Tahun Pertama Beroperasi, Tarif MRT dan LRT Diwacanakan Gratis

Rabu, 20 Maret 2019 - 06:08 WIB
Tahun Pertama Beroperasi, Tarif MRT dan LRT Diwacanakan Gratis
Tahun Pertama Beroperasi, Tarif MRT dan LRT Diwacanakan Gratis
A A A
JAKARTA - Tarif Moda Transportasi Massal berbasis rel atau Mass Rapid Transit (MRT) fase I Lebak Bulus-Bundaran HI dan Light Rail Transit (LRT) yang rencananya beroperasi akhir Maret ini belum juga diputuskan. Wacana menggratiskan tarif mencuat jelang awal operasional untuk membiasakan masyarakat menggunakan angkutan umum.

Setelah pembahasan di Komisi C pada Senin 18 Maret 2019, pembahasan tarif kedua Moda transportasi tersebut kini dibahas oleh komisi B DPRD DKI Jakarta . Dalam pembahasan di komisi C, PT MRT dan PT LRT Jakarta diminta untuk menghitung kembali besaran tarif seiring meningkatnya jumlah penumpang. Sehingga, ketika penumpang meningkat, subsidi menurun. Para Anggota legislatif itu khawatir besaran subsidi tidak tepat sasaran dan meningkat setiap tahunya seperti PT Transportasi Jakarta yang kini tengah mencapai Rp3,2 triliun.

Komisi B pun demikian. Mereka bahkan menyarankan agar masyarakat Jakarta pengguna MRT pada tahun pertama digratiskan dengan tujuan agar subsidi tepat sasaran dan mengurangi kemacetan.

"Gimana ada kebijakan bagi masyarakat DKI menjadi gratis, kan bisa diperkirakan berapa subsidi yang dibutuhkan untuk itu. Dihitung dulu penumpang dari masyarakat DKI berapa. Kalau subsidinya kan sudah sisiapkan Rp673 miliar untuk MRT dan Rp327 miliar LRT," kata Ketua Komisi B, Suhaimi di Gedung DPRD DKI Jakarta, kemarin.

Suhaimi menjelaskan, ada banyak biaya subsidi yang bisa dikurangi, diantaranya biaya penyusutan yang mengendap 30 tahun dan keuntungan 10 persen. Namun, hal yang paling penting pada operasional tahun pertama ini adalah menghitung subsidi untuk menggratiskan masyarat pengguna MRT dan LRT.

"Berkurang subsidi itu akan diitung dulu. Kita minta supaya Dinas Perhubungan dan pihak terkait menghitung segera. Nanti kita akan rapat internal kita tulis rekomendasi kita berikan pada pimpinan. Minggu ini selesai," ungkapnya.

Direktur Keuangan PT MRT Jakarta, Tuhiyat menuturkan, perhitungan tarif bahwa rujukan Tim menentukan tarif itu adalah Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No 17 tahun 2018. Inti didalam peraturan itu adalah komponen cost yang dijadikan sebagai komponen tarif dari biaya sarana terbagi tiga kelompok besar. Diantaranya, biaya modal yang intinya biaya penyusutan dan diatur dalam PSAK (pernyataan standar akuntasi keuangan).

"Jadi harus dilakukan itu. Tapi penyusutannya adalah penyusutan asset dari sarana. Gerbongnya, sistemnya, gitu ya. Diluar itu engga," ungkapnya.

Kedua, lanjut Tuhiyat, yaitu biaya operasi. Tapi yang berkaitan dengan peningkatan ridership dan pengoperasian kereta. Seperti pengawai stasiun, dan sebagainya. Kelompok ketiga berkaitan dengan biaya maintenance. Menurutnya, biaya itu sangat kecil sekali karena relative masih baru. Sehingga apabila ditotal, tarif perekonomian MRT Rp31.000 dengan estimate penumpang 65.000 per hari.

"Kemarin ada pertanyaan komisi C gimana kalau misalnya penumpangnya 130 ribu, apakah akan berkurang. Kalau kita hitung 130ribu penumpang mungkin sekitar Rp20 ribuan tarif perekonomian. Karena cost-nya relative tetap tapi ridershipnya naik. Jadi subsidinya makin kecil. Gitu," katanya.

Sejauh ini, kata Tuhiyat, PT MRT belum menskenariokan penggratisan tarif. Untuk itu, pihaknya akan terlebih dahulu membongkar kajiannya. Paling tidak, dari kajian itu mudah-mudahan bisa melihat titik perjalanan penumpang. Dia pun menyerahkan kepada Pemprov DKI perihal gratis atau tidaknya tarif MRT.

"Kalau menurut saya gini, MRT kan ga kenal orang. Jadi kartunya e-money dan sebagainya kan ga kenal. Kalai warga DKI bisa ada kartu khusus kan warga dki bisa. Tapi kalau MRT nya jangan memisahkan. Kalau saya ya, agak sulit," ungkapnya.

Direktur Utama PT LRT, Allan Tandiono menegaskan bila tarif digratiskan, besaran subsidi yang sudah dialokasikan tidak bertambah. Hanya saja, pendapatan operator atas tarif tidak ada. Misalnya saja 14.255 penumpang perhari dikali tarif Rp 6.000, hasilnya merupakan pendapatan PT LRT. Itu yang tidak ada apabila tarif digratiskan m

"Jadi tinggal hitung aja, apabila gratis, yang tadinya rupiahnya Rp 6.000 jadi Rp 0, tinggal disesuaikan. biaya modal, biaya operasi, biaya perawatan. Itu kan komponen yang ada di Permenhub 17/2018. Tapi sekarang kalau gratis, berarti kami operator tidak mendapatkan pendapatan tarif," tegasnya.

Pelaksana Tugas (PLT) Biro Perekonomian DKI Jakarta, Abbas menyatakan bahwa gratis atau tidaknya operasional MRT dan LRT tahun pertama harus tetap ada tarif yang ditetapkan berapa pun nominalnya. Sehingga nanti bila ujunganya gratis dengan asumsi 50 dari 100 persen pengguna MRT adalah warga Jakarta. Besaran subsidi bisa terlihat.

"Subsidi dilihat dari nilai tarif nya yang telah ditetapkan, sehingga ketahuan subsidinya berapa, itu kan buat Dinas Perhubungan mengeluarkan Public Service Obligation (PSO). Jadi apapun kebijakannya tarif harus ditetapkan," tegasnya.

Sementara itu, Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Jakarta bidang perkretaapian, Aditya Dwi Laksana sependapat dengan usulan Komisi B DPRD DKI Jakarta untuk menggratiskan MRT dan LRT dalam jangka waktu tertentu. Menurutnya apabila jelang operasi resmi, Pemprov dan DPRD masih berdebat dalam tarif, masyarakat tidak antusias menggunakan angkutan umum.

"Waktunya tidak tepat membahas tarif dalam waktu dekat dengan operasi. Kalau mau bahas untuk dua tahun kedepan mengingat sarana dan prasana masih dalam garansi. Tapi tetap harus Ada subsidi untuk operasional tahun pertama," tegasnya.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5426 seconds (0.1#10.140)