Pembatasan Angkutan Logistik saat Nataru Picu Kelangkaan Barang
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Gerindra Bambang Haryo Soekartono (BHS) mengatakan, kebijakan pengaturan pembatasan angkutan logistik sumbu III pada masa libur Natal 2024 dan libur Tahun Baru 2025 berpotensi menurunkan angka distribusi barang.
"Hal ini bertolak belakang dengan keinginan Presiden Prabowo Subianto yang ingin menumbuhkan perekonomian Indonesia hingga 8% yang harus mendukung hasil industri dan perdagangan," ujarnya, Jumat (13/12/2024).
Seharusnya sebelum mengeluarkan kebijakan harus melibatkan Kementerian terkait serta mendengarkan aspirasi dari para pelaku usaha baik industri maupun perdagangan. Termasuk pengusaha transportasi logistik darat dalam negeri yang tergabung dalam Asosiasi Aptrindo maupun transportasi laut dalam dan luar negeri untuk kepentingan logistik dalam negeri dan ekspor impor yang semuanya terkait pendistribusian barang, hasil industri untuk perdagangan.
Apalagi industri dan perdagangan di setiap momen akhir tahun selalu mengejar target hasil produksi dan pendistribusian serta target pendistribusian perdagangan untuk mengejar ketertinggalan pada bulan-bulan sebelumnya di setiap tahun.
"Bagaimana mereka bisa mencapai target kalau distribusi logistiknya melambat? Dan bahkan kebijakan ini berpeluang mengakibatkan kelangkaan barang. Sehingga akan terjadi hukum pasar di mana harga barang akan meningkat di saat masyarakat membutuhkan barang tersebut tetapi terjadi kelangkaan," ungkapnya.
Menurut Bambang, peningkatan target dan perdagangan tersebut memang selaras dengan amanat Presiden Prabowo Subianto yang menginginkan pertumbuhan signifikan di sektor ekonomi nasional.
"Tolong jangan disamakan liburan akhir tahun dengan liburan Lebaran. Kalau liburan Lebaran, semua pegawai pabrik industri dan perdagangan serta UMKM libur dan sebagian besar usahanya akan tutup dan jangka waktunya pendek. Sehingga semua jalur jalan raya sangat padat dengan arus pemudik. Karena 85% mayoritas masyarakat Indonesia adalah muslim. Dan pelajar serta mahasiswa pun semuanya libur mengakibatkan seluruh jalur wisata penuh," ujarnya.
Berbeda dengan libur Nataru. Banyak pegawai industri dan perdagangan yang tidak libur dan mudik. Mereka lebih banyak liburan ke kawasan pariwisata sehingga jalur tidak terlalu padat. Bahkan, sekolah-sekolah muslim serta mahasiswa masih masuk dan ujian sampai 30 Desember 2024.
Seharusnya kebijakan pembatasan operasional kendaraan logistik tidak diberlakukan secara nasional. Karena jelas kepadatan yang ekstrem biasanya ada di jalur tertentu yang ada di Pulau Jawa. Sedangkan yang di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, NTB, serta daerah-daerah lainnya di Indonesia, tidak terjadi kepadatan.
Di Jawa pun hanya titik-titik tertentu yang seharusnya pemegang kebijakan traffic dari kepolisian maupun Kementerian Perhubungan (Kemenhub) bisa mengatur penggunaan jalur untuk pemerataan jalur dari Timur ke Barat atau sebaliknya, bisa menggunakan Jalur Utara misalnya hanya untuk logistik dan publik massal karena sebagian besar pelabuhan laut ada di Pesisir Utara Jawa.
Jalur Tengah hanya untuk kendaraan pribadi dan publik massal atau bus serta Jalur Selatan yang juga bisa digunakan untuk kendaraan privat maupun publik massal.
Yang saat ini load factornya relatif masih sangat kecil tidak lebih dari 20% di saat traffic puncak. Dan perlu diingat kita masih punya jalur tol yang bisa digunakan secara maksimal untuk kepentingan kendaraan pribadi dan publik massal.
"Jadi kebijakan ini jangan hanya copas dari kondisi tahun lalu, tapi seharusnya kita sudah mulai mempunyai inisiatif untuk mengatur traffic dan betul-betul menerapkan kebijakan pembatasan logistik di wilayah yang memang benar-benar bermasalah dari sisi kepadatan trafficnya," ujar Bambang.
