Jakarta PSBB Transisi, DPRD Minta Sosialisasi Protokol Kesehatan Lebih Masif dan Fokus
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memutuskan untuk mengurangi kebijakan rem darurat secara bertahap, dan memasuki Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Masa Transisi, dengan ketentuan baru selama dua pekan ke depan, mulai 12 hingga 25 Oktober 2020.
Menanggapi keputusan tersebut, Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan, Hardiyanto Kenneth, mengatakan, dengan diberlakukan kembali PSBB Transisi di Jakarta,Pemprov DKI Jakarta harus lebih masif dan fokus dalam melakukan sosialisasi protokol kesehatan Covid-19.
"Hasil temuan saya di masyarakat, masih banyak yang tidak tahu apa itu Covid-19, akibatnya, serta cara pencegahannya," ujar Kenneth dalam keterangannya, Selasa (13/10/2020). (Baca juga: Tetap Jaga Protokol Kesehatan di Masa PSBB Transisi )
Menurut pria yang kerap disapa Kent itu,sangat berbahaya jika Pemprov DKI Jakarta tidak melakukan sosialisasi yang masif kepada warga tentang bahaya Covid-19, dan cara melaksanakan protokol kesehatan yang baik dan benar.
"Intinya semangat Pemprov DKI harus ditekankan kepada semangat untuk sosialisasi, dan edukasi tentang bahaya Covid-19, serta cara pencegahannya dibandingkan semangat untuk memberikan sanksi kepada masyarakat Jakarta," ketus Kent.
Kent menegaskan bahwa PSBB Transisi tidak bermakna melonggarkan protokol kesehatan Covid-19, akan tetapi harus lebih disiplin dalam menjalankannya.
"Jadi jangan salah persepsi soal kelonggaran menarik rem darurat beralih ke PSBB Transisi. Seharusnya Masyarakat harus lebih sadar, dan disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan Covid-19 agar tidak terjadi peningkatan kasus Covid-19 di DKI Jakarta," tegasnya. (Baca juga: PSBB Transisi, MPR Minta Masyarakat Lebih Disiplin Patuhi Protokol Kesehatan)
Diketahui, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memutuskan untuk melonggarkan rem darurat PSBB. Sejumlah fasilitas umum yang semula tidak diizinkan beroperasi, kini mulai diberi kelonggaran. Namun, ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi oleh para pengelola fasilitas umum, seperti restoran, kafe, perkantoran, tempat olahraga, hingga masjid, untuk dapat beroperasi kembali.
"Jadi jangan sampai semuanya sampai kecolongan dalam penerapan PSBB Transisi ini, sehingga muncul kembali perilaku masyarakat yakni berkumpul di keramaian, dan tidak menerapkan protokol kesehatan sehingga menimbulkan klaster baru," sambung Kent.
Selain itu, Pemprov DKI Jakarta harus bisa memberdayakan RT-RW yang menjadi garda terdepan untuk melakukan sosialisasi di permukiman warga tentang bahayanya Covid-19 tersebut.
"Wajib berdayakan RT dan RW di setiap wilayah, agar bisa lebih terukur dan tepat sasaran dalam pengetatan warga yang berada di zona merah Covid-19. Jadi jika ada warga yang positif terpapar Covid-19, langsung bisa lakukan lockdown lokal, tracing dan bisa melakukan penyuluhan tentang bahayanya Covid-19," tuturnya.
Kent juga menyikapi soal dibuka kembali baik tempat rekreasi, restoran, kafe dan tempat olahraga di Jakarta. Hal tersebut perlu diwaspadai secara serius tentang penyebaran Covid-19 meskipun para pengelola sudah melakukan protokol kesehatan secara ketat.
"Sosialisasi di transportasi umum, restoran, kafe, tempat olahraga dan tempat rekreasi harus jelas dan terukur. Pemprov DKI harus benar-benar jeli dan serius dalam menjalankan PSBB Transisi ini," sambung Kent.
Kent juga kembali mengusulkan kepada Pemprov DKI Jakarta untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 di Jakarta, khususnya di transportasi umum. Ia meminta agar Pemprov DKI melakukan sosialisasi yang lebih intens dan massif, dibandingkan melakukan upaya untuk menghukum masyarakat.
