Sanksi E-TLE Tak Bikin Jera Pengguna Kendaraan

Kamis, 29 Agustus 2019 - 07:52 WIB
Sanksi E-TLE Tak Bikin Jera Pengguna Kendaraan
Sanksi E-TLE Tak Bikin Jera Pengguna Kendaraan
A A A
JAKARTA - Upaya menegakkan disiplin berlalu lintas melalui electronic traffic law enforcement (ETLE) di kawasan Jalan Sudirman-Jalan Thamrin ternyata belum sepenuhnya mampu menghadirkan efek jera. Terbukti banyak pengendara yang mengulang pelanggaran lalu lintas.

Berdasar data yang dirilis Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, selama November 2018 hingga Agustus 2019, dari total 11.814 pengemudi yang ditilang, sebanyak 362 pelanggar tercatat pernah ditilang.

Di sisi lain pengendara yang nekat melanggar lalu lintas juga terbilang masih banyak. Sejak 1 November 2018 hingga saat ini sudah ada 11.814 pengendara yang melakukan konfirmasi atas pelanggaran terekam kamera ETLE.

Seperti diketahui, untuk menegakkan aturan berlalu lintas, 11 titik di sepanjang Jalan Sudirman-Jalan Thamrin dipasangi kamera ETLE. Kamera ini tanpa kompromi mampu menangkap berbagai pelanggaran seperti tidak mengenakan seat belt, memakai ponsel saat berkendara, melanggar sistem ganjil-genap, melanggar marka jalan, dan melanggar sinyal lampu merah.

"Sebanyak 362 pelanggar itu sudah pernah ditilang dengan ETLE dan sudah selesai sanksinya, terus melakukan pelanggaran ETLE lagi," ujar Kasubdit Penegakan Hukum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP M Nasir dalam keterangan kepada wartawan kemarin.

Pihak kepolisian sebenarnya tegas memberi sanksi terhadap pelanggar. Selama 10 bulan penindakan, polisi telah mengajukan ribuan blokir surat tanda nomor kendaraan (STNK). Mereka diblokir kendaraannya karena tidak membayar denda tilang. Total pengajuan blokir STNK itu mencapai 9.169 pelanggar.

Di sisi lain ada 997 pelanggar yang dibuka blokirnya. Blokir kendaraan dibuka setelah pelanggar membayar denda tilang dan mengajukan permohonan buka blokir ke Ditlantas Polda Metro Jaya. Nasir mengimbau para pelanggar segera membayarkan denda jika ingin memperpanjang STNK. “Mereka (pelanggar) sebenarnya sudah kita kasih peringatan, tapi tetap cuek, maka akhirnya kami blokir,” ujarnya.

Selama pelaksanaan ETLE, kepolisian menemukan adanya upaya yang dilakukan pengemudi untuk mengelabui kamera. Langkah ini dilakukan dengan membuat nomor palsu. Kasubdit Regident Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Sumardji mengungkapkan, hal ini dilakukan di antarnya dengan menempatkan pelat khusus seperti bernomor RF palsu pada kendaraannya untuk menghindari genap ganjil maupun ETLE.

"STNK rahasia itu sudah ada aturannya di perkap, yang boleh pakai itu adalah pejabat setingkat menteri dan eselon di bawahnya baik RFS, RFD, RFP, RFL, dan sejenisnya sudah diatur dan tidak boleh dipakai sembarangan,” ujar Sumardji.

Sebagai informasi, ada beberapa jenis kode pelat nomor rahasia yang digunakan. Selain RFS, ada RFP untuk kepolisian atau intelijen dan RFD untuk pejabat Angkatan Darat. Aturan penggunaan TNKB rahasia diatur dalam Pasal 3 ayat e Perkap Nomor 3/2012 bahwa penerbitan rekomendasi STNK/TNKB khusus dan rahasia hanya diberikan kepada pejabat tertentu sesuai dengan kekhususan tugas dan jabatannya.

Kemudian pada Pasal 6 ayat 1 disebutkan STNK/TNKB rahasia diberikan bagi kendaraan bermotor dinas dalam melaksanakan tugas yang membutuhkan kerahasiaan identitas kendaraan bermotor dan pengguna. Pasal 6 ayat (2) menyebutkan siapa saja yang bisa menggunakan pelat rahasia, yakni intelijen TNI, intelijen Polri, intelijen kejaksaan Badan Intelijen Negara (BIN), dan penyidik/penyelidik.

