Warga Keluhkan Pemkot Bekasi Naikan PBB Tanpa Sosialisasi

Selasa, 26 Februari 2019 - 01:37 WIB
Warga Keluhkan Pemkot Bekasi Naikan PBB Tanpa Sosialisasi
Warga Keluhkan Pemkot Bekasi Naikan PBB Tanpa Sosialisasi
A A A
BEKASI - Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi bakal menaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) mulai tahun ini. Kenaikannya bervariasi mulai dari 15 persen hingga 400 persen, tergantung nilai jual objek pajak (NJOP) lokasi tanah dan bangunan. Adapun tujuan kenaikan PBB ini untuk menyesuaikan antara NJOP dengan harga jual tanah.

Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi mengatakan, kenaikan itu terpaksa dilakukan karena ketimpangan harga jual (harga pasar) dengan NJOP tersebut.

"Ini kan penyesuaian antara NJOP dengan harga jual sudah sangat jauh (perbedaannya), makanya disesuaikan," kata Rahmat di Plaza Pemkot Bekasi, Senin 25 Februari 2019.

Selain itu, kata dia, kenaikan PBB untuk mendongkrak peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang digunakan untuk pembangunan wilayah. Peningkatan pendapatan ini akan digunakan untuk pembangunan skala prioritas seperti tandon air, infrastruktur, pendidikan, kesehatan dan sebagainya.

Dengan begitu, lanjut dia, pemerintah daerah dapat mengelola antara pendapatan dengan pengeluaran yang ditujukan untuk pembangunan Kota Bekasi.

"Karena tugas kami adalah melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi pendapatan agar likuiditas fiskal tidak terganggu, serta dan kebutuhan-kebutuhan pembiayaan tersedia," ujarnya.

Dia menjelaskan, alasan naiknya PBB periode 2019 karena mempertimbangkan kebutuhan. Hal ini mengacu pada naiknya nilai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Bekasi yang menembus Rp6,6 triliun pada 2019. "Tahun lalu kan APBD kita Rp5,6 triliun dan sekarang sudah Rp6,6 triliun di 2019," ungkapnya.

Apalagi, pemerintah telah melakukan berbagai pertimbangan sebelum menaikan nilai PBB. Misalnya dilihat dari laju pertumbuhan ekonomi Kota Bekasi yang melebihi rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional, daya beli masyarakat yang terus meningkat, serta laju inflasi yang lebih rendah daripada skala nasional.

Saat ini, ekonomi di Kota Bekasi itu lajunya optimis, kondisi perekonomiannya bagus. Harga jual objek pajak juga sudah sangat jauh disparitasnya dengan Nilai Jual Objek Pajak. Melihat hal itu, menjadikan pertimbangan pemerintah menaikan tarif PBB. "Kenaikan ini sudah mulai diberlakukan, dan masyarakat harus memahaminya," tegasnya.

Meski demikian, kenaikan nilai PBB bervariasi tergantung dari lokasi tiap-tiap objek pajak. Objek pajak yang berdiri di Jalan Sudirman, Jalan Sultan Agung, juga Jalan Ahmad Yani, tentunya lebih tinggi NJOP-nya karena letak yang strategis dan berada di jalur nasional. Bahkan, pemerintah daerah memiliki hak prerogatif menentukan kenaikan itu sejak 2014 lalu.

Untuk diketahui, Kota Bekasi menargetkan pencapaian Pendapatan Asli Daerah (PAD) sampai tahun 2023 mencapai Rp4,11 triliun. Target tersebut akan dapat dicapai pada tahun 2022 atau 2021 jika melihat tren PAD pada tahun-tahun sebelumnya. Perolehan PAD pada tahun 2013, 2016 dan 2017 tidak memenuhi target.

Sedangkan tahun 2014 dan 2015 menembus target. Rinciannya, pada tahun 2013 pemerintah daerah mematok target PAD sekitar Rp950 miliar, namun yang terealisasi sekitar Rp723 miliar. Lalu tahun 2014 realiasi PAD sekitar Rp1,2 triliun dengan menembus target sebesar Rp1,17 triliun.

Pada tahun 2015 realisasi PAD kembali merangkak hingga Rp1,49 triliun, dari target Rp1,38 triliun. Namun tahun 2016 capaian PAD sekitar Rp1,60 triliun tidak sesuai target yang dipatok sebesar Rp1,68 triliun. Terakhir tahun 2017, perolehan PAD sekitar Rp1,79 triliun kembali tidak mencapai target yang dipatok sebesar Rp2,35 triliun.

Sayangnya, kenaikan PBB ini justru tidak diiringi dengan pemberitahuan atau sosialisasi kepada masyarakat sebagai wajib pajak. Seperti yang diungkapkan Siti Rosilawati, warga Jalan Sentul Jaya RT 01/07, Harapan Jaya, Bekasi Utara, Kota Bekasi ini. Dia mengaku terkejut saat mendapati Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) PBB periode 2019.

Saat dicek, nilai tagihan PBB miliknya naik dari Rp 83.731 pada 2018 lalu, kini menjadi Rp 114.829. "Naiknya lumayan juga sekitar Rp31.000 dibanding tahun lalu. Saya tahu nilainya naik saat SPPT dikasih oleh pengurus RT," kata Siti kepada wartawan. Dia menyayangkan kenaikan itu sebab warga tidak diberitahu.

Sebetulnya, kata dia, warga tidak mempersoalkan bila kenaikan ini disosialisasikan terlebih dahulu sejak 2018 lalu. Berbeda dengan wajib pajak atas nama Kumpul di Kampung Nangka, Kelurahan Perwira, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi. Dengan luas tanah 424 meter persegi, pada 2018 lalu nilai PBB sebesar Rp263.336.

Namun kini naik 400 persen lebih menjadi Rp1.096.152. Sedangkan wajib pajak atas nama Linda, mengalami kenaikan PBB sekitar 200 persen. Nilai PBB yang awalnya Rp2 juta pada tahun lalu, kini dikenakan Rp4,1 juta dengan luas tanah sekitar 500 meter persegi. "Harusnya pemerintah kaji ulang jangan bebankan masyarakat," tutupnya.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9698 seconds (0.1#10.140)