Markaz Syariah, Wajah Lembut di Lereng Gunung Gede

Jum'at, 12 April 2019 - 21:03 WIB
Markaz Syariah, Wajah Lembut di Lereng Gunung Gede
Markaz Syariah, Wajah Lembut di Lereng Gunung Gede
A A A
BOGOR - Pesantren Alam dan Agrokultural Markaz Syariah barangkali adalah wajah lembut Front Pembela Islam (FPI). Selain aktivitas Laskar Pembela Islam (LPI)-nya yang selalu hadir membantu korban bencana di seantero negeri, Pesantren Markaz menjadi salah satu tangan FPI menebarkan rahmat Islam langsung ke masyarakat.

Pesantren Markaz Syariah didirikan sekitar delapan tahun lalu oleh Imam Besar FPI Habib Rizieq. Awalnya Habib Rizieq terkejut dengan kuatnya pandangan anti-islam (Islamophobia) yang tak hanya melanda kalangan non Muslim, tapi bahkan umat Islam sendiri. Mereka, dalam pandangan Habib Rizieq, bahkan takut untuk menegaskan sikap sebagai Muslim yang kaffah.

"Karena itulah, pesantren ini dibangun sebagai benteng akidah ahlussunnah wal jamaah dan bercita-cita menghidupkan Islam yang benar-benar rahmat bagi alam," kata Habib Thahir Bin Hamid Alhamid, kakak kandung Habib Rizieq, Rabu 10 April 2019.

Tamu pesantren harus rela menempuh perjalanan berliku. Merayapi jalanan lereng bukit curam di lereng Gunung Gede bila hendak datang berkunjung. Dengan menembus jalanan berlumpur selebar kurang lebih 3 meter sekitar 3 km dari kampung terdekat, Kampung Lemah Neundeut di Kelurahan Sukagalih, Mega Mendung, Kabupaten Bogor, kendaraan terbaik untuk datang ke Markaz Syariah sebenarnya adalah mobil siap offroad alias four wheel drive (4WD).

Pengunjung harus melewati tiga pos pemeriksaan sebelum bisa memasuki area pesantren. Pos pemeriksaan pertama berada di Kampung Lemah Neundeut, tepat di mulut sebuah kelok di pertigaan jalan. Jalan yang kentara baru, mungkin dibuat khusus untuk menuju kawasan pesantren.

Pos kedua sekitar 500 meter sebelum pesantren. Pos terakhir sekaligus menjadi gerbang pesantren. “Kami perlu bikin pos-pos pemeriksan karena selama ini banyak yang datang hanya untuk menulis dan menjelek-jelekkan kami,” kata Iye Aljufri, salah seorang pimpinan FPI Bogor.

Tak banyak santri yang menimba ilmu di sini, karena pesantren pun belum membuka luas penerimaan santri. Jumlahnya baru sekitar 100 santri. “Baru menerima santri yang datang dari cabang-cabang FPI dari seluruh daerah,” kata Abah Rashid, salah seorang kepercayaan Habib Rizieq Shihab.

Namun semua itu tak harus membuat Markaz sepi dari persentuhan sosial dengan masyarakat sekitar. Setiap Jumat pesantren menggelar pengajian keagamaan, yang diakhiri makan siang gratis untuk seluruh jamaah. Waktunya mulai pukul 08.00 WIB diselang shalat Jumat. Berlanjut hingga matahari mulai turun dari puncak posisinya, sebelum waktu Ashar.

Rabu pekan pertama setiap bulan selalu membuat pesantren yang memiliki luas area 70-an hektare itu laiknya punya hajatan. Rabu awal bulan menjadi waktu acara pengajian bulanan yang melibatkan banyak ulama dan habib dari berbagai kabupaten di Jawa Barat. Umumnya mereka datang sejak dini hari, dari berbagai daerah di sekitar Jabodetabek, bahkan Cianjur dan Sukabumi serta Lampung.

Sementara setiap Sabtu pesantren membuka diri untuk warga sekitar berpiknik di area pesantren dan makan siang gratis bersama anak-anak dan keluarga mereka. “Itu amanat dari HRS yang terus kita jaga,” kata Abah Rashid. “Makanya, tuh ada perosotan, ayunan dan alat-alat permainan anak-anak di sini.”

Di kedua momen itu, menurut Abdullah, salah seorang pengurus pesantren, area pesantren pun jadi berubah laiknya ‘pasar kaget’. “Banyak orang berjualan. Mulai jualan makanan, minuman, pakaian muslim-muslimah, atribut FPI, hingga poster para habib,” kata Abdullah.

Menurut dia, pada saat-saat awal, yang datang hanya beberapa mobil. “Sekarang, lapangan parkir itu penuh,” kata dia, menunjuk sebuah dataran lapang yang bisa memuat parkir sekitar 100-an kendaraan roda empat.

Menurut Wakil Ketua Umum Pesantren Markaz Syariah, Syeikh Farid Bin Thalib, awalnya Habib Rizieq hanya berencana membangun pesantren seluas 2-3 ha. “Tapi semangat dan dukungan masyarakat begitu antusias, sehingga kini area pesantren mencapai 70-an hektare,” kata dia.

Di puncak dataran lain tampak kandang sapi dan kuda, serta areal yang ditanami sayur-mayur dan perkebunan alpukat jenis green gold, jambu kristal dan cengkeh. Habib Musthofa Muladawilah, pengusaha ekspor buah ke Eropa dan Timur Tengah, mengatakan alpukat yang dibudidayakan santri Markaz Syariah itu berkualitas premium. “Harganya mahal. Bisa mencapai USD4 per buah,” kata dia. Dia berharap semua aktivitas itu akan membuat pesantren kian mandiri.

Sayangnya, kandang sapi berkapasitas hingga 100 ekor itu kini dibiarkan menganggur. Pasalnya, sapi perah yang selama ini dibudidayakan sudah uzur dan tidak produktif. “Satu per satu kami sembelih sebagai hewan kurban,” kata Habib Muhammad.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3736 seconds (0.1#10.140)