Kasus Penipuan Rp20 Miliar, Korban: Dividen Dikelola Lagi dengan Janji Bunga Tinggi

Minggu, 27 Juni 2021 - 14:52 WIB
loading...
Kasus Penipuan Rp20 Miliar, Korban: Dividen Dikelola Lagi dengan Janji Bunga Tinggi
Terdakwa CEO Black Boulder Capital Timothy Tandiokusuma (kiri) didampingi kuasa hukumnya di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang. Foto: SINDOnews/Hasan Kurniawan
A A A
TANGERANG - Sidang kasus penipuan senilai Rp20 miliar dengan terdakwa CEO Black Boulder Capital Timothy Tandiokusuma kembali digelar di PN Tangerang , belum lama ini.

Kuasa hukum terdakwa Sumarso menyampaikan pembelaannya terkait replik yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum pada persidangan tanggal 16 Juni 2021. Dia menanggapi tudingan JPU yang menyebut pihaknya mencampuradukkan permasalahan pidana dengan perdata sesuai Peraturan Mahkamah Agung RI No 1 Tahun 1956.
Baca juga: Sidang Kasus Penipuan Rp20 Miliar, Pengacara Timothy Giring Hakim ke Ranah Perdata

Menurutnya, pendapat JPU itu adalah hal keliru karena adanya proses hukum pidana dalam waktu yang bersamaan ada proses perdata. “Ketentuan tersebut berkaitan adanya proses hukum pidana dalam waktu yang bersamaan ada proses perdata dan salah satu perkaranya agar dihentikan lebih dulu menunggu putusan perdata atau yang dikenal dengan perselisihan Pra Yudisial,” ujar Sumarso dalam surat pembelaannya .

Pihaknya mengakui bahwa apa yang didakwakan oleh JPU memang terbukti. Namun, perkara tersebut bukan merupakan perbuatan pidana. Karena itu, dia meminta hakim agar terdakwa dilepaskan dari dakwaan dan tuntutan hukum sebagaimana diatur dalam pasal 191 ayat (2) KUHP.

“Alasan yang mendasari apa yang didakwakan adalah perbuatan perdata, karena dalam persidangan telah terbukti fakta-fakta adanya perjanjian, adanya sebagian prestasi dan dalam perjanjian tidak dijelaskan secara jelas, investasi yang bagaimana kecuali saksi SF mendapatkan bunga atau bagi hasil atau dividen yang merupakan fakta-fakta perdata dan fakta tersebut bukan perbuatan pidana sebagaimana dalam dakwaan penuntut umum, melanggar pasal 372 KUHP jo UU No 8 Tahun 2010 tentang tindak pidana pencucian uang,” ungkap Sumarso.

Dia menjelaskan sesuai bukti-bukti yang diajukan JPU serta bukti yang juga diajukan oleh terdakwa, khususnya ada suatu perjanjian pemberian pendanaan atau perjanjian investasi atau perjanjian pengelolaan dana. Ketentuannya jika saksi SF memperoleh bagi hasil atau bunga atau dividen dan dalam persidangan saksi SF mendapatkan bunganya sehingga perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa tidak termasuk perbuatan pidana.

Menanggapi itu, SF justru menyebut kalau hal itu mengada-ada. Pasalnya, selama perjanjian pengelolaan dana hingga terdakwa berulah, dia mengaku belum menikmati hasil atau bunga atau dividen seperti yang disampaikan kuasa hukum terdakwa.
Baca juga: Kasus Penipuan Investasi Rp20 Miliar, Terdakwa Timothy: Saya Terdampak Pandemi

Dia mengakui memang ada pembayaran bunga yang dilakukan terdakwa, namun dirinya tidak sempat menikmatinya karena pelaku membujuknya agar bunga atau dividen itu dikembalikan kepada Timothy dengan janji bunga yang lebih besar.

“Kan dia (kuasa hukum terdakwa) sudah mengakui kalau yang didakwakan JPU sudah terbukti, berarti memang ada tindak pidananya kan. Tapi, kalau saya disebut menikmati hasil pengelolaan dana dari terdakwa, itu pembelaan membabi buta namanya. Kuasa hukumnya tidak mengerti esensi kasus ini. Memang saya mendapatkan bunga sesuai perjanjian, tapi saya tidak sempat menikmatinya karena Timothy terus membujuk agar bunga itu dikelola lagi oleh dia sampai akhirnya dana kelola milik saya semakin besar. Saya sendiri berani menyerahkan bunga itu untuk dikelola kembali karena ada jaminannya. Yang jadi masalah sekarang, jaminan saya ternyata tidak menjamin keamanan dana saya,” ungkap SF.

Karena itu, dia berharap hakim dapat memutuskan dengan bijak terkait perkara ini tanpa campur tangan pihak lain. Apalagi sampai menggiring perkara pidana ini ke ranah perdata. Karena, esensi perkara ini adalah tindak pidana penipuan di mana dia merasa ditipu setelah cek penjamin yang seharusnya melindungi dananya justru tidak bisa dicairkan.

“Kalau cek penjamin itu bisa dicairkan, tentu saya tidak akan melaporkan perkara ini ke ranah pidana. Jadi patut dicatat kalau ini bukan soal perjanjian kelola dana. Bukan masalah perdatanya. Itu beda hal,” tegas SF.
(jon)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1304 seconds (0.1#10.140)