Tahun 2021 Sudah di Depan Mata, Hama Tikus di Kabupaten Blitar Masih Merajalela

Kamis, 31 Desember 2020 - 18:48 WIB
loading...
Tahun 2021 Sudah di Depan Mata, Hama Tikus di Kabupaten Blitar Masih Merajalela
Tampak area persawahan di wilayah Kecamatan Wonodadi, Kabupaten Blitar yang selama tahun 2020 diserang hama tikus. Foto/SINDOnews/Solichan Arif
A A A
BLITAR - Siapa bilang wabah tikus sudah berlalu?. Slamet (47) balik bertanya saat ada yang berkata, petani sudah pada tenang. Petani sudah tidak mengkhawatirkan hama tikus lagi. "Masih. Sampai sekarang masih ada. Bahkan tambah banyak tikusnya," tutur Slamet, petani Kecamatan Wonodadi, Kabupaten Blitar. "Kalau tidak percaya lihat saja ke sawah. Tapi jangan siang hari".

Slamet petani kecil. Sepetak sawahnya hanya berukuran 50 Ru atau 700 meter persegi (1 Ru= 14 meter persegi). Selain bertani, ia juga berprofesi tukang bangunan. Pagi sebelum berangkat kerja sebagai tukang, Slamet selalu menyempatkan menengok sawah. Rampung kerja di bangunan kembali ke sawah. Mengecek tanaman. Memupuk tanaman. Menyemprot pestisida jika melihat ada gejala pertumbuhan yang kurang beres.

(Baca juga: Malam Tahun Baru 2021, 9 Akses Jalan Tutup Total dan Alun-alun Kota Blitar Steril )

"Ya, karena sumber pencahariannya ada di sana (sawah). Kalau gak gitu gak makan," seloroh Slamet. Ketika menanam jagung, ia berharap saat panen bisa meraup hasil yang menggembirakan. Apalagi harga jagung lagi bagus bagusnya. Yakni Rp 4 ribu per kilogram. Biasanya, petak sawahnya bisa menghasilkan tiga empat kuintal untuk sekali panen. "Bayangannya sih begitu," tambah Slamet.

Dipangkas biaya produksi, perawatan serta ongkos tenaga yang tidak pernah dihitung karena alasan sawah milik sendiri, Slamet membayangkan masih bisa mengantongi sisa lebih. Tidak muluk muluk. Baginya cukup untuk makan. Cukup untuk belanja tembakau dan kopi. Juga cukup untuk membayar ongkos sekolah dua anaknya. Terutama si sulung yang kuliah di kampus agama di Kabupaten Tulungagung.

"Eh, tidak tahunya angan angan itu meleset semua. Tiba waktu panen sudah habis digasak tikus," katanya sembari ketawa. Slamet enggan cerita, berapa ongkos produksi yang sudah ia keluarkan. Saat panen yang tidak sesuai ekspektasi itu, ia hanya dapat uang tunai Rp 50 ribu. Nominal yang sangat jauh dari harapan. Slamet jengkel. Saat ditanya marah, petani kecil yang juga memelihara seekor sapi itu, spontan menyahut marah.

(Baca juga: Polisi Gerebek Rumah Tokoh Simpatisan FPI Sidoarjo )

"Rasanya semremet (gregetan)," kata Slamet sembari menahan diri agar tidak kelepasan ungkapan yang tidak pantas. Slamet mengaku sudah tidak kurang kurang berikhtiar. Mulai racun tikus yang katanya ampuh, sudah ia coba. Tikus, kata Slamet memang tergolek mati. Setidaknya ada lima ekor yang meregang nyawa setelah menyantap makanan yang ia pasang sebagai jebakan.

"Tapi itu hanya berlaku sekali dua kali. Berikutnya tikusnya seperti tahu. Makanan hanya dilewati," terang Slamet dengan nada heran. Didorong rasa jengkel, ia bersama petani lain, ambil jalan lebih keras. Pagi, siang, bahkan malam, sarang tikus yang berbentuk lubang di sekitar pematang ia asapi. Kemudian bersama petani lain menyanggong di depan lubang sambil menggamit tongkat pemukul.

Dalam hitungan tidak sampai satu menit, tikus berhamburan keluar. Kawanan pengerat itu tidak tahan asap belerang. Semuanya langsung dibantai tanpa ampun. Tidak ada satu ekor pun yang dibiarkan hidup. Namun kendati demikian, jumlah tikus di sawah tetap banyak. "Yang heran tidak hanya saya. Semua petani juga heran. Tikus seperti tidak ada habisnya," keluh Slamet.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1876 seconds (0.1#10.140)