Membaca Angka Kejahatan Curanmor dalam Masa Pandemi Covid-19

Senin, 11 Mei 2020 - 07:22 WIB
loading...
Membaca Angka Kejahatan Curanmor dalam Masa Pandemi Covid-19
Foto/SINDOnews
A A A
Yogo Tri Hendiarto
Pengajar di Departemen Kriminologi FISIP UI

Benarkah curanmor meningkat selama masa pandemi Covid 19? Benarkah kejahatan juga meningkat? Kasus pencurian kendaraan bermotor atau lebih dikenal dengan sebutan curanmor merupakan jenis kejahatan paling sering terjadi di seluruh wilayah Indonesia. Angka kasus curanmor cenderung naik turun, tetapi jika dibandingkan dengan jenis kejahatan lain, curanmor merupakan kejahatan dengan intensitas tertinggi. Selama masa pandemi Covid-19, yaitu sejak Feburari-April 2020, jenis kejahatan yang jumlahnya meningkat adalah pencurian dengan pemberatan, pencurian minimarket, pencurian kendaraan bermotor, dan hoaks (katadata.coid). Artinya, curanmor memang mengalami peningkatan kejadian, tapi kita perlu membaca data ini dalam kerangka statistik kejahatan lebih luas.

Indeks kejahatan di Ibu Kota sepanjang tahun 2019 yang dirilis Polda Metro Jaya memperlihatkan turunnya angka kejahatan dibandingkan tahun 2018. Pada tahun 2019 terjadi 33.614 kasus, sedangkan tahun 2018 terjadi 33.628 kasus. Artinya, secara umum kejahatan justru menurun jumlahnya. Mengapa curanmor meningkat jumlahnya? Data BPS tahun 2018 di Indonesia mencatat 146.858.759 unit kendaraan dengan 120.101.047 unit di antaranya adalah kendaraan bermotor roda dua. Artinya, kendaraan roda dua adalah kendaraan paling banyak digunakan di Indonesia. Secara statistik ini berarti bahwa kejahatan lebih mungkin menimpa kendaraan roda dua daripada roda empat.

Sebab lainnya; kemudahan melakukan kejahatan terhadap kendaraan roda dua. Curanmor dapat dilakukan sendirian maupun berkelompok menggunakan kunci T yang mudah dipelajari caranya. Tambahan lagi, hasil curian berupa kendaraan roda dua mudah dijual kembali. Para penadah menjual kembali di bawah harga pasaran dan masyarakat yang sangat membutuhkan bisa memperoleh alat transportasi ini dengan harga murah.

Modus curanmor roda dua yang paling sering adalah dengan kunci T untuk menghidupkan kendaraan bermotor yang akan diambil secara paksa, biasanya dilakukan perseorangan. Kendaraan motor yang diparkir sembarangan dan tidak menggunakan kunci ganda juga cenderung menjadi sasaran. Perkembangan berikutnya adalah modus pelaku cenderung mengincar motor merek tertentu dan merupakan model keluaran terbaru dari pabrik motor. Ini agar kendaraan curian mudah dijual lagi dengan harga tinggi. Tambah lagi, dari modus pelaku seorang diri menjadi minimal dua orang. Mereka menggunakan kendaraan bermotor ketika melakukan aksinya. Satu orang sebagai pengendara dan satu orang lainnya sebagai eksekutor.

Sasaran mereka ini biasanya adalah orang yang memarkirkan kendaraannya bukan di tempat parkir legal, yang parkir secara sembarangan dan tanpa pengawasan. Pelaku cenderung melakukan pengawasan awal untuk mencari mangsa potensial dan meminimalkan risiko untuk tertangkap oleh warga ataupun aparat keamanan. Modus ini lalu berkembang ke arah penipuan dengan menggunakan situasi yang dimanipulasi oleh kelompok pelaku curanmor mulai dari skenario tabraklari sampai mengaku bahwa motor korban adalah milik pelaku. Penggunaan kekerasan pada curanmor juga berkembang mulai dari pembegalan dengan ancaman perlukaan sampai dengan pembunuhan.

