosial dan kesejahteraan. Ini tugas kita bersama untuk menuntaskannya. Dirgahayu Republik Indonesia!," tutup Anies.
"Pagi tadi di jeda antara dua sidang: setelah mendengarkan Pidato Kenegaraan Presiden di Sidang Tahunan MPR, dan menunggu dimulainya Sidang Tahunan DPR, menyusuri kembali deretan buku-buku pemikiran para perintis kemerdekaan yang ada di perpustakan rumah," ujar Anies membuka ceritanya di akun media sosialnya.
Para Perintis Kemerdekaan, lanjut Anies, adalah intelektual pejuang. Mereka bekerja dengan memiliki pemikiran yang matang. Semua punya gagasan. Artikulasi dalam lisan dan tulisan mencerminkan bobot keterbukaan dan keluasan pandangan.
"Menariknya, mereka berlatarbelakang keluarga papan atas di masa kolonial, sehingga dapat kesempatan sekolah, tapi mereka memilih untuk mendirikan sebuah republik yang bukan hanya untuk kaum papan atas. Mendirikan republik yang memberikan kesempatan setara pada siapa saja," tandasnya.
Anies mengaku menyukai buku karya Jenderal Besar AH Nasution, berkisah tentang perjuangan fisik sesudah proklamasi. Karena memang, merebut kemerdekaan adalah perjuangan intelektual, perjuangan politik. Sesudah merdeka, barulah mulai ada peperangan untuk mempertahankan kemerdekaan.
"Menyelami kembali buku-buku ini terasa benar bahwa mereka adalah politisi berkapasitas intelektual tinggi. Pikiran-pikirannya mewarnai kebijakan. Wajar jika mereka terbiasa dengan debat dan bahkan kritik. Pertukaran pikiran adalah bagian dari ikhtiar bersama untuk kemajuan negara," terangnya.
Di dinding perpustakaan, terpampang lukisan Bung Karno dan Bung Hatta. Mereka berdualah yang berdiri di depan mikrofon memproklamasikan kemerdekaan. Tapi di balik mereka berdua ada ratusan, bahkan ribuan, orang Perintis Kemerdekaan yg berjuang lintas waktu hingga kita bisa merdeka.
Peristiwa Kebangkitan Nasional 1908 ke Sumpah Pemuda 1928 adalah 20 tahun lamanya. Dari tahun 1928 ke 1945 adalah 17 tahun lamanya. Bagi kita sekarang, rentang waktu perjuangan 20 tahun atau 17 tahun bisa diceritakan dalam waktu 10 menit saja. Tapi Ingatlah, bagi yg berjuang: masa 17 tahun itu amatlah panjang.
"Mari kita terus ingat dan camkan bahwa kemerdekaan itu bukan sekadar untuk menggulung kolonialisme, kemerdekaan itu adalah untuk menggelar keadilan sosial dan kesejahteraan. Ini tugas kita bersama untuk menuntaskannya. Dirgahayu Republik Indonesia!," tutup Anies.
(thm)