Sidang Gugatan Perdata First Travel Ditunda, Jamaah Histeris dan Pingsan

Senin, 25 November 2019 - 20:23 WIB
Sidang Gugatan Perdata First Travel Ditunda, Jamaah Histeris dan Pingsan
Sidang Gugatan Perdata First Travel Ditunda, Jamaah Histeris dan Pingsan
A A A
DEPOK - Sidang gugatan vonis perdata korban First Travel di Gedung Pengadilan Negeri Kota Depok berlangsung ricuh. Pasalnya sidang yang menentukan nasib para korban calon jemaah itu ditunda oleh majelis hakim.

Para korban sontak berteriak di ruang sidang sesaat setelah Ketua Majelis Hakim persidangan menyatakan sidang tersebut ditunda. Bahkan tak sedikit yang jatuh pingsan karena tak kuasa menahan emosi.

Majelis hakim beralasan menunda proses sidang karena musyawarah belum selesai. "Sidang putusan, kami tunda karena musyawarah belum selesai," kata Ketua Majelis Hakim Ramond Wahyudi di PN Kota Depok, Senin (25/11/2019).

Para korban kecewa karena sudah menunggu lama hingga akhirnya sidang dijadwalkan digelar hari ini. Saking histerisnya, salah satu, jamaah wanita pingsan.

Koordinator Jamaah Eni Rifqiah mengatakan pihaknya telah menunggu lama vonis perdata kasus tersebut. Kemudian dalam waktu lima menit Hakim menyatakan ditunda.

"Kami semua tentu kecewa, bisa dibayangkan katanya mau musyawarah tapi kenapa ditunda. Bayangkan, kami sudah mengikuti sidang ini sejak 4 Maret 2019 lalu atau kurang lebih tujuh bulan lamanya," katanya.

Dijelaskan dia bahwa selama ini para korban sudah melewati masa sulit dengan menanti putusan sidang Pidana hingga mengajukan gugatan perdata. Seluruh mekanisme hukum ditempuh demi mendapatkan hak.

"Saya mewakili 3.207 jamaah, dengan total kerugian kurang lebih Rp49 Miliar. Kami, disini tanpa kuasa hukum sepeninggal kuasa hukum kami yang berjuang bersama meninggal dunia beberapa waktu lalu. Jadi, kami memperjuangkan kelompok kami," ucapnya.

Sementara itu, Zulherial salah satu jamaah yang jauh - jauh datang dari Kota Palembang ke Depok untuk mengikuti sidang tersebut mengaku emosi. Dirinya sempat memukul meja, karena kesal sidang diundur.

"Intinya, kami meminta ganti rugi apa yang telah kami setorkan kepada First Travel adalah hak kami. Kalau memang dilelang, serahkan kepada kami itu bukan milik negara," katanya.

Dia sudah menyetorkan uang senilai Rp84 Juta untuk memberangkatkan kekuarganya ke Tanah Suci. Namun, tak disangka Zulherial menjadi korban penipuan. "Kami akan terus berjuang, karena ini adalah jerih payah dari awal. Bagaimanapun caranya, kami meminta ganti rugi," tukasnya.

Humas Pengadilan Negeri Kota Depok, Nanang Herjunanto mengatakan pihaknya mengusahakan agar musyawarah tersebut lekas diselesaikan sehingga ada titik terang, dari proses hukum gugatan tersebut. "Setiap perkara itu pada asasnya, sederhana, cepat, berbiaya ringan jadi sebisa mungkin musyawarah dilakukan secepatnya," katanya.

Menurut dia, hasil musyawarah bersifat rahasia dan akan dibuka saat sidang putusan digelar. Dirinya pun tidak bisa memastikan apakah persidangan putusan gugatan yang di jadwalkan pada 2 Desember 2019 mendatang akan kembali diundur. "Kita tidak bisa memberitahukan bahwa putusannya akan ditunda, atau tetap dibacakan. Intinya, kalau sudah selesai baru bisa diputus," tegasnya.

Sementara itu, kuasa hukum korban First Travel Natalia Rusli mengaku kecewa dengan pengunduran putusan hukum perdata tersebut. Namun, disisi lain apabila gugatan itu nantinya di cetuskan hanya berlaku bagi kurang lebih 240 jamaah dan penambahan 3.000 jamaah lainnya. Karena, merekalah yang mengajukan gugatan tersebut sejak awal.

"Ya sebetulnya, kami berharap hasil gugatan ini berlaku bagi seluruh korban penipuan First Travel atau kurang lebih mencapai 63 ribu jamaah. Biar bagaimanapun, negara harus bertanggung jawab kepada mereka," katanya.

Dia mengatakan, rencana proses lelang aset yang diharapkan mampu mengganti kerugian para jamaah diakuinya akan memakan waktu lama. Sehingga menurut Natalia, solusi yang bisa diambil adalah campur tangan pemerintah.

"Jadi saya condong, pemerintah agar mengambil sikap cepat, tepat, terhitung. Kan pemerintah sudah siap ambil aset, tinggal bagaimana sistem pembagian kepada para jamaah," pungkasnya.
(ysw)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6505 seconds (0.1#10.140)