Jangan Abaikan Lingkungan Dalam Penataan Kawasan Jabodetabek–Punjur

Kamis, 10 September 2020 - 06:35 WIB
loading...
Jangan Abaikan Lingkungan Dalam Penataan Kawasan Jabodetabek–Punjur
Foto: dok/SINDOnews/Haryudi
A A A
JAKARTA - Pemerintah bersiap menata ulang pengembangan kawasan Jakarta dan kota penyangganya. Melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) pemerintah sudah mengajukan anggaran Rp240 miliar untuk menjalankan program tersebut pada tahun depan.

Rencana pembenahan kawasan Jabodetabek plus Puncak dan Cianjur (Jabodetabek–Punjur) memang urgen dilaksanakan mengingat kondisinya semakin semrawut, baik di hulu maupun hilir. Langkah ini juga menindaklanjuti Peraturan Presiden (Perpres) No 60 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jabodetabek–Punjur yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu. (Baca: Kasus Positif Covid-19 Kian Mengkhawatirkan, Rumah Sakit di Ambang Kolaps)

Namun penataan seperti apa yang bakal dilakukan, masih mengundang perdebatan. Salah satunya penataan dan integrasi kawasan yang bakal dilakukan dinilai hanya berorientasi kepentingan bisnis. Di sisi lain persoalan lingkungan hidup kurang menjadi perhatian.

Sorotan ini di antaranya disampaikan pengamat tata kota Nirwono Joga dan anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Guspardi Gaus. Mereka mengkhawatirkan pembangunan yang tak terkendali dan tanpa memedulikan kondisi lingkungan akan semakin menggerus ruang terbuka hijau (RTH). “Semua hanya berdasarkan orientasi ekonomi. Akibat jangka panjang, kita merasakan degradasi kualitas hidup,” ujar Nirwono kepada KORAN SINDO.

Dia mengingatkan penataan kawasan DKI Jakarta dan daerah penyangganya harus berbasis persoalan banjir dan pemukiman. Seperti banjir, sejauh ini pengendalian yang dilakukan Jakarta dengan Kabupaten Bogor selaku pemilik wilayah Puncak tidak pernah mencapai titik temu.

“Puncak arah pengembangannya untuk pendapatan asli daerah (PAD). Sementara itu Jakarta mengharapkan kawasan itu menjadi hutan lindung. Akan tetapi supaya itu tetap hutan lindung dan daya resap terjaga, Kabupaten Bogor menghadapi masalah PAD,” jelasnya. (Baca juga: Ini cara Bupati Madiun Tekan Covid-19 di Daerahnya)

Dia mencontohkan, dengan menjadikannya kawasan konservasi, seharusnya tidak boleh ada izin untuk pertanian, perkebunan, dan pendirian vila. Kenyataannya Kabupaten Bogor tetap memberikan izin pembangunan di kawasan itu. Pada titik inilah pemerintah pusat harus menjembatani.

“Di sinilah tata ruangnya sering tidak nyambung. Kementerian ATR bertugas menyelaraskan itu dan memberikan insentif atau kompensasi kepada Kabupaten Bogor. Ini terkait dengan turunan di Kota Bogor dan Depok. Begitu masuk Bogor dan Depok, bagaimana bantaran kalinya tidak ada permukiman dan sampah,” paparnya.

Pemerintah juga harus mengubah paradigma pembangunan pemukiman, transportasi umum, dan lokasi kerja atau usaha masyarakat Jabodetabek. Pengembangannya fokus pada kota-kota pendukung dan tidak lagi berpusat ke Jakarta. Semua kota harus hidup secara mandiri.

“Artinya bagaimana para pekerja yang tinggal di kawasan kota itu tidak perlu datang ke Jakarta. Bisa jadi mereka mengembangkan pekerjaan di kota masing-masing. Atau mengandalkan pengembangan permukiman itu tadi. (Ini) kalau bicara 1–5 tahun ke depan menghadapi Covid-19,” jelasnya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1503 seconds (0.1#10.140)