Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Dunia karena DBD

Minggu, 17 Februari 2019 - 18:05 WIB
Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Dunia karena DBD
Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Dunia karena DBD
A A A
JAKARTA - Penyakit Deman Berdarah Dangue (DBD) kembali merengut korban jiwa. Kini seorang anak Neta Maria Dinata dengan usia 7 tahun, meninggal dunia setelah menjalani perawatan intensif di RS Hermina, Kalideres, Jakarta Barat.

Saat dihubungi wartawan, ayah Neta, Parnomo (38), tak kuasa menahan sedih. Ia tak menyangka anak keduanya meninggal karena DBD, terlebih si anak masih dalam usia belia.

"Awalnya saya pikir demam biasa," kata Parnomo ditemani istrinya, Sri Supriyatini Kusumawati (45), Minggu (17/2/2019).

Masih dalam suasana duka, keduanya masih tampak bersedih dan tak percaya kejadian itu. Sri tampak melemas, matanya lebab karena menahan tangis. Sesekali ia hanya bersandar di pundak suaminya.

Parnomo menuturkan, sejak Sabtu 9 Februari 2019 Neta telah menjalani perawatan di RS Hermina. Saat itu demam tinggi tak menentu terjadi. Hingga mendorong dirinya membawa anaknya ke Rumah Sakit.

"Masuk rumah sakit itu Sabtu sore, pas dibawa itu sebenarnya sudah turun panasnya, panas tinggi justru malah Senin, Selasa," tutur Parnomo.

Saat kondisi demam tinggi, lanjutnya, Neta kerap muntah-muntah. Karenya kondisi itu membuat si anak harus jalani perawatan intensif di ICU, pada Kamis 14 Februari 2019, sebelum akhirnya meninggal dunia pada Jumat 15 Februari 2019.

Parnomo menuturkan demam tak menentu tak disangka oleh dirinya dan istrinya. Ia makin binggung dengan kondisi panas anak yang kian tak tentu.

"Ya mungkin sudah takdir mas, sudah kehendak tuhan, walau kita juga sudah iqtiar, kita cuma bisa mengikhlaskan aja," katanya.

Nasib baik dialami Diaz Prawira (28), pria yang tinggal di Kelurahan Palmerah, Jakarta Barat. Sangat mujur, nyawa tertolong usai jalani perawatan selama dua pekan di RS Pelni karena DBD.

Diaz yang kala itu tak menyangka akan terkena DBD awalnya mengira hanya kena radang tenggorakan. Susah menelan membuat dirinya malas makan. Ia kemudian mencoba berobat ke dokter.

Kondisi demam tak menentu kemudian membuat dirinya nekat berjalan sendiri ke IGD RS Pelni. Barulah setelah itu, ia dinyatakan terkena DBD.

"Alhamdulilah setelah jalani perawatan. Badan saya agak membaik," ucapnya.

Disinggung masalah Neta, Lurah Kalideres, Muhammad Fahmi belum memastikan apakah korban meninggal dunia karena terjangkit DBD. Meski demikian, pihaknya masih mencari tahu apakah korban meninggal dunia karena DBD.

"Kami belum tahu apakah ini DBD, dan pihak keluarga sendiri juga belum tahu itu," kata Fahmi.

Fahmi sendiri mencatat, berdasarkan data Puskesmas Kalideres, sedikitnya ada 27 orang yang terjangkit DBD, meski begitu pihaknya mengaku sudah kerap kali memberikan sosialisasi kepada warganya untuk mengatasi permasalahan DBD ini bersama-sama.

"Kita sudah melakukan sosialisasi kepada warga, dan membentuk kader jumantik dasawisma, dan kemudian kita juga lakukan PSM setiap hari sejak januari hingga saat ini," ucapnya.

Terpisah, Kasudinkes Jakarta Barat, Weningtyas Purnomo Rini menyebut masih menghimpun korban yang terkena demam berdarah, beragam kasus telah ia laporkan ke Dinas Kesehatan DKI Jakarta.

"Kita sudah laporin ke Dinas. Dinas juga sudah jawab ke temen-temen wartawan, " terang Weningtyas beberapa waktu lalu.

Mengenai DBD sendiri, Weningtyas menjelaskan ada empat virus, yakni DEN 1,2,3 dan 4. Dengan kondisi paling ganas Den 3.

Meski demikian, Weningtyas menuturkan, bahwa kepedulian dari seluruh komponen, masyarakat dan swasta sangat diperlukan. Dalam hal ini, masyarakat yang terdekat seperti Kader, RT, RW dan Puskesmas. Apabila ada masyarakat terutama anak itu demam kurang dari tiga hari sudah harus dibawa ke puskesmas.

"Jadi tidak nunggu sampai tiga hari atau trombositnya sudah keliatan turun. Nah ini tidak usah nunggu tiga hari, demam satu hari langsung ke Puskesmas," tegas Weningtyas.

Terlebih saat ini, pihaknya mengatakan Pemprov DKI telah menggratiskan biaya pengobatan bagi warga tidak mampu. Karena ia mengajak kepedulian warga apabila ada indikasi DBD segera dilakukan pemeriksaan.

"Terus segera, jangan nunggu lama-lama. Pokoknya kurang dari tiga hari masyarakat atau kader nemuin ada warga yang demam segera cek darah ke puskesmas," tegasnya.

Selain itu, semua rumah sakit di Jakarta sudah membuat edaran, logistik, sarana dan prasarana, dan SDM. Kemudian sesuai intruksi Gubernur yang dirawat di rumah sakit, pasien BPJS DKI atau bukan dlDKI, di RSUD klas 3 digratiskan dan itu sudah berjalan. Hingga saat ini, RSUD di Jakarta Barat masih bisa menampung pasien DBD.

"Kalau di RSUD saat ini masih bisa tertangani. Kalau tidak, saya sudah perintahkan untuk membuat rencana - rencana, seperti ruang rawat inap mana yang dikhususkan untuk pasien menular seperti DBD. Sementara masih cukup, obat-obatan juga masih cukup," tuturnya.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4358 seconds (0.1#10.140)