Kuasa Hukum FNS: Pho Kiong Tak Pernah Audit Perusahaan Selama Jadi Dirut
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sidang permohonan penunjukan auditor untuk mengaudit perusahaan PT Fortune Nestindo Sukses (FNS) kembali bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Rabu (30/9/2020). Pada sidang yang dipimpin oleh hakim Tumpanuli Marbun ini, ada dua agenda sidang yakni tanggapan termohon dan keterangan saksi dari pemohon.
Adapun pihak-pihak yang terkait dalam permohonan yang teregister Nomor : 445/Pdt.P/2020/PN.Jkt.Utr ini adalah Pho Kiong sebagai pemohon dan PT. FNS sebagai termohon.
Pho Kiong sendiri merupakan mantan Direktur Utama (Dirut) di perusahaan sarang burung walet sekaligus sebagai pemegang saham, dan sekarang menjadi komisaris di perusahaan itu.
Dalam tanggapan termohon, sempat disinggung soal legal standing pemohon terkait pengajuan permohonan tersebut. Hal ini disampaikan kuasa hukum termohon, C. Suhadi, SH., MH di ruang sidang Ali Said lantai 2 PN Jakut.
Selain tidak berdasarkan alasan hukum yang benar, Suhadi menilai, banyak hal yang menyesatkan serta mencari alasan pembenaran dari permohonannya.
Ini sangat beralasan, karena Pho Kiong sendiri pernah memimpin perusahaan tersebut selama empat tahun dan tidak pernah membuat laporan keuangan serta audit selama kurun waktu kepimpinannya yakni dari Februari 2016 hingga Februari 2020.
"Sedangkan laporan keuangan adalah sebagai amanat UU perseroan, namun oleh Pho Kiong hal tesebut tidak dilakukan, tapi setelah dia tidak menjabat seperti kebakaran jenggot mau menuntut laporan keuangan dan audit segala, ada apa ya," ucap Suhadi kepada wartawan usai persidangan.
"Pemohon adalah orang yang menduduki jabatan sebagai direktur utama perseroan yang harus bertanggung jawab untuk memimpin dan menjalankan kegiatan usaha perseroan dengan baik dan benar," sambungnya.
Terkait objek permohonan, Suhadi menjelaskan bahwa dalam RUPS Luar Biasa pada 10 Agustus 2020, telah disepakati untuk menunjuk Kantor Akuntan Publik (KAP) sebagai auditor.
Penunjukkan tersebut telah final secara yuridis, karena telah di tandatangani semua pemegang saham termasuk pemohon. Namun di lain pihak, di hari yang sama pula, pemohon melalui kuasa hukumnya mengajukan somasi kepada Perusahaan untuk kasus sama.
"Jelas hal ini dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum, karena RUPS LB adalah suatu keputusan tertinggi yang dimiliki dalam UU PT," tandas Suhadi.
Terlebih, pemohon bersama dengan kuasa hukumnya malah mengajukan permohonan ke pengadilan. Dengan begitu, kata Suhadi, lebih tidak masuk akal.
"Kan seperti dunia ini punya dia aja. Bagaimana saya enggak nyindir, kan dia datang dan menandatangani, artinya dia terikat kepada keputusan RUPS itu. Tapi kok aneh dia masih melakukan hal tersebut seperti yang tidak paham hukum aja," sindirnya.
Sementara itu, kuasa hukum Pho Kiong, Alvin Lim beralasan bahwa hal itu bukanlah somasi melainkan pengajuan permohonan. Menurutnya, hal itu adalah hak setiap warga negara.
Alvin pun membantah bahwa jarak antara RUPS penunjukan auditor dengan pengajuan permohonan bukanlah di waktu yang bersamaan.
"Oh enggak (bersamaan). Setelah RUPS, baru kita mengajukan permohonan, kira-kira RUPS dan mengajukan permohonan itu kurang lebih seminggu lah. Kan kita melakukan somasi punya batas waktu biasanya 6-7 hari," kata Alvin. Kasus ini bergulir sejak diajukan ke PN Jakarta Utara pada 10 Agustus 2020.
Dalam data berisi Perihal Somasi Final huruf E atau nomor 6 menyebutkan, pihak pemohon mengajukan permohonan atas kerugian yang dialami kliennya sejak menyetor modal sejumlah materiil Rp 9 miliar dan immaterial sebanyak Rp100 miliar.
"Di mana hingga saat ini tidak menerima keuntungan apapun dan bahkan diminta menyetor uang kembali (top up) oleh direktur, dengan alasan perlu untuk kepentingan perusahaan tanpa dasar pertimbangan yang jelas berupa analisis laporan keuangan, sehingga menimbulkan kerugian bagi klien kami," begitu isi surat somasi tersebut.
Terkait tidak adanya aktifitas audit yang dilakukan Pho Kiong diakui oleh Alvin Lim, kuasa hukum pemohon. Menurutnya, posisi kliennya di perusahaan tersebut hanya sebagai boneka.
Namun ketika ditanyakan mengapa kliennya justru meminta dilakukan audit setelah tidak lagi menjadi Dirut, Alvin beralasan bahwa saham kliennya mau diperkecil atau didelusi. Karena ada setoran modal, sehingga dia meminta laporan keuangan. "Ketika Pak Pho Kiong keluar, uangnya masih banyak," pungkasnya.
