Pemkot Depok Moratorium Pembangun Gedung Bertingkat di Margonda
A
A
A
DEPOK - Pemerintah Kota (Pemkot) Depok melakukan moratorium izin pembangunan gedung bertingkat di kawasan Margonda. Moratorium ini akan berlaku sampai 2020 ketika ada Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang baru.
Penghentian pemberian izin bangunan bertingkat di Margonda bukanlah tanpa alasan. Pasalnya, Margonda menjadi satu-satunya wilayah favorit warga dan pusat bisnis. Segala jenis kegiatan ada di kawasan tersebut, mulai dari niaga, pendidikan, kuliner dan hunian.
Dengan bertumpuknya pusat kegiatan di sana menjadikan pergerakan manusia dan kendaraan pun hanya terpusat di Margonda. Hal inilah yang menyebabkan Margonda menjadi sangat padat dan macet.
Di sisi lain, pemerataan pembangunan harus dilakukan sehingga izin untuk bangunan bertingkat di kawasan tersebut terpaksa disetop. "Kami sudah memberikan rekomendasi pada saat paripurna tahun 2015 bahwa kawasan Margonda sudah sangat padat sehingga perlu dilakukan pembatasan pemberian izin gedung bertingkat," ungkap Anggota Komisi A DPPRD Kota Depok, Hamzah pada Rabu, 10 Oktober 2018 kemarin.
Rekomendasi tersebut, lanjut Hamzah, hasil dari kajian Perda No 13/2013 sudah direvisi di tahun 2015. Isi dalam perda revisi 2015 sudah direkomendasikan untuk tidak dikeluarkan IMB untuk pembangunan gedung bertingkat.
Misalnya saja izin untuk apartemen, mal, pusat perbelanjaan, dan gedung bertingkat lainya. "Revisi perda itu sudah dipansuskan dan diparipurnakan. Artinya harus dijalankan oleh pihak dinas terkait untuk tidak mengeluarkan izin IMB," tegasnya.
Hanya saja semenjak rekomendasi dibacakan dalam paripurna tahun 2015 lalu ternyata masih ada saja pembangunan yang dilakukan. Padahal, kata dia, jika keputusan tertinggi dewan adalah paripurna maka rekomendasi yang dibacakan seharusnya menjadi landasan dan dipatuhi. "Saat ini nyatanya masih ada pembangunan. Harapannya ketika ketuk palu Perda RTRW tahun 2020 nanti ya sudah tidak ada lagi izin yang dikeluarkan. Saat ini masih moratorium," ujarnya.
Wali Kota Depok Idris Abdul Shomad mengatakan, Raperda RTRW saat ini masih digodok. Salah satunya membahas soal penataan di kawasan Margonda dengan melibatkan tim penataan termasuk pakar dan akademisi.
Kawasan Jalan Margonda Raya memang cukup padat dengan adanya pusat perbelanjaan, apartemen, dan sebagainya. "Ini sesuai amanat pemerintah untuk dibentuk tim kajian. Mereka lah yang akan melihat dan merekomendasi terakhir, apakah di Jalan Margonda ini masih layak dibangun apartemen atau tidak," katanya.
Pembatasan keberadaan apartemen di kawasan Jalan Raya Margonda merupakan hasil survei dan kajian. Salah satu alasan dilakukan penghentian IMB di Margonda karena kawasan tersebut sudah sangat padat.
"Kemacetan dan kepadatan arus lalu lintas di ruas Jalan Margonda Raya yang terjadi hampir setiap hari terlebih hari Sabtu dan Minggu juga menjadi salah satu hasil survei serta kajian penghentian perizinan tersebut," katanya.
Kepala Bidang Aset Badan Keuangan Daerah (BKD) dan Aset Kota Depok Dheni Wahyu berharap, pada pembahasan Raperda RTRW yang dilaksanakan pada 2020 nanti akan dilibatkan. Terkait aset, sangat penting untuk terlibat khususnya untuk penetapan site plan di Kota Depok.
"Kalau site plan ini kan jelas dan tidak bisa main-main. Kalau ada pengembang nakal misalnya, kalau melanggar apa yang sudah ada di site plan maka bisa berurusan dengan hukum. Apalagi kami juga sudah bekerja sama dengan Kejaksaan Negeri Kota Depok. Mereka setiap saat dapat membantu kami jika ada pengembang nakal yang melanggar site plan," ucapnya.
Untuk diketahui Jalan Margonda Raya dengan panjang 4,89 kilometer tersebut memang telah terbangun deretan apartemen. Sejumlah apartemen itu adalah Margonda Residence 1 hingga 5, Apartemen Taman Melati 1 dan 2, Atlanta Residence, Saladdin Mansion, Grand Zam-Zam Tower, Evencio Apartemen, Park View Condominium, Female Apartement, dan rumah susun yang dibangun oleh Kementerian BUMN yakni Transit Oriented Development (TOD) Pondok Cina.
Penghentian pemberian izin bangunan bertingkat di Margonda bukanlah tanpa alasan. Pasalnya, Margonda menjadi satu-satunya wilayah favorit warga dan pusat bisnis. Segala jenis kegiatan ada di kawasan tersebut, mulai dari niaga, pendidikan, kuliner dan hunian.
Dengan bertumpuknya pusat kegiatan di sana menjadikan pergerakan manusia dan kendaraan pun hanya terpusat di Margonda. Hal inilah yang menyebabkan Margonda menjadi sangat padat dan macet.
Di sisi lain, pemerataan pembangunan harus dilakukan sehingga izin untuk bangunan bertingkat di kawasan tersebut terpaksa disetop. "Kami sudah memberikan rekomendasi pada saat paripurna tahun 2015 bahwa kawasan Margonda sudah sangat padat sehingga perlu dilakukan pembatasan pemberian izin gedung bertingkat," ungkap Anggota Komisi A DPPRD Kota Depok, Hamzah pada Rabu, 10 Oktober 2018 kemarin.
Rekomendasi tersebut, lanjut Hamzah, hasil dari kajian Perda No 13/2013 sudah direvisi di tahun 2015. Isi dalam perda revisi 2015 sudah direkomendasikan untuk tidak dikeluarkan IMB untuk pembangunan gedung bertingkat.
Misalnya saja izin untuk apartemen, mal, pusat perbelanjaan, dan gedung bertingkat lainya. "Revisi perda itu sudah dipansuskan dan diparipurnakan. Artinya harus dijalankan oleh pihak dinas terkait untuk tidak mengeluarkan izin IMB," tegasnya.
Hanya saja semenjak rekomendasi dibacakan dalam paripurna tahun 2015 lalu ternyata masih ada saja pembangunan yang dilakukan. Padahal, kata dia, jika keputusan tertinggi dewan adalah paripurna maka rekomendasi yang dibacakan seharusnya menjadi landasan dan dipatuhi. "Saat ini nyatanya masih ada pembangunan. Harapannya ketika ketuk palu Perda RTRW tahun 2020 nanti ya sudah tidak ada lagi izin yang dