Pemprov DKI Jakarta Terbitkan Aturan Baru NJOP, Mantap!
loading...
A
A
A
JAKARTA - Banyak warga DKI Jakarta yang memiliki bangunan, baik yang ditinggali sebagai hunian atau berupa lahan kosong. Namun tidak sedikit di antara mereka yang belum mengetahui bagaimana menghitung besaran pajak lahan dan bangunan yang dimilikinya.
Bila Anda adalah satu di antara mereka, simak baik-baik artikel ini. Anda tentunya sering mendengar NJOP, yang merupakan kependekan dari Nilai Jual Objek Pajak. Lalu apa pengertian Sedangkan NJOP? NJOP tak lain harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar.
Nah, untuk menghitung besaran pajak bumi maupun bangunan, Anda tinggal mengetahui berapa NJOP-nya lalu, ambil 20% NJOP tersebut. Apabila tidak terjadi transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti.
Morris Danny, Kepala Pusat Data dan Informasi Pendapatan Bapenda Jakarta, menjelaskan, Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menyebutkan bagaimana mengatur besaran NJOP yang digunakan sebagai dasar perhitungan PBB-P2 adalah persentase.
“Yaitu paling rendah 20% dan paling tinggi 100%. Maka dari itu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta perlu menetapkan Peraturan lain tentang Persentase NJOP yang digunakan untuk Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan,” tuturnya.
Karena kebutuhan itulah maka terbitlah Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 17 Tahun 2024 tentang persentase nilai jual objek pajak yang digunakan untuk perhitungan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan yang telah ditetapkan pada 30 Mei 2024.
“Ketentuan yang terdapat dalam peraturan gubernur tersebut adalah aturan baru persentase NJOP,” kata Morris.
Aturan yang dimaksud adalah, NJOP yang digunakan untuk perhitungan PBB-P2 memiliki persentase yang berbeda tergantung pada jenis objek PBB-P2. Menurut pasal 2 ayat 1 Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 17 Tahun 2024 NJOP yang digunakan untuk Perhitungan PBB-P2 untuk objek PBB-P2, yaitu untuk hunian, NJOP yang digunakan untuk menghitung PBB-P2 adalah 40%. Sedangkan yang selain hunian, NJOP yang digunakan untuk menghitung PBB-P2 adalah 60% dari NJOP setelah dikurangi NJOPTKP.
“Selanjutnya adalah pertimbangan penetapan persentase. Dalam pasal 2 ayat 2 dijelaskan bahwa Penetapan Persentase NJOP tersebut ditetapkan dengan mempertimbangkan bentuk pemanfaatan objek PBB-P2,” tutur Morris.
Adapun klasifikasi objek PBB-P2 dijelaskan pada pasal 3 Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 17 Tahun 2024, yang menjelaskan tentang Objek PBB-P2 yang terdiri dari beberapa bangunan. Penentuan objek PBB-P2 berupa hunian atau selain hunian didasarkan pada luas jenis penggunaan bangunan yang dominan; dan terhadap objek PBB-P2 berupa tanah kosong dikategorikan termasuk objek pajak selain hunian.
Ketentuan tahun sebelumnya pada pasal 3 Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 17 Tahun 2024 menjelaskan bahwa untuk NJOP yang digunakan untuk perhitungan PBB-P2 pada tahun pajak sebelum berlakunya Peraturan Gubernur ini, masih berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum berlakunya Peraturan Gubernur ini.
Dengan kata lain, bahwa NJOP yang digunakan untuk perhitungan PBB-P2 sebelum berlakunya Peraturan Gubernur tersebut masih mengikuti ketentuan peraturan yang berlaku sebelumnya.
Ketentuan yang terdapat dalam Peraturan Gubernur tersebut memberikan gambaran jelas tentang persentase NJOP yang digunakan untuk perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. Hal ini menjadi acuan penting bagi warga DKI Jakarta dalam memahami peraturan perpajakan yang berlaku dan mengetahui kewajiban pajaknya.