"Jangan sampai industri perdagangan dan bahkan ekspor impor dikorbankan serta terganggu yang membawa dampak menurunkan target pertumbuhan ekonomi di negara kita," sambungnya.
"Hal ini bertolak belakang dengan keinginan Presiden Prabowo Subianto yang ingin menumbuhkan perekonomian Indonesia hingga 8% yang harus mendukung hasil industri dan perdagangan," ujarnya, Jumat (13/12/2024).
Seharusnya sebelum mengeluarkan kebijakan harus melibatkan Kementerian terkait serta mendengarkan aspirasi dari para pelaku usaha baik industri maupun perdagangan. Termasuk pengusaha transportasi logistik darat dalam negeri yang tergabung dalam Asosiasi Aptrindo maupun transportasi laut dalam dan luar negeri untuk kepentingan logistik dalam negeri dan ekspor impor yang semuanya terkait pendistribusian barang, hasil industri untuk perdagangan.
Apalagi industri dan perdagangan di setiap momen akhir tahun selalu mengejar target hasil produksi dan pendistribusian serta target pendistribusian perdagangan untuk mengejar ketertinggalan pada bulan-bulan sebelumnya di setiap tahun.
"Bagaimana mereka bisa mencapai target kalau distribusi logistiknya melambat? Dan bahkan kebijakan ini berpeluang mengakibatkan kelangkaan barang. Sehingga akan terjadi hukum pasar di mana harga barang akan meningkat di saat masyarakat membutuhkan barang tersebut tetapi terjadi kelangkaan," ungkapnya.
Menurut Bambang, peningkatan target dan perdagangan tersebut memang selaras dengan amanat Presiden Prabowo Subianto yang menginginkan pertumbuhan signifikan di sektor ekonomi nasional.
"Tolong jangan disamakan liburan akhir tahun dengan liburan Lebaran. Kalau liburan Lebaran, semua pegawai pabrik industri dan perdagangan serta UMKM libur dan sebagian besar usahanya akan tutup dan jangka waktunya pendek. Sehingga semua jalur jalan raya sangat padat dengan arus pemudik. Karena 85% mayoritas masyarakat Indonesia adalah muslim. Dan pelajar serta mahasiswa pun semuanya libur mengakibatkan seluruh jalur wisata penuh," ujarnya.
Berbeda dengan libur Nataru. Banyak pegawai industri dan perdagangan yang tidak libur dan mudik. Mereka lebih banyak liburan ke kawasan pariwisata sehingga jalur tidak terlalu padat. Bahkan, sekolah-sekolah muslim serta mahasiswa masih masuk dan ujian sampai 30 Desember 2024.
Seharusnya kebijakan pembatasan operasional kendaraan logistik tidak diberlakukan secara nasional. Karena jelas kepadatan yang ekstrem biasanya ada di jalur tertentu yang ada di Pulau Jawa. Sedangkan yang di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, NTB, serta daerah-daerah lainnya di Indonesia, tidak terjadi kepadatan.
Di Jawa pun hanya titik-titik tertentu yang seharusnya pemegang kebijakan traffic dari kepolisian maupun Kementerian Perhubungan (Kemenhub) bisa mengatur penggunaan jalur untuk pemerataan jalur dari Timur ke Barat atau sebaliknya, bisa menggunakan Jalur Utara misalnya hanya untuk logistik dan publik massal karena sebagian besar pelabuhan laut ada di Pesisir Utara Jawa.
Jalur Tengah hanya untuk kendaraan pribadi dan publik massal atau bus serta Jalur Selatan yang juga bisa digunakan untuk kendaraan privat maupun publik massal.
Yang saat ini load factornya relatif masih sangat kecil tidak lebih dari 20% di saat traffic puncak. Dan perlu diingat kita masih punya jalur tol yang bisa digunakan secara maksimal untuk kepentingan kendaraan pribadi dan publik massal.
"Jadi kebijakan ini jangan hanya copas dari kondisi tahun lalu, tapi seharusnya kita sudah mulai mempunyai inisiatif untuk mengatur traffic dan betul-betul menerapkan kebijakan pembatasan logistik di wilayah yang memang benar-benar bermasalah dari sisi kepadatan trafficnya," ujar Bambang.
"Jangan sampai industri perdagangan dan bahkan ekspor impor dikorbankan serta terganggu yang membawa dampak menurunkan target pertumbuhan ekonomi di negara kita," sambungnya.
(jon)