Trem Jadi Alternatif Transportasi Ibu Kota

Rabu, 08 Mei 2019 - 07:56 WIB
Trem Jadi Alternatif Transportasi Ibu Kota
Trem Jadi Alternatif Transportasi Ibu Kota
A A A
JAKARTA - Kemacetan yang terjadi di Ibu Kota harus ditangani dengan langkah-langkah strategis. Pemanfaatan transportasi umum mutlak diterapkan untuk mengurangi ketergantungan terhadap kendaraan pribadi.

Dalam beberapa tahun terakhir, Pemerintah Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta telah mengembangkan sejumlah moda transportasi umum. Mulai dari kereta rel listrik (KRL), bus Transjakarta, mass rapid transit (MRT) yang memasuki bulan kedua melayani publik, dan light rail transit (LRT) yang akan segera beroperasi.

Namun, keberadaan transportasi massal itu masih belum mampu membuat lalu lintas di jalanan utama Jakarta bebas macet. Pada jam-jam tertentu beberapa ruas jalan masih saja tersendat akibat banyaknya volume kendaraan yang beroperasi.

Kondisi tersebut mendorong Badan Pengelola Transportasi Jakarta (BPTJ) agar DKI memiliki moda transportasi massal baru berupa trem kota. Rencana tersebut telah disampaikan kepada Pemerintah Provinsi Jakarta. Jika tidak ada aral melintang, BPTJ ingin model transportasi tersebut bisa mulai diterapkan tahun ini.

“Trem ini agar mendorong warga menggunakan transportasi publik, supaya lebih menarik. Dengan penggunaan trem kita yakin akan diminati masyarakat menggunakan,” kata Ketua BPTJ Bambang Prihartono, di Jakarta kemarin.

Bambang mengatakan, dibandingkan dengan bus Transjakarta yang mampu mengangkut 40 orang, penggunaan trem akan lebih banyak karena sekali jalan trem bisa mengangkut 200 orang.

Menurut Bambang, jika terealisasi, trem kota akan menggunakan jalur Transjakarta yang sudah eksisting. Hal tersebut akan mempermudah sekaligus meng-upgrade transportasi Jakarta karena telah memiliki lajur sendiri.

“Tidak sulit untuk membangun fasilitas pendukung trem,” katanya.

Secara hukum, pembangunan trem telah tertuang pada Perpes 55 tahun 2018. Karenanya, untuk mendukung rencana itu pihaknya kini tengah berkoordinasi dengan Pemprov DKI Jakarta mempercepat pembangunan trem. “Kita usulkan tahun bisa dibangun dikit dikit,” tuturnya.

Terkait teknolgi trem, kata Bambang, BPTJ telah melakukan studi banding ke Bogota, Kolumbia. Menurutnya Bus negara itu sudah perlahan digantikan dengan trem.

“Mereka sudah mengalihkan ke trem. Dan ini sudah mulai digunakan,” tutupnya.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Budi Setiyadi mengatakan, pihaknya mendukung usulan transportasi trem di wilayah perkotaan seperti Jakarta. Menurut dia, pemanfaatan trem diharapkan bisa lebih memperlancar arus lalu lintas, tidak hanya di perkotaan namun juga di wilayah lain.

"Yang lebih penting adalah simpulnya ada dan itu terintegrasi dengan moda lain seperti bus antar kota maupun transportasi lain seperti stasiun kereta," ujarnya.

Dia bahkan mengusulkan, stasiun-stasiun trem bisa terintegrasi hingga ke terminal bus antar kota. "Dengan adanya integrasi tentu akan lebih efektif nantinya. Apalagi, kita mencanangkan dengan membangun Transit Oriented Development (TOD) pada terminal-terminal sehingga tidak terjadi penumpukan penumpang pada titik tertentu," pungkasnya.

Pihak Pemprov DKI Jakarta mengakui tengah mengkaji wacana menjadikan Transjakarta sebagai transportasi massal berbasis rel atau trem di beberapa koridor.

Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Sigit Wijatmoko, wacana menjadikan bus Transjakarta sebagai trem di beberapa koridor masih dipelajari dan dikaji. Menurutnya, semua ide dan gagasan prinsip direspons sebagai sebuah masukan.

Sementara itu, Ketua Bidang Perkretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) DKI Jakarta Aditya Dwi Laksana menilai, wacana menjadikan Transjakarta sebagai trem pada kondisi saat ini tidak akan efektif.

Menurutnya, tulang punggung transportasi massal memang berbasis rel. Di beberapa negara, kata dia, juga mengandalkan trem meski ada Mass Rapid Transit (MRT) dan Bus Rapid Transit (BRT). Dia pun menyebut, trem di Jakarta bukan hal asing karena pada era sebelum tahun 60-an pernah beroperasi di ibukota. Bahkan jauh sebelum zaman kemerdekaan, trem di ibu kota pernah aktif dioperasikan dengan melayani sejumlah rute antara lain Menteng–Kramat– Jakarta Kota, Senen–Gunung Sahari, Menteng–Merdeka Timur–Harmoni, Cikini–Tanah Abang–Harmoni.

Namun demikian, lanjut Aditya, apabila menerapkan moda transportasi trem pada kondisi saat ini, tentu tidak akan mendukung.

"Bayangkan, ada pertumbuhan lebih dari 25 juta perjalanan per hari di Jakarta. Tidak efektif kalau Transjakarta dijadikan trem. Kalau mau berbasis rel, kembangkan MRT dan LRT," jelasnya.

Aditya menyarankan, lebih baik Pemprov DKI meningkatkan layanan BRT dan Non BRT yang saling terintegrasi hingga ke pemukiman serta mengintegrasikan dengan moda transportasi massal lainnya.

Dia juga mengkritisi, masih ada beberapa program pengendalian kemacetan yang belum di jalankan Pemprov DKI Jakarta. Salah satunya adalah pengendalian kendaraan pribadi melalui jalan berbayar atau Elekronik Road Pricing (ERP) dan implementasi biaya parkir mahal. (Ichsan Amin/Bima Setiyadi/Yan Yusuf)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7462 seconds (0.1#10.140)