Terlalu Singkat, PSBB Ketat di Jakarta Dikritik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta kembali memperpanjang pembatasan sosial berskala besar (PSBB) ketat di Ibu Kota yang akan berakhir pada 28 September 2020. Perpanjangan berlaku selama 14 hari ke depan. Keputusan ini diambil karena angka kasus positif Covid-19 berpotensi mengalami kenaikan jika pelonggaran diberlakukan.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, keputusan perpanjangan berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 DKI Jakarta dan juga mengacu pada Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 959/2020. Melalui Kepgub tersebut diatur bahwa perpanjangan pembatasan selama 14 hari berikutnya bisa dilakukan jika kasus belum menurun signifikan.
Keputusan memperpanjang PSBB ketat tidak dilakukan sendiri. Pemprov DKI Jakarta, lanjut Anies, terus berkoordinasi dengan pemerintah pusat dalam penanganan kasus Covid-19 ini. Dalam rapat koordinasi terkait antisipasi perkembangan kasus di Jabodetabek, Menko Kemaritiman dan Investasi (Marives) Luhut B Pandjaitan menunjukkan data bahwa DKI Jakarta telah melandai dan terkendali, tetapi kawasan Bodetabek masih meningkat sehingga perlu penyelarasan langkah-langkah kebijakan.
"Menko Marives juga menyetujui perpanjangan otomatis PSBB DKI Jakarta selama dua minggu," kata Anies dalam keterangan tertulis kemarin.
Anies menjelaskan, saat ini mulai tampak tanda-tanda pelandaian kasus positif dan kasus aktif di Jakarta, seiring dengan berkurangnya mobilitas warga saat dilakukan pengetatan PSBB . Pada 12 hari pertama September, pertambahan kasus aktif sebanyak 49% atau 3.864 kasus. Pada periode PSBB, yakni 12 hari berikutnya, penambahan jumlah kasus aktif masih terjadi, namun berkurang menjadi 12% atau 1.453 kasus.
"Pelandaian grafik kasus aktif bukanlah tujuan akhir. Kita masih harus terus bekerja bersama untuk memutus mata rantai penularan. Pemerintah terus tingkatkan 3T dan warga perlu berada di rumah dulu, hanya bepergian bila perlu sekali dan terapkan 3M," imbaunya.
Epidemiolog dari Griffith University, Australia, Dicky Budiman, mengatakan, masih tingginya kasus baru Covid-19 di Jakarta lantaran penerapan PSBB yang tidak dalam dosis optimal dan durasinya singkat. “Sekali lagi, PSBB yang dilakukan di Jakarta ini bukan dalam dosis optimal. Masih dalam dosis kompromi dan durasinya tidak optimal, singkat, hanya dua minggu,” tuturnya di Jakarta kemarin.
Dicky menyarankan agar Pemprov DKI Jakarta mengevaluasi lagi penerapan PSBB ini agar memberikan dampak yang optimal dalam mengendalikan virus corona. “Perlu dievaluasi dan juga harus dijadikan pelajaran bahwa bila setengah-setengah, yang terjadi resources kita berkurang, tapi dampaknya tidak optimal. Ini kita jadi semakin kalah berpacu dengan virus,” desaknya. (Bima Setiyadi/Harits Tryan Akhmad)
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, keputusan perpanjangan berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 DKI Jakarta dan juga mengacu pada Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 959/2020. Melalui Kepgub tersebut diatur bahwa perpanjangan pembatasan selama 14 hari berikutnya bisa dilakukan jika kasus belum menurun signifikan.
Keputusan memperpanjang PSBB ketat tidak dilakukan sendiri. Pemprov DKI Jakarta, lanjut Anies, terus berkoordinasi dengan pemerintah pusat dalam penanganan kasus Covid-19 ini. Dalam rapat koordinasi terkait antisipasi perkembangan kasus di Jabodetabek, Menko Kemaritiman dan Investasi (Marives) Luhut B Pandjaitan menunjukkan data bahwa DKI Jakarta telah melandai dan terkendali, tetapi kawasan Bodetabek masih meningkat sehingga perlu penyelarasan langkah-langkah kebijakan.
"Menko Marives juga menyetujui perpanjangan otomatis PSBB DKI Jakarta selama dua minggu," kata Anies dalam keterangan tertulis kemarin.
Anies menjelaskan, saat ini mulai tampak tanda-tanda pelandaian kasus positif dan kasus aktif di Jakarta, seiring dengan berkurangnya mobilitas warga saat dilakukan pengetatan PSBB . Pada 12 hari pertama September, pertambahan kasus aktif sebanyak 49% atau 3.864 kasus. Pada periode PSBB, yakni 12 hari berikutnya, penambahan jumlah kasus aktif masih terjadi, namun berkurang menjadi 12% atau 1.453 kasus.
"Pelandaian grafik kasus aktif bukanlah tujuan akhir. Kita masih harus terus bekerja bersama untuk memutus mata rantai penularan. Pemerintah terus tingkatkan 3T dan warga perlu berada di rumah dulu, hanya bepergian bila perlu sekali dan terapkan 3M," imbaunya.
Epidemiolog dari Griffith University, Australia, Dicky Budiman, mengatakan, masih tingginya kasus baru Covid-19 di Jakarta lantaran penerapan PSBB yang tidak dalam dosis optimal dan durasinya singkat. “Sekali lagi, PSBB yang dilakukan di Jakarta ini bukan dalam dosis optimal. Masih dalam dosis kompromi dan durasinya tidak optimal, singkat, hanya dua minggu,” tuturnya di Jakarta kemarin.
Dicky menyarankan agar Pemprov DKI Jakarta mengevaluasi lagi penerapan PSBB ini agar memberikan dampak yang optimal dalam mengendalikan virus corona. “Perlu dievaluasi dan juga harus dijadikan pelajaran bahwa bila setengah-setengah, yang terjadi resources kita berkurang, tapi dampaknya tidak optimal. Ini kita jadi semakin kalah berpacu dengan virus,” desaknya. (Bima Setiyadi/Harits Tryan Akhmad)
(ysw)