Makam Keramat Tajug dan Kisah Putra Sultan Ageng Tirtayasa Mengislamkan Tangerang
loading...
A
A
A
"TB Atif yang membawa agama Islam dari Banten ke Cilenggang. Jadi menurut cerita-cerita orang tua dulu, Cilenggang itu basisnya orang Hindu. Jadi setelah beliau datang ke sini, alhamdulillah jadi banyak yang memeluk agama Islam," ujar Haris.
Dalam menyebarkan Islam, TB Atif menggunakan cara kasih sayang dengan mendatangi warga dari pintu ke pintu dan merangkulnya sambil tetap berperang melawan penjajah kolonial Belanda.
Baca juga: Asal Usul Nama Depok Berasal dari Padepokan yang Didirikan Embah Raden Wujud
Sejarawan sekaligus Budayawan asli Tangsel TB Sos Rendra mengatakan, jejak sejarah TB Atif di Cilenggang bisa dirunut sejak terjadinya perubahan nama Benteng menjadi Tangerang pada 15 Oktober 1954 kemudian membangun benteng selatan.
"Ketika Benteng diganti dengan sebutan Tangerang, Belanda kompeni lari ke benteng bagian selatan (sekarang Tangsel). Mereka membuat benteng di sepanjang Cisadane pada 1654 dan kembali menjajah masyarakat," katanya.
Melihat kesewenang-wenangan Belanda itulah akhirnya pada 1667 Sultan Ageng Tirtayasa mengutus putranya yang nomor enam TB Raden Wetan Muhammad Atif ke Cilenggang untuk menghancurkan benteng Belanda di bagian selatan.
Setibanya di Cilenggang, Atif yang membawa panji Islam mendapatkan perlawanan dari golongan Hindu yang merupakan penduduk asli di sana. Sehingga, Atif tidak hanya mengemban misi perang terhadap Belanda, tapi juga menyebarkan Islam.
Perjuangan TB Atif dalam menyebarkan Islam akhirnya berhasil setelah sejumlah tokoh Hindu berhasil ditaklukkan dan memeluk Islam. Setelah itu, Atif pun hendak kembali lagi ke Banten.
"Tetapi dia ditahan oleh para pengikutnya. Lalu, TB Atif menikah dengan orang Cilenggang, Siti Almiah pada 1667. Mas kawinnya Masjid Jami Al Ikhlas. Dari hasil perkawinannya dengan Siti Almiah, mereka akhirnya dikarunia empat anak," ujar TB Sos Rendra.
Empat anaknya yakni Tubagus Romadon, Tubagus Arpah, Tubagus Raje, dan Tubagus Arya. Mereka masing-masing mengikuti jejak ayahnya dalam berjuang di bawah naungan panji-panji Islam.
"Saat terjadi perang antara Sultan Ageng dengan Sultan Haji, TB Atif datang ke kerajaan. Tetapi kata Sultan Ageng, kamu tidak usah ikut campur. Kalau kamu bantu bapak, berarti akan perang sama kakak, kalau bantu kakak perang sama bapak," katanya.
Dalam menyebarkan Islam, TB Atif menggunakan cara kasih sayang dengan mendatangi warga dari pintu ke pintu dan merangkulnya sambil tetap berperang melawan penjajah kolonial Belanda.
Baca juga: Asal Usul Nama Depok Berasal dari Padepokan yang Didirikan Embah Raden Wujud
Sejarawan sekaligus Budayawan asli Tangsel TB Sos Rendra mengatakan, jejak sejarah TB Atif di Cilenggang bisa dirunut sejak terjadinya perubahan nama Benteng menjadi Tangerang pada 15 Oktober 1954 kemudian membangun benteng selatan.
"Ketika Benteng diganti dengan sebutan Tangerang, Belanda kompeni lari ke benteng bagian selatan (sekarang Tangsel). Mereka membuat benteng di sepanjang Cisadane pada 1654 dan kembali menjajah masyarakat," katanya.
Melihat kesewenang-wenangan Belanda itulah akhirnya pada 1667 Sultan Ageng Tirtayasa mengutus putranya yang nomor enam TB Raden Wetan Muhammad Atif ke Cilenggang untuk menghancurkan benteng Belanda di bagian selatan.
Setibanya di Cilenggang, Atif yang membawa panji Islam mendapatkan perlawanan dari golongan Hindu yang merupakan penduduk asli di sana. Sehingga, Atif tidak hanya mengemban misi perang terhadap Belanda, tapi juga menyebarkan Islam.
Perjuangan TB Atif dalam menyebarkan Islam akhirnya berhasil setelah sejumlah tokoh Hindu berhasil ditaklukkan dan memeluk Islam. Setelah itu, Atif pun hendak kembali lagi ke Banten.
"Tetapi dia ditahan oleh para pengikutnya. Lalu, TB Atif menikah dengan orang Cilenggang, Siti Almiah pada 1667. Mas kawinnya Masjid Jami Al Ikhlas. Dari hasil perkawinannya dengan Siti Almiah, mereka akhirnya dikarunia empat anak," ujar TB Sos Rendra.
Empat anaknya yakni Tubagus Romadon, Tubagus Arpah, Tubagus Raje, dan Tubagus Arya. Mereka masing-masing mengikuti jejak ayahnya dalam berjuang di bawah naungan panji-panji Islam.
"Saat terjadi perang antara Sultan Ageng dengan Sultan Haji, TB Atif datang ke kerajaan. Tetapi kata Sultan Ageng, kamu tidak usah ikut campur. Kalau kamu bantu bapak, berarti akan perang sama kakak, kalau bantu kakak perang sama bapak," katanya.