Riwayat Makam Kebon Jahe Kober, Kuburan Tertua di Dunia yang juga Tempat Peristirahatan Soe Hoek Gie
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mau tahu kuburan atau pemakaman tertua di dunia? Begini ceritanya. Pada 1795 di lahan seluas 5,9 hektare dibukalah sebuah makam bernama Makam Kebon Jahe Kober. Makam yang berada di kawasan Tanah Abang itu jauh di luar tembok Kota Batavia. Adanya Kebon Jahe Kober menutup pemakaman-pemakaman di pinggiran kota pada tahun 1800.
Lokasinya cukup strategis dekat tepi Kali Krukut. Karenanya, jika ada penduduk Batavia yang meninggal, perahu-perahu dan sampan dimanfaatkan untuk membawa usungan jenazah.
Baca juga: Makam Kuno Belanda di Kebun Raya Bogor, Misteri Dua Nama dalam Satu Nisan
Dikutip dari encyclopedia.jakarta-tourism.go.id, Sabtu (26/6/2021), pada 1825 kereta jenazah mengangkut mayat-mayat dari rumah sakit ke Kebon Jahe Kober dua kali sehari. Di dalamnya terdapat makam tokoh-tokoh penting sejarah Indonesia dan mempunyai kesan turun naiknya kehidupan sebagian masyarakat Jakarta dari abad ke-19.
Banyak orang terkenal yang dikuburkan di Kebon Jahe Kober antara lain Mayjen J.H.R Kohler (komandan tentara Belanda yang ditembak mati di Aceh), Olivia Marrianne Raffles (istri Gubernur Jenderal Inggris Sir Thomas Stamford Raffles), Dr J.L.A. Brandes (ahli sejarah purbakala Hindu Jawa di Indonesia), Dr H.F. Roll (pencetus gagasan dan pendiri STOVIA, Sekolah Tinggi Dokter di Batavia), Soe Hoek Gie (aktivis mahasiswa di tahun 1960-an), serta Pieter Eberveld (orang yang dihukum dengan ditarik kuda dari empat arah berbeda).
Makam Soe Hoek Gie di Museum Taman Prasasti, Jakarta Pusat. Foto: apps.phinemo.com
Selain itu, pernah dimakamkan pula tokoh-tokoh gereja Katolik Batavia/Jakarta antara lain Mgr Carel Claessens, pastor N Drijarjara SJ, sejumlah pastor jesuit, suster-suster Ursulin, dan lainnya.
Sumber lain yang dihimpun menyatakan Makam Kebon Jahe Kober lebih tua dari Fort Cannin Park (1926) di Singapura, Gore Hill Cemetery (1868) di Sidney, La Chaise Cemetery (1803) di Paris, Mount Auburn Cemetery (1831) di Cambridge, dan Arlington National Cemetery (1864) di Washington DC.
Orang Belanda membangun makam tersebut lantaran angka kematian di Batavia saat itu melonjak drastis. Kondisi Batavia yang padat menyebabkan atmosfer kota tidak sehat. Akibatnya, banyak warga terserang penyakit malaria, diare, dan penyakit lain yang berujung kematian.
Baca juga: Pemakaman Jenazah Pasien COVID-19 di TPU Jombang Tangsel Naik 400%
Pada tahun 1975 Makam Kebon Jahe Kober ditutup oleh Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin lalu dibongkar. Jenazah-jenazah kemudian direlokasi. Sebagian ada yang dikembalikan ke keluarganya di Belanda, sebagian dipindahkan ke pemakaman Menteng Pulo dan beberapa dimakamkan di pemakaman umum lain seperti Tanah Kusir.
Kompleks pemakaman Kebon Jahe Kober berubah menjadi Museum Taman Prasasti. Peresmian museum itu dilakukan Ali Sadikin pada 9 Juli 1977. Di atas tanah seluas 4,7 hektare dari luas seluruhnya 5,9 hektare didirikan Kantor Wali Kota Jakarta Pusat.