"Saya juga meminta supaya pengusaha transportasi umum,restoran atau kafe, tempat olahraga dan pengusaha adverstising bisa bekerja sama dan mendukung upaya Pemprov DKI Jakarta, untuk memasang iklan-iklan imbauan di billboard pinggir jalan, di dalam transportasi umum, di dalam restoran atau cafe dan tempat olahraga dengan harapan bisa memberikan doktrin, dan edukasi yang jelas kepada masyarakat umum tentang bahaya Covid-19 serta pencegahannya. Karena transportasi umum, restoran atau cafe, tempat olahraga sangat rawan penyebarannya," kata Kent.
Kent pun kembali mengimbau kepada warga Jakarta khususnya, jika hendak beraktivitas di luar rumah agar benar-benar memperhatikan protokol kesehatan, mengantisipasi Covid-19, seperti jaga jarak, memakai masker, dan menyiapkan hand sanitizer
"Saya mengimbau kepada warga DKI Jakarta wajib melakukan protokol kesehatan Covid-19 dimanapun berada. Penyebaran virus akan terhenti jika dari diri kita yang benar-benar disiplin terhadap diri sendiri. Jangan bosan dan malas dalam melakukan standar protokol kesehatan. Pakai masker, jaga jarak, dan mencuci tangan dengan sabun atau membawa hand sanitizer, kita wajib bertanggung jawab terhadap diri kita sendiri dan orang lain," pungkasnya.
Perlu diketahui sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta memutuskan mengurangi kebijakan rem darurat secara bertahap, dan memasuki Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Masa Transisi.
Senada dengan hal tersebut, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 101 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Pergub Nomor 79 Tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Covid-19. Beleid ini diteken pada 9 Oktober 2020.
Dalam salinan Pergub 101/2020, pelaku usaha, penanggung jawab perkantoran, tempat kerja, tempat usaha, industri, perhotelan/penginap lain yang sejenis, dan tempat wisata wajib melaksanakan perlindungan kesehatan masyarakat.
Perlindungan kesehatan dimaksud yakni dengan membentuk Tim Penanganan Covid-19 di tempat tersebut yang terdiri dari pimpinan, bagian kepegawaian, bagian kesehatan dan petugas kesehatan. Itu harus dibuktikan dengan Surat Keputusan dari pimpinan.
Secara umum, sektor yang sudah dibuka tersebut wajib memperbaharui perkembangan informasi Covid-19 dan melaporkannya secara tertulis kepada Pemprov DKI. Kemudian wajib melakukan pendataan pengunjung dan karyawan untuk kebutuhan penyelidikan epidemiologi. Lalu protokol kesehatan inti seperti menjaga jarak aman, pembatasan kapasitas, penyediaan sarana cuci tangan, dan wajib masker berjalan sebagaimana telah dilakukan sebelumnya.
Pelaku usaha, penanggung jawab perkantoran, tempat kerja, tempat usaha, industri, perhotelan/penginapan lain yang sejenis atau tempat wisata tidak melaksanakan ketentuan itu maka akan dikenakan sanksi administratif berupa penutupan sementara paling lama 3x24 jam.
Bila sektor tersebut mengulangi pelanggaran tidak melaksanakan kewajiban perlindungan kesehatan sebagaimana dimaksud maka akan diberikan sanksi denda administratif dengan ketentuan apabila pelanggaran berulang satu kali maka didenda Rp50 juta, berulang dua kali dendanya Rp100 juta, dan berulang tiga kali dan seterusnya dendanya Rp150 juta.
Apabila sektor tersebut tidak membayar denda dalam waktu paling lama tujuh hari, maka dilakukan penutupan sementara sampai dilaksanakan pemenuhan pembayaran denda tersebut.
Pengenaan sanksi administratif berupa penutupan sementara dan denda dilaksanakan oleh Disnakertrans untuk tempat kerja, Satpol PP untuk perkantoran, tempat usaha dan tempat industri, dan Dinas Parekraf untuk perhotelan/penginapan lain atau tempat wisata. Kesemuanya dilakukan dengan pendampingan dari unsur kepolisian, dan atau TNI.
