Mapolsek Ciracas Dibakar, Ahli Forensik Sebut Polisi Korban Stigmatisasi

Sabtu, 29 Agustus 2020 - 23:10 WIB
loading...
Mapolsek Ciracas Dibakar, Ahli Forensik Sebut Polisi Korban Stigmatisasi
Kondisi mobil yang rusak akibat penyerangan di Polsek Ciracas, Jakarta, Sabtu, (29/8/2020). Polsek Ciracas dikabarkan diserang oleh sejumlah orang tak dikenal pada Sabtu (29/8) dini hari. ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/hp
A A A
TANGERANG - Markas Kepolisian Sektor (Mapolsek) Ciracas diserang sejumlah orang tak dikenal yang diduga oknum TNI . Serangan ini menimbulkan kerugian besar dari polisi, maupun warga sekitar Mapolsek Ciracas. Sejumlah kendaraan dinas polisi, motor dan mobil dibakar.

Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel mengatakan, polisi sebagai pelindung dan pengayom masyarakat saja bisa menjadi korban serangan, bagaimana warga biasa. ( )

"Di sisi lain, jika penyerangan ke mapolsek itu dilakukan oleh pihak-pihak yang sedang punya perkara hukum, kejadian tersebut bisa dipahami sebagai konsekuensi wajar," kata Reza kepada SINDOnews, Sabtu (29/8/2020).

Menurutnya, hal itu dapat diartikan sebagai perlawanan yang dilakukan oleh pelanggar hukum, terhadap kantor yang sedang melakukan proses hukum atas diri mereka. ( )

"Beda kisah, ketika penyerangan terhadaplembaga penegakan hukum, dalam hal ini Mapolsek, dilancarkan oleh pihak yang sebetulnya tidak sedang punya kasus hukum di Mapolsek setempat," sambung Reza.

Penyerangan seperti itu, kata Reza, bukan perkara biasa dan harus disikapi negara. Karena, bisa jadi tindakan ini sebagai pesan simbolik yang ingin mendapatkan respons. ( )

"Sehingga keluarlah UU yang menyetarakan kejahatan semacam itu sebagai kejahatan yang dilatarbelakangi kebencian. Itu karena polisi dipandang sebagai pihak yang juga acap mengalami stigmatisasi," ungkapnya.

Tetapi, bisa jadi bahwa aksi penyerangan dan perusakan sebagai pesan simbolik itu bertitik tolak pada stigma terhadap polisi itu. Stigma inilah yang menjadi esensi dari hate crime.

"Ketika pelaku penyerangan polisi ini dijerat dengan serve and protect act, maka ancaman pidananya akan lebih berat daripada penyerangan biasa. Dalam hal ini, publik pun akan menilai polisi sebagai korban," jelasnya.

Namun, persoalan yang ada tidak sederhana itu. Antara TNI dan Polri memang kerap terjadi rivalitas keduanya. Rivalitas antara TNI dengan Polri ini merupakan persoalan klasik.

"Karena merupakan gesekan dua institusi, maka seketika muncul bayangan tentang jiwa korsa menyimpang. Tapi kalau unsur korps ditanggalkan, maka ini sebetulnya kejadian biasa: in-group versus out-group," paparnya.

Persoalan ini, kata dia, tidak hanya harus diselesaikan lewat pidana atau lewat diskresi. Tetapi, harus bisa menyelesaikan masalah saat ini, dan menangkap pertikaian susulan

."Rasa aman dan kepercayaan masyarakat harus tetap terjamin selama proses penyelesaian dilakukan. Individu-individu yang cidera juga harus direhabilitasi untuk mencegah pertikaian susulan," pungkasnya.
(mhd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4084 seconds (0.1#10.140)