Anies: Penanganan Banjir di Jakarta Harus dari Hulu

Rabu, 16 Oktober 2019 - 21:06 WIB
Anies: Penanganan Banjir di Jakarta Harus dari Hulu
Anies: Penanganan Banjir di Jakarta Harus dari Hulu
A A A
JAKARTA - Pemprov DKI Jakarta menyatakan persoalan banjir akan menjadi masalah tahunan bagi Ibu Kota selama selama volume air dari hulu tidak dapat dikendalikan.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, selama volume air dari hulu tidak dikendalikan, maka sebesar apapun waduk yang dibuat secepat apapun jalur sampai ke laut, akan selalu menghadapi masalah."Kenapa ada masalah? karena kita menghadapi yang tadi disampaikan, yaitu permukaan tanah lebih rendah lalu permukaan air laut yang tinggi. Jadi membiarkan air dari hulu datang ke kota secepatnya dikirim ke pesisir akan bertemu dengan permukaan air laut yang lebih tinggi," kata Anies kepada wartawan, Rabu (16/10/2019).

Anies mengungkapkan, strategi yang harus didorong lebih jauh adalah membangun kolam-kolam retensi dihulu, sehingga volume air yang masuk ke Jakarta itu terkendali."Lihat beberapa bulan lalu ketika kawasan Kampung Melayu banjir padahal di situ sudah dilakukan normalisasi. Kan kalau logikanya, ditempat yang sudah dan normalisasi harusnya tidak banjir," ungkap Anies.

"Kenapa masih terjadi banjir? karena masalahnya volume air yang dari hulu itu tidak dikendalikan," sambungnya. Anies mengaku telah berbicara juga dengan Menteri PUPR, bahkan beberapa hari lalu dengan Presiden Joko Widodo soal percepatan bendungan-bendungan dibangun dihulu.

"Karena apapun yang kita kerjakan dihilir apalagi dengan ada permukaan air laut, kecepatan air yang tinggi dengan volume besar tidak mungkin bisa dipompa dengan cepat sampai ke laut. Jadi kita dorong ke sana, itu yang kita lakukan jangka panjangnya begitu dan kita bicara dengan BBWSCC untuk membereskan itu," ucap Anies.

Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSC), Bambang Hidayat menegaskan, salah satu upaya untuk mengatasi banjir itu adalah normalisasi kali karena dapat membuat kapasitas kali atau sungai menjadi lebih banyak menampung debit banjir. Sayangnya, program normalisasi sepanjang 33 kilometer yang dimulai sejak 2013 lalu baru berjalan sekitar 48% atau baru sekitar 16 kilometer.

Normalisasi terhenti sejak Februari 2018 lantaran Pemprov DKI belum melakukan pembebsan lahan."Tidak dikerjakan karena dibangun alam naturalisasi," ungkapnya.

Selain itu, lanjut Bambang, Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta harus melakukan pengerukan secara rutin agar sungai atau kali tidak menjadi dangkal. Sebab, sendimentasi akan terus terjadi pada umumnya ketika di hulu curam, longsor dan terbawa ke hilir akhirnya menyebabkan sendimentasi.

"Di normalisasi ada pengerukan nah pengerukan rutin tetap harus dilakukan pemeliharaan rutin tiap tahun harus ada karena kalau dibiarkan sedimentasi meningkat sehingga kembali dangkal," ucapnya.
(whb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.3791 seconds (0.1#10.140)