Sumardji menegaskan, bila memang tidak ada surat resmi, pihak kepolisian berhak melakukan penangkapan, bahkan penindakan secara hukum sesuai dengan perundangan-undangan yang berlaku. Disebutkan, bila didapati pengendara menggunakan STNK palsu, mereka bisa dikenai Pasal 263 KUHP.

"Kami akan terus melakukan pemantauan di lapangan bila ditemukan ada pelat nomor yang tidak sesuai peruntukan segera diambil tindakan,” ucapnya.

Anggota DPRD DKI Jakarta Jupiter menilai banyaknya jumlah pelanggaran memperlihatkan bahwa tingkat disiplin berlalu lintas pengendara bermotor masih sangat minim. Dia bahkan yakin jika kamera ETLE dipasang di tiap perempatan lampu merah, jumlah pelanggaran akan semakin banyak.

“Prinsipnya kami mendukung apa yang dilakukan Polda Metro Jaya dan Pemprov DKI Jakarta untuk memberi tindakan tegas bagi mereka yang melanggar,” ujar Jupiter saat dihubungi.

Menurut dia, upaya polisi memblokir STNK yang sampai batas waktu tidak juga membayar denda merupakan tindakan tegas dan harus diapresiasi. Apalagi Jakarta adalah ibu kota negara yang harus menjadi contoh disiplin berlalu lintas yang baik dan benar.

“Oleh karena itu saya mengimbau agar para pengemudi tertib berlalu lintas dan menjaga keselamatan. Karena itu juga menunjukkan sikap kepatuhan terhadap hukum. Saya yakin dan percaya ke depan dengan disiplin berlalu lintas warga DKI akan lebih baik,” tandas politikus Partai NasDem itu.

Jupiter lantas meminta Polda Metro Jaya dan Pemprov DKI Jakarta memperbanyak kamera ETLE agar bisa mengontrol prilaku pengendara di seluruh Jakarta. Dengan harapan hal itu memberikan efek jera agar masyarakat sadar tentang pentingnya tertib berlalu lintas. “Pemblokiran STNK juga untuk memberi efek jera agar masyarakat tak lagi melakukan pelanggaran,” tandasnya.

Sementara itu pengamat perkotaan Universitas Trisakti Nirwono Joga meminta pihak berwajib bertindak tegas tanpa kompromi terhadap para pelanggar. Menurut dia, pemblokiran STNK yang dilakukan Ditlantas Polda Metro Jaya terhadap pelanggar yang tidak membayar denda tilang ETLE sudah tepat. “Ini bagian dari efek jera terhadap kendaraan yang melanggar ETLE,” kata Nirwono.

Senada, Ketua Bidang Advokasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menuturkan, seandainya sanksi demikian tidak memberikan efek jera, diperlukan sanksi lebih berat untuk menindak pengendara yang melanggar. “Saya setuju jika diblokir. Tapi kalau belum ada efek jera, kasih sanksi yang lebih berat lagi,” tegasnya.

Misalnya mereka yang melanggar diberi sanksi berkali-kali lipat. Untuk menerapkan itu perlu adanya perubahan aturan dan ketetapan hukum. Karenanya perlu aturan khusus agar mengikat.

Pengamat transportasi Ellen Tangkudung juga menekankan sanksi tegas. Untuk itu dia menyarankan polisi mencabut SIM pengendara bila tak membayar denda. “Begini, ketika pemilik kendaraan mengonfirmasi dan menyatakan itu miliknya, bisa dilihat surat jual belinya. Nah, pasti tuh orang punya SIM. Kalau ada, cabut aja SIM-nya,” kata Ellen.

Dia juga sependapat denda berkali-kali wajib dilakukan. Artinya bila ke depannya pengendara tersebut melanggar lagi dan berulang, kenakan denda untuk kedua kali, begitu seterusnya. “Ini sebagai efek jera bagi masyarakat yang melanggar,” tegasnya. (Bima Setiyadi/Yan Yusuf)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4137 seconds (0.1#10.140)