Di Museum Taman Prasasti terdapat sekitar 1.200 prasasti makam yang telah ditata. Sementara, di aula gedung ada duplikat kereta jenazah dan dua peti jenazah asli sang proklamator, Soekarno dan M Hatta.
Lokasinya cukup strategis dekat tepi Kali Krukut. Karenanya, jika ada penduduk Batavia yang meninggal, perahu-perahu dan sampan dimanfaatkan untuk membawa usungan jenazah.
Baca juga: Makam Kuno Belanda di Kebun Raya Bogor, Misteri Dua Nama dalam Satu Nisan
Dikutip dari encyclopedia.jakarta-tourism.go.id, Sabtu (26/6/2021), pada 1825 kereta jenazah mengangkut mayat-mayat dari rumah sakit ke Kebon Jahe Kober dua kali sehari. Di dalamnya terdapat makam tokoh-tokoh penting sejarah Indonesia dan mempunyai kesan turun naiknya kehidupan sebagian masyarakat Jakarta dari abad ke-19.
Banyak orang terkenal yang dikuburkan di Kebon Jahe Kober antara lain Mayjen J.H.R Kohler (komandan tentara Belanda yang ditembak mati di Aceh), Olivia Marrianne Raffles (istri Gubernur Jenderal Inggris Sir Thomas Stamford Raffles), Dr J.L.A. Brandes (ahli sejarah purbakala Hindu Jawa di Indonesia), Dr H.F. Roll (pencetus gagasan dan pendiri STOVIA, Sekolah Tinggi Dokter di Batavia), Soe Hoek Gie (aktivis mahasiswa di tahun 1960-an), serta Pieter Eberveld (orang yang dihukum dengan ditarik kuda dari empat arah berbeda).
Makam Soe Hoek Gie di Museum Taman Prasasti, Jakarta Pusat. Foto: apps.phinemo.com
Selain itu, pernah dimakamkan pula tokoh-tokoh gereja Katolik Batavia/Jakarta antara lain Mgr Carel Claessens, pastor N Drijarjara SJ, sejumlah pastor jesuit, suster-suster Ursulin, dan lainnya.
Sumber lain yang dihimpun menyatakan Makam Kebon Jahe Kober lebih tua dari Fort Cannin Park (1926) di Singapura, Gore Hill Cemetery (1868) di Sidney, La Chaise Cemetery (1803) di Paris, Mount Auburn Cemetery (1831) di Cambridge, dan Arlington National Cemetery (1864) di Washington DC.
Orang Belanda membangun makam tersebut lantaran angka kematian di Batavia saat itu melonjak drastis. Kondisi Batavia yang padat menyebabkan atmosfer kota tidak sehat. Akibatnya, banyak warga terserang penyakit malaria, diare, dan penyakit lain yang berujung kematian.
Baca juga: Pemakaman Jenazah Pasien COVID-19 di TPU Jombang Tangsel Naik 400%
Pada tahun 1975 Makam Kebon Jahe Kober ditutup oleh Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin lalu dibongkar. Jenazah-jenazah kemudian direlokasi. Sebagian ada yang dikembalikan ke keluarganya di Belanda, sebagian dipindahkan ke pemakaman Menteng Pulo dan beberapa dimakamkan di pemakaman umum lain seperti Tanah Kusir.
Kompleks pemakaman Kebon Jahe Kober berubah menjadi Museum Taman Prasasti. Peresmian museum itu dilakukan Ali Sadikin pada 9 Juli 1977. Di atas tanah seluas 4,7 hektare dari luas seluruhnya 5,9 hektare didirikan Kantor Wali Kota Jakarta Pusat.
Di Museum Taman Prasasti terdapat sekitar 1.200 prasasti makam yang telah ditata. Sementara, di aula gedung ada duplikat kereta jenazah dan dua peti jenazah asli sang proklamator, Soekarno dan M Hatta.
(jon)