Morris Danny berharap, dengan adanya klasifikasi persentase tersebut, peraturan baru ini dapat meningkatkan keadilan dalam pemungutan PBB-P2, serta meningkatkan kesadaran terhadap warga DKI Jakarta yang memiliki kewajiban pajak bumi dan bangunan.
Bila Anda adalah satu di antara mereka, simak baik-baik artikel ini. Anda tentunya sering mendengar NJOP, yang merupakan kependekan dari Nilai Jual Objek Pajak. Lalu apa pengertian Sedangkan NJOP? NJOP tak lain harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar.
Nah, untuk menghitung besaran pajak bumi maupun bangunan, Anda tinggal mengetahui berapa NJOP-nya lalu, ambil 20% NJOP tersebut. Apabila tidak terjadi transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti.
Morris Danny, Kepala Pusat Data dan Informasi Pendapatan Bapenda Jakarta, menjelaskan, Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menyebutkan bagaimana mengatur besaran NJOP yang digunakan sebagai dasar perhitungan PBB-P2 adalah persentase.
“Yaitu paling rendah 20% dan paling tinggi 100%. Maka dari itu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta perlu menetapkan Peraturan lain tentang Persentase NJOP yang digunakan untuk Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan,” tuturnya.
Karena kebutuhan itulah maka terbitlah Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 17 Tahun 2024 tentang persentase nilai jual objek pajak yang digunakan untuk perhitungan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan yang telah ditetapkan pada 30 Mei 2024.
“Ketentuan yang terdapat dalam peraturan gubernur tersebut adalah aturan baru persentase NJOP,” kata Morris.
Aturan yang dimaksud adalah, NJOP yang digunakan untuk perhitungan PBB-P2 memiliki persentase yang berbeda tergantung pada jenis objek PBB-P2. Menurut pasal 2 ayat 1 Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 17 Tahun 2024 NJOP yang digunakan untuk Perhitungan PBB-P2 untuk objek PBB-P2, yaitu untuk hunian, NJOP yang digunakan untuk menghitung PBB-P2 adalah 40%. Sedangkan yang selain hunian, NJOP yang digunakan untuk menghitung PBB-P2 adalah 60% dari NJOP setelah dikurangi NJOPTKP.
“Selanjutnya adalah pertimbangan penetapan persentase. Dalam pasal 2 ayat 2 dijelaskan bahwa Penetapan Persentase NJOP tersebut ditetapkan dengan mempertimbangkan bentuk pemanfaatan objek PBB-P2,” tutur Morris.
Adapun klasifikasi objek PBB-P2 dijelaskan pada pasal 3 Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 17 Tahun 2024, yang menjelaskan tentang Objek PBB-P2 yang terdiri dari beberapa bangunan. Penentuan objek PBB-P2 berupa hunian atau selain hunian didasarkan pada luas jenis penggunaan bangunan yang dominan; dan terhadap objek PBB-P2 berupa tanah kosong dikategorikan termasuk objek pajak selain hunian.
Ketentuan tahun sebelumnya pada pasal 3 Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 17 Tahun 2024 menjelaskan bahwa untuk NJOP yang digunakan untuk perhitungan PBB-P2 pada tahun pajak sebelum berlakunya Peraturan Gubernur ini, masih berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum berlakunya Peraturan Gubernur ini.
Dengan kata lain, bahwa NJOP yang digunakan untuk perhitungan PBB-P2 sebelum berlakunya Peraturan Gubernur tersebut masih mengikuti ketentuan peraturan yang berlaku sebelumnya.
Ketentuan yang terdapat dalam Peraturan Gubernur tersebut memberikan gambaran jelas tentang persentase NJOP yang digunakan untuk perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. Hal ini menjadi acuan penting bagi warga DKI Jakarta dalam memahami peraturan perpajakan yang berlaku dan mengetahui kewajiban pajaknya.
Morris Danny berharap, dengan adanya klasifikasi persentase tersebut, peraturan baru ini dapat meningkatkan keadilan dalam pemungutan PBB-P2, serta meningkatkan kesadaran terhadap warga DKI Jakarta yang memiliki kewajiban pajak bumi dan bangunan.
(ars)