Sindikat jaringan curanmor roda dua juga terbentuk untuk memudahkan akivitas mereka. Sindikat ini memiliki wilayah yang dijadikan target sasaran untuk mengeksekusi kejahatan terhadap pemilik kendaraan bermotor. Sindikat biasanya dikaitkan dengan asal daerah mereka. Beberapa sindikat pelaku curanmor ini berasal dari daerah Palembang, Lampung, Bogor, Serang, dan daerah lainnya. Dalam sindikat ini akan dibentuk sistem organisasi nonformal dengan struktur dan aturan tidak tertulis, termasuk perencanaan eksekusi, wilayah eksekusi, dan bagaimana barang hasil pencurian ini akan didistribusikan serta menghasilkan uang. Barang-barang hasil curian yang dikirimkan kepada penadah biasanya akan dipreteli dari bentuk aslinya sehingga akan dipecah dalam berbagai macam aksesori motor. Hal ini dilakukan agar barang bukti kejahatan yang dilakukannya tidak mudah dilacak polisi. Setiap sindikat jaringan memiliki sistem rekruitmen dan pola kejahatan berbeda-beda dalam melakukan tindakan kejahatan pencurian kendaraan bermotor.

Analisis kejahatan curanmor roda dua terkait dengan tiga variabel utama, yakni pelaku, korban, dan mekanisme pengawasan. Secara demografis, pelaku memiliki pola cenderung sama. Pertama, berjenis kelamin laki-laki. Data statistik menunjukkan bahwa mayoritas pelaku kejahatan adalah laki-laki. Kedua, pelaku cenderung berasal dari kelompok masyarakat dengan status sosial ekonomi (SSE) rendah. Mereka biasanya bekerja di sektor informal yang biasanya memberikan penghasilan rendah. Ketiga, pelaku cenderung berlatar belakang pendidikan rendah: lulusan sekolah dasar atau sekolah menengah. Karena itu, kesempatan mereka untuk bekerja di sektor formal juga cenderung terbatas.

SSE rendah membuat akses mereka terharap terpenuhinya kebutuhan dasar juga cenderung terbatas. Inilah yang mendorong mereka melakukan curanmor. Mereka tentu sudah memikirkan risiko yang akan diterima jika tertangkap, tetapi desakan untuk memenuhi kebutuhan dasar membuat mereka lebih memilih melakukan curanmor. Ini artinya, pertumbuhan ekonomi yang adil dan merata dalam menciptakan kesejahteraan sosial menjadi faktor utama dalam mengendalikan kejahatan pencurian kendaraan bermotor roda dua.

Data statistik demografis menunjukkan bahwa mayoritas korban adalah laki-laki dengan status kepala rumah tangga/keluarga. Secara budaya patriarki di Indonesia, laki-lakilah yang bertanggung jawab untuk mencari nafkah sehingga mereka bekerja di ruang publik. Sarana transportasi paling rasional (ekonomis) bagi mereka adalah kendaraan bermotor roda dua. Usia korban, secara statistik adalah usia produktif antara 15-65 tahun yang mayoritas juga menggunakan kendaraan bermotor roda dua untuk beraktivitas. Mayoritas SSE korban adalah sedang/menengah yang stabil dan mampu memiliki kendaraan bermotor roda dua.

Variabel ketiga, yaitu pengamanan pada masa pandemi juga penting dalam mencegah atau meminimalisasi curanmor roda dua. Kunci ganda atau kunci elektronik; pola/kebiasaan parkir di tempat dengan sistem parkir tertutup; untuk di rumah: pagar dengan kunci ganda, penerangan yang cukup, CCTV, dan alarm; semuanya dapat mengurangi risiko curanmor roda dua. Singkatnya, kesadaran dan kewaspadaan dari masing-masing individu untuk menjaga aset yang mereka miliki merupakan variabel penting. Siskamling juga bisa menjadi faktor pengurangan risiko karena pengawasan yang intensif oleh masyarakat cenderung dapat mengurangi resiko curanmor roda dua.
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0981 seconds (0.1#10.140)