Serangan Iran ke Israel Bisa Bikin Harga Patokan Minyak Mentah RI Sentuh USD100 per Barel

Senin, 15 April 2024 - 15:58 WIB
loading...
Serangan Iran ke Israel Bisa Bikin Harga Patokan Minyak Mentah RI Sentuh USD100 per Barel
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengakui harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) berpotensi menyentuh angka USD100 per barel pasca serangan Iran ke Israel. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengakui harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) berpotensi menyentuh angka USD100 per barel pasca serangan Iran ke Israel .



Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji menerangkan, sebelum konflik antarkedua negara Timur Tengah itu pecah, yakni pada Februari 2024 lalu, harga minyak mentah sudah menunjukkan tren kenaikan kurang lebih USD5 per barel setiap bulannya.

"Jadi dengan adanya konflik baru Iran dengan Israel, ini sebetulnya tidak jauh dari angka USD100 per barel," jelas Tutuka dalam sebuah webinar bertemakan "Ngobrol Seru Dampak Konflik Iran-Israel ke Ekonomi RI" yang disaksikan secara virtual, Senin (15/4/2024).



Kendati demikian Tutuka menilai, terkait dampak perang terhadap harga minyak ini akan berkelanjutan atau tidak, pemerintah masih menunggu reaksi dari Israel dan Amerika yang hingga kini memang belum mengeluarkan tanggapan apapun terhadap serangan tersebut.

"Saya katakan tadi sependapat kemungkinan besar harga ICP naik USD100. Tapi apakah berkelanjutan atau spike berhenti? saya cenderung menunggu apa reaksi dari Israel dan Amerika terhadap konflik tersebut, jadi masih diskusi. Kemungkinan bisa lebih cenderung untuk spike dalam waktu yang tidak lama," terang Tutuka.

Tutuka mengungkapkan, hal inilah yang dipantau oleh pihaknya dalam 40 bulan ke belakang, termasuk mengenai berbagai parameter seperti kurs, ICP (Indonesian Crude Oil Price) atau harga patokan minyak mentah Indonesia, serta faktor-faktor lainnya.

"Kalau kita soroti ICP dari bulan Februari sebetulnya dari Maret April naik terus. Kenaikan kurang lebih USD5 per bulan, keduanya ini sangat tidak menguntungkan kalau ditotal pengaruhnya ke Indonesia," tukas Tutuka.
(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1552 seconds (0.1#10.140)