Apa Hubungan Covid-19 dengan 3E?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Membiasakan diri untuk berperilaku sesuai protokol kesehatan Covid-19 cukup sulit. Meskipun terus diberitahukan setiap harinya.
"Urusan perilaku jangan dianggap remeh, artinya jangan berpikir hanya karena kita sudah memberitahu ke masyarakat kemudian masyarakat langsung patuh, tidak seperti itu," ujar Communication for Development Specialist UNICEF Indonesia Rizky Ika Syafitri dalam diskusi Polemik Trijaya bertajuk Burik Sikap, Covid Dibelah, Sabtu (29/8/2020). (Baca juga: Corona di DKI Tinggi, Pengawasan di Zona Merah Harus Diperketat)
Menurut Tim Komunikasi Publik Satgas Penanganan Covid-19 itu, antara pengetahuan dan perilaku itu tidak selalu berbanding lurus. Maka itu, batasan antara perilaku dan pengetahuan harus diintervensi dengan rumus 3E.
E yang pertama yakni Education. Jadi edukasinya harus dilakukan terus menerus untuk menyasar mereka yang belum tahu supaya menjadi tahu, yang belum paham menjadi paham, yang belum tahu risikonya Covid-19 apa menjadi paham kemudian tahu cara mencegahnya.
"Tahu saja tidak cukup. Orang yang paham tetap melakukan perilaku-perilaku berisiko, maskernya gak dipake, gak menjaga jarak, tidak mencuci tangan, kenapa? karena mereka butuh environment untuk memastikan perilakunya," katanya.
Karena itu, edukasi harus didukung E lainnya yakni Engineering. Dimaksudkan untuk merekayasa sedemikian rupa sehingga orang mau tidak mau melakukan perilaku itu. (Baca juga: Tak Pakai Masker, Belasan Warga Tanjung Priok Diberi Sanksi Sosial)
"Contoh kalau mau masuk kantor harus diukur suhunya, harus pakai masker, kalau gak pakai masker gak boleh masuk misalnya gitu. Jadi orang dipaksa," ucapnya.
E yang ketiga yakni Enforcement atau penegakan, sebab harus ada penegakan aturannya. Ini tidak melulu harus sanksi legal sebenarnya bukan berarti kemudian berupa sanksi hukuman legal atau denda, tapi juga sanksi sosial.
"Jadi ini harus dilakukan. Tiga faktor ini harus jalan untuk memastikan perilakunya itu terjadi," ujar Rizky.
"Urusan perilaku jangan dianggap remeh, artinya jangan berpikir hanya karena kita sudah memberitahu ke masyarakat kemudian masyarakat langsung patuh, tidak seperti itu," ujar Communication for Development Specialist UNICEF Indonesia Rizky Ika Syafitri dalam diskusi Polemik Trijaya bertajuk Burik Sikap, Covid Dibelah, Sabtu (29/8/2020). (Baca juga: Corona di DKI Tinggi, Pengawasan di Zona Merah Harus Diperketat)
Menurut Tim Komunikasi Publik Satgas Penanganan Covid-19 itu, antara pengetahuan dan perilaku itu tidak selalu berbanding lurus. Maka itu, batasan antara perilaku dan pengetahuan harus diintervensi dengan rumus 3E.
E yang pertama yakni Education. Jadi edukasinya harus dilakukan terus menerus untuk menyasar mereka yang belum tahu supaya menjadi tahu, yang belum paham menjadi paham, yang belum tahu risikonya Covid-19 apa menjadi paham kemudian tahu cara mencegahnya.
"Tahu saja tidak cukup. Orang yang paham tetap melakukan perilaku-perilaku berisiko, maskernya gak dipake, gak menjaga jarak, tidak mencuci tangan, kenapa? karena mereka butuh environment untuk memastikan perilakunya," katanya.
Karena itu, edukasi harus didukung E lainnya yakni Engineering. Dimaksudkan untuk merekayasa sedemikian rupa sehingga orang mau tidak mau melakukan perilaku itu. (Baca juga: Tak Pakai Masker, Belasan Warga Tanjung Priok Diberi Sanksi Sosial)
"Contoh kalau mau masuk kantor harus diukur suhunya, harus pakai masker, kalau gak pakai masker gak boleh masuk misalnya gitu. Jadi orang dipaksa," ucapnya.
E yang ketiga yakni Enforcement atau penegakan, sebab harus ada penegakan aturannya. Ini tidak melulu harus sanksi legal sebenarnya bukan berarti kemudian berupa sanksi hukuman legal atau denda, tapi juga sanksi sosial.
"Jadi ini harus dilakukan. Tiga faktor ini harus jalan untuk memastikan perilakunya itu terjadi," ujar Rizky.
(jon)