Punya Jiwa Aktivis, Pramono Dianggap Pantas Memimpin Jakarta

Minggu, 13 Oktober 2024 - 14:12 WIB
loading...
Punya Jiwa Aktivis,...
Pramono Anung dianggap pantas memimpin Jakarta karena punya jiwa aktivis. Foto/Dok SINDOnews/Felldy Utama
A A A
JAKARTA - Mantan Kepala Aksi dan Advokasi PIJAR era 1990-an yang kini sebagai Pegiat Media Sosial Agusto Sulistio menilai Pramono Anung pantas memimpin Jakarta karena punya jiwa aktivis. Menurut dia, Jakarta membutuhkan pemimpin yang juga punya rekam jejak sebagai seorang aktivis.

Dia mengomentari penampilan calon gubernur Jakarta nomor urut 3 itu dalam debat perdana Pilkada Jakarta 2024. “Pramono tampak lugas dalam menyampaikan gagasannya, memukau audiens dengan ide-ide konkret tentang bagaimana membangun Jakarta,” ujar Agusto dikutip Minggu (13/10/2024).

Dia berpendapat, sosok Pramono terlihat bukan hanya sebagai politikus, tetapi juga sebagai pekerja lapangan yang paham administrasi. Dia pun mengutip catatan Manuel Kaisiepo yang menyebut Mas Pram adalah politisi penggalang solidaritas sekaligus administratur ulung.





Menurut Agusto, panggung debat perdana Pilkada Jakarta malam itu dikuasai Pasangan Cagub-Cawagub Nomor Urut 3 Pramono Anung dan Rano Karno atau Si Doel. “Hal ini terbukti dari hasil polling yang dirilis oleh Kompas dan iNews, dengan masing-masing memberikan dukungan 46% dan 64% responden," kata Agusto.

Agusto mengatakan, bagi yang mengenal Pram hal ini bukan kejutan. Latar belakangnya sebagai aktivis mahasiswa dan ketua Satgas pertama di ITB adalah modal kuat yang mengantarkannya dalam perjalanan panjang di dunia politik.

Agusto menceritakan, Pram, mahasiswa ITB angkatan 1982 jurusan Teknik Pertambangan, adalah bagian dari generasi yang masih merasakan imbas pembubaran Dewan Mahasiswa (DM) ITB pada 1978. Meski saat itu DM dibubarkan, namun semangat gerakan mahasiswa tak pernah padam.

Kampus-kampus, termasuk ITB, tetap menjadi arena perlawanan. Ketua-ketua himpunan di ITB saat itu bersatu membentuk Komite Pembelaan Mahasiswa (KPM), yang fokus utamanya adalah mengadvokasi para pimpinan mahasiswa yang ditangkap oleh rezim Orde Baru.

Pada 1985, kata Agusto, ITB menjadi saksi aksi besar mahasiswa menentang rally mobil, yang dianggap menghabiskan subsidi BBM secara berlebihan. Rally ini digelar hampir setiap minggu di kota-kota besar seperti Medan, Jakarta, dan Surabaya, bahkan di perkebunan Sumatera dan Kalimantan.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0905 seconds (0.1#10.140)