Lihat Juga: Praperadilan Kasus Kriminalisasi Wanita Hamil di Koja Ditolak, RPA Perindo: Tetap Kita Kawal sampai Tuntas
Adapun pihak-pihak yang terkait dalam permohonan yang teregister Nomor : 445/Pdt.P/2020/PN.Jkt.Utr ini adalah Pho Kiong sebagai pemohon dan PT. FNS sebagai termohon.
Pho Kiong sendiri merupakan mantan Direktur Utama (Dirut) di perusahaan sarang burung walet sekaligus sebagai pemegang saham, dan sekarang menjadi komisaris di perusahaan itu.
Dalam tanggapan termohon, sempat disinggung soal legal standing pemohon terkait pengajuan permohonan tersebut. Hal ini disampaikan kuasa hukum termohon, C. Suhadi, SH., MH di ruang sidang Ali Said lantai 2 PN Jakut.
Selain tidak berdasarkan alasan hukum yang benar, Suhadi menilai, banyak hal yang menyesatkan serta mencari alasan pembenaran dari permohonannya.
Ini sangat beralasan, karena Pho Kiong sendiri pernah memimpin perusahaan tersebut selama empat tahun dan tidak pernah membuat laporan keuangan serta audit selama kurun waktu kepimpinannya yakni dari Februari 2016 hingga Februari 2020.
"Sedangkan laporan keuangan adalah sebagai amanat UU perseroan, namun oleh Pho Kiong hal tesebut tidak dilakukan, tapi setelah dia tidak menjabat seperti kebakaran jenggot mau menuntut laporan keuangan dan audit segala, ada apa ya," ucap Suhadi kepada wartawan usai persidangan.
"Pemohon adalah orang yang menduduki jabatan sebagai direktur utama perseroan yang harus bertanggung jawab untuk memimpin dan menjalankan kegiatan usaha perseroan dengan baik dan benar," sambungnya.
Terkait objek permohonan, Suhadi menjelaskan bahwa dalam RUPS Luar Biasa pada 10 Agustus 2020, telah disepakati untuk menunjuk Kantor Akuntan Publik (KAP) sebagai auditor.
Penunjukkan tersebut telah final secara yuridis, karena telah di tandatangani semua pemegang saham termasuk pemohon. Namun di lain pihak, di hari yang sama pula, pemohon melalui kuasa hukumnya mengajukan somasi kepada Perusahaan untuk kasus sama.
"Jelas hal ini dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum, karena RUPS LB adalah suatu keputusan tertinggi yang dimiliki dalam UU PT," tandas Suhadi.
Terlebih, pemohon bersama dengan kuasa hukumnya malah mengajukan permohonan ke pengadilan. Dengan begitu, kata Suhadi, lebih tidak masuk akal.
"Kan seperti dunia ini punya dia aja. Bagaimana saya enggak nyindir, kan dia datang dan menandatangani, artinya dia terikat kepada keputusan RUPS itu. Tapi kok aneh dia masih melakukan hal tersebut seperti yang tidak paham hukum aja," sindirnya.
Sementara itu, kuasa hukum Pho Kiong, Alvin Lim beralasan bahwa hal itu bukanlah somasi melainkan pengajuan permohonan. Menurutnya, hal itu adalah hak setiap warga negara.
Alvin pun membantah bahwa jarak antara RUPS penunjukan auditor dengan pengajuan permohonan bukanlah di waktu yang bersamaan.
"Oh enggak (bersamaan). Setelah RUPS, baru kita mengajukan permohonan, kira-kira RUPS dan mengajukan permohonan itu kurang lebih seminggu lah. Kan kita melakukan somasi punya batas waktu biasanya 6-7 hari," kata Alvin. Kasus ini bergulir sejak diajukan ke PN Jakarta Utara pada 10 Agustus 2020.
Dalam data berisi Perihal Somasi Final huruf E atau nomor 6 menyebutkan, pihak pemohon mengajukan permohonan atas kerugian yang dialami kliennya sejak menyetor modal sejumlah materiil Rp 9 miliar dan immaterial sebanyak Rp100 miliar.
"Di mana hingga saat ini tidak menerima keuntungan apapun dan bahkan diminta menyetor uang kembali (top up) oleh direktur, dengan alasan perlu untuk kepentingan perusahaan tanpa dasar pertimbangan yang jelas berupa analisis laporan keuangan, sehingga menimbulkan kerugian bagi klien kami," begitu isi surat somasi tersebut.
Terkait tidak adanya aktifitas audit yang dilakukan Pho Kiong diakui oleh Alvin Lim, kuasa hukum pemohon. Menurutnya, posisi kliennya di perusahaan tersebut hanya sebagai boneka.
Namun ketika ditanyakan mengapa kliennya justru meminta dilakukan audit setelah tidak lagi menjadi Dirut, Alvin beralasan bahwa saham kliennya mau diperkecil atau didelusi. Karena ada setoran modal, sehingga dia meminta laporan keuangan. "Ketika Pak Pho Kiong keluar, uangnya masih banyak," pungkasnya.
Lihat Juga: Praperadilan Kasus Kriminalisasi Wanita Hamil di Koja Ditolak, RPA Perindo: Tetap Kita Kawal sampai Tuntas
(mhd)