Jadi Korban PHK, Ratusan Buruh Datangi Pemkot Tangsel

Rabu, 12 Desember 2018 - 21:45 WIB
Jadi Korban PHK, Ratusan Buruh Datangi Pemkot Tangsel
Jadi Korban PHK, Ratusan Buruh Datangi Pemkot Tangsel
A A A
TANGERANG SELATAN - Nasib malang menimpa sekitar 530 buruh PT Sandratex, perusahaan tekstil yang terletak di Jalan Ir H Juanda, Rempoa, Ciputat Timur, Tangerang Selatan (Tangsel), Banten. Mereka mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal sejak tanggal 1 Desember 2018.

Ironisnya, para buruh yang telah berstatus karyawan itu baru diberitahu jika perusahaan akan tutup sekitar seminggu sebelum di PHK. Bahkan parahnya lagi, uang pesangon yang akan dibayarkan jauh di bawah ketentuan yang ada dalam Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan serta Peraturan Pemerintah lainnya.

Derita itu dirasakan oleh salah satu buruhnya bernama Maswiyah (63), janda lanjut usia (Lansia) yang telah bekerja selama 44 tahun di PT Sandratex. Meski harus berpanas-panasan, Maswiyah tak peduli dan ikut berunjuk rasa menuntut kesesuaian uang pesangon.

Sekitar 530 mantan buruh PT Sandratex menggelar unjuk rasa di halaman Kantor Pusat Pemerintahan Kota (Puspemkot) Tangsel, Jalan Maruga, Ciputat, Rabu (12/12/2018). Di bawah pendampingan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), mereka menuntut Wali Kota Airin Rachmi Diany dan jajaran membantu agar PT Sandratex menunaikan kewajibannya.

"Saya bekerja sejak tahun 1974, tapi kemarin tanggal 1 Desember 2018 di PHK semua, katanya perusahaan tutup. Masalahnya enggak ada kejelasan uang pesangon, jadi selama belum ada kesepakatan, saya siap demo terus meminta Pemkot menjembatani aspirasi ini," tutur Maswiyah di lokasi.

Maswiyah bercerita, saat menjadi pekerja PT Sandratex dirinya bertugas di bagian Inspecting, bagian yang memastikan hasil produksi tak terdapat cacat. Meski telah memasuki usia renta, tiada kata lelah bagi ibu beranak 1 itu melakoni pekerjaannya setiap hati.

"Saya tugasnya di bagian Inspecting, melipat bahan juga, itu setiap hari. Biar usia sudah tua, tapi namanya yang cari nafkah tinggal saya sama anak saya, maka nya saya bertahan kerja di sini walaupun gajinya pas-pasan. Saya berharap perusahaan mempertimbangkan juga pengabdian kita puluhan tahun bekerja di sini," kata Maswiyah.

Maswiyah bukanlah buruh lansia yang harus menerima kenyataan pahit seorang diri. Ratusan mantan buruh PT Sandratex sebayanya mengalami nasib serupa, di PHK dengan uang pesangon yang dianggap tak sesuai dengan aturan yang ada.

"Saya di bagian gudang, sudah kerja 38 tahun di sana. Gajinya enggak seberapa, tapi yang penting bisa buat makan sehari-hari, bayar kontrakan, sama buat kebutuhan lain. Maka nya kalau sampai di PHK begini, saya berharap perusahaan memperhatikan juga kondisi kita kedepannya, paling enggak hak pesangon kita dibayarkan sesuai aturan," ujar Eyang Uti (62).

Para buruh menuntut, uang pesangon yang dibayarkan harus sesuai UU Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, Peraturan Pemerintah RI Nomor 8 tahun 1981, Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015, Permen Nomor 04/MEN/1994, Permen Nomor 6 tahun 2016, serta ketentuan lainnya.

"Pesangon yang ditawarkan hanya Rp35 juta, padahal menurut UU jika produksi perusahaan ditutup semua, maka buruh mendapat 2 kali PMTK (Peraturan Menteri Tenaga Kerja), atau nilainya sekira Rp114 juta perorang, tentu semua ada rinciannya sesuai regulasi ketenagakerjaan," ucap Supriyadi (45), Wakil Ketua SPSI PT sandratex di lokasi unjuk rasa.

Jika ditelaah, istilah 1 PMTK dan 2 PMTK mengacu pada besaran pembayaran hak-hak yang harus diterima oleh buruh dalam proses PHK. Istilah 1 PMTK, diartikan sebagai uang pesangon 1 kali sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), lalu uang penghargaan masa kerja 1 kali sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan pemberian uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).

Sedangkan 2 PMTK pengertiannya adalah, uang pesangon 2 kali sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), lalu uang penghargaan masa kerja 1 kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan terakhir uang penggantian hak sesuai Pasal 156 ayat (4). Berdasarkan acuan itu, maka mantan buruh PT Sandratex mendesak agar manajemen dan pemilik perusahaan membayarkan pesangon sebagaimana telah ditentukan UU dan pemerintah.

"Ini kan alasannya perusahaan nggak sanggup bayar karena bangkrut, tapi jika diukur dari aset pabrik jauh melebihi nilai PMTK, harusnya bisa dibayar tuntutan kita itu. Maka nya kami meminta Wali Kota dengan kewenangannya, tidak memberi ijin penggunaan atau pengalihfungsian tanah maupun gedung bekas pabrik PT Sandratex sebelum dipenuhi tuntutan kami," tegas Supriyadi.

Di bawah pendampingan SPSI, mantan buruh PT Sandratex itu pun merinci biaya pesangon yang harus dibayarkan perusahaan sebagaimana tertera dalam tuntutan mereka, yakni ;

1. Kompensasi PHK untuk 530 pekerja, total sekira Rp64,1 miliar.
2. Kekurangan upah 530 pekerja yang belum dibayarkan, sekira Rp962 juta
3. Cuti tahun 2018 bagi 530 pekerja, zekira Rp797 juta.
4. Kompensasi kematian BPJS Ketenagakerjaan bagi 5 pekerja, sekitar Rp120 juta.
5. Cacat tetap bagi 1 pekerja, Rp14,8 juta.
6. Kompensasi perkara PHK bagi 21 pekerja sekira Rp1,8 miliar.

"Sebelum pesangon ini tidak dibayarkan secara tuntas, maka selama itu pula kami akan memperjuangkannya," katanya.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0050 seconds (0.1#10.140)