Menanggapi keputusan tersebut, Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan, Hardiyanto Kenneth, mengatakan, dengan diberlakukan kembali PSBB Transisi di Jakarta,Pemprov DKI Jakarta harus lebih masif dan fokus dalam melakukan sosialisasi protokol kesehatan Covid-19.
"Hasil temuan saya di masyarakat, masih banyak yang tidak tahu apa itu Covid-19, akibatnya, serta cara pencegahannya," ujar Kenneth dalam keterangannya, Selasa (13/10/2020). (Baca juga: Tetap Jaga Protokol Kesehatan di Masa PSBB Transisi )
Menurut pria yang kerap disapa Kent itu,sangat berbahaya jika Pemprov DKI Jakarta tidak melakukan sosialisasi yang masif kepada warga tentang bahaya Covid-19, dan cara melaksanakan protokol kesehatan yang baik dan benar.
"Intinya semangat Pemprov DKI harus ditekankan kepada semangat untuk sosialisasi, dan edukasi tentang bahaya Covid-19, serta cara pencegahannya dibandingkan semangat untuk memberikan sanksi kepada masyarakat Jakarta," ketus Kent.
Kent menegaskan bahwa PSBB Transisi tidak bermakna melonggarkan protokol kesehatan Covid-19, akan tetapi harus lebih disiplin dalam menjalankannya.
"Jadi jangan salah persepsi soal kelonggaran menarik rem darurat beralih ke PSBB Transisi. Seharusnya Masyarakat harus lebih sadar, dan disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan Covid-19 agar tidak terjadi peningkatan kasus Covid-19 di DKI Jakarta," tegasnya. (Baca juga: PSBB Transisi, MPR Minta Masyarakat Lebih Disiplin Patuhi Protokol Kesehatan)
Diketahui, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memutuskan untuk melonggarkan rem darurat PSBB. Sejumlah fasilitas umum yang semula tidak diizinkan beroperasi, kini mulai diberi kelonggaran. Namun, ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi oleh para pengelola fasilitas umum, seperti restoran, kafe, perkantoran, tempat olahraga, hingga masjid, untuk dapat beroperasi kembali.
"Jadi jangan sampai semuanya sampai kecolongan dalam penerapan PSBB Transisi ini, sehingga muncul kembali perilaku masyarakat yakni berkumpul di keramaian, dan tidak menerapkan protokol kesehatan sehingga menimbulkan klaster baru," sambung Kent.
Selain itu, Pemprov DKI Jakarta harus bisa memberdayakan RT-RW yang menjadi garda terdepan untuk melakukan sosialisasi di permukiman warga tentang bahayanya Covid-19 tersebut.
"Wajib berdayakan RT dan RW di setiap wilayah, agar bisa lebih terukur dan tepat sasaran dalam pengetatan warga yang berada di zona merah Covid-19. Jadi jika ada warga yang positif terpapar Covid-19, langsung bisa lakukan lockdown lokal, tracing dan bisa melakukan penyuluhan tentang bahayanya Covid-19," tuturnya.
Kent juga menyikapi soal dibuka kembali baik tempat rekreasi, restoran, kafe dan tempat olahraga di Jakarta. Hal tersebut perlu diwaspadai secara serius tentang penyebaran Covid-19 meskipun para pengelola sudah melakukan protokol kesehatan secara ketat.
"Sosialisasi di transportasi umum, restoran, kafe, tempat olahraga dan tempat rekreasi harus jelas dan terukur. Pemprov DKI harus benar-benar jeli dan serius dalam menjalankan PSBB Transisi ini," sambung Kent.
Kent juga kembali mengusulkan kepada Pemprov DKI Jakarta untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 di Jakarta, khususnya di transportasi umum. Ia meminta agar Pemprov DKI melakukan sosialisasi yang lebih intens dan massif, dibandingkan melakukan upaya untuk menghukum masyarakat.
"Saya juga meminta supaya pengusaha transportasi umum,restoran atau kafe, tempat olahraga dan pengusaha adverstising bisa bekerja sama dan mendukung upaya Pemprov DKI Jakarta, untuk memasang iklan-iklan imbauan di billboard pinggir jalan, di dalam transportasi umum, di dalam restoran atau cafe dan tempat olahraga dengan harapan bisa memberikan doktrin, dan edukasi yang jelas kepada masyarakat umum tentang bahaya Covid-19 serta pencegahannya. Karena transportasi umum, restoran atau cafe, tempat olahraga sangat rawan penyebarannya," kata Kent.
Kent pun kembali mengimbau kepada warga Jakarta khususnya, jika hendak beraktivitas di luar rumah agar benar-benar memperhatikan protokol kesehatan, mengantisipasi Covid-19, seperti jaga jarak, memakai masker, dan menyiapkan hand sanitizer
"Saya mengimbau kepada warga DKI Jakarta wajib melakukan protokol kesehatan Covid-19 dimanapun berada. Penyebaran virus akan terhenti jika dari diri kita yang benar-benar disiplin terhadap diri sendiri. Jangan bosan dan malas dalam melakukan standar protokol kesehatan. Pakai masker, jaga jarak, dan mencuci tangan dengan sabun atau membawa hand sanitizer, kita wajib bertanggung jawab terhadap diri kita sendiri dan orang lain," pungkasnya.
Perlu diketahui sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta memutuskan mengurangi kebijakan rem darurat secara bertahap, dan memasuki Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Masa Transisi.
Senada dengan hal tersebut, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 101 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Pergub Nomor 79 Tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Covid-19. Beleid ini diteken pada 9 Oktober 2020.
Dalam salinan Pergub 101/2020, pelaku usaha, penanggung jawab perkantoran, tempat kerja, tempat usaha, industri, perhotelan/penginap lain yang sejenis, dan tempat wisata wajib melaksanakan perlindungan kesehatan masyarakat.
Perlindungan kesehatan dimaksud yakni dengan membentuk Tim Penanganan Covid-19 di tempat tersebut yang terdiri dari pimpinan, bagian kepegawaian, bagian kesehatan dan petugas kesehatan. Itu harus dibuktikan dengan Surat Keputusan dari pimpinan.
Secara umum, sektor yang sudah dibuka tersebut wajib memperbaharui perkembangan informasi Covid-19 dan melaporkannya secara tertulis kepada Pemprov DKI. Kemudian wajib melakukan pendataan pengunjung dan karyawan untuk kebutuhan penyelidikan epidemiologi. Lalu protokol kesehatan inti seperti menjaga jarak aman, pembatasan kapasitas, penyediaan sarana cuci tangan, dan wajib masker berjalan sebagaimana telah dilakukan sebelumnya.
Pelaku usaha, penanggung jawab perkantoran, tempat kerja, tempat usaha, industri, perhotelan/penginapan lain yang sejenis atau tempat wisata tidak melaksanakan ketentuan itu maka akan dikenakan sanksi administratif berupa penutupan sementara paling lama 3x24 jam.
Bila sektor tersebut mengulangi pelanggaran tidak melaksanakan kewajiban perlindungan kesehatan sebagaimana dimaksud maka akan diberikan sanksi denda administratif dengan ketentuan apabila pelanggaran berulang satu kali maka didenda Rp50 juta, berulang dua kali dendanya Rp100 juta, dan berulang tiga kali dan seterusnya dendanya Rp150 juta.
Apabila sektor tersebut tidak membayar denda dalam waktu paling lama tujuh hari, maka dilakukan penutupan sementara sampai dilaksanakan pemenuhan pembayaran denda tersebut.
Pengenaan sanksi administratif berupa penutupan sementara dan denda dilaksanakan oleh Disnakertrans untuk tempat kerja, Satpol PP untuk perkantoran, tempat usaha dan tempat industri, dan Dinas Parekraf untuk perhotelan/penginapan lain atau tempat wisata. Kesemuanya dilakukan dengan pendampingan dari unsur kepolisian, dan atau TNI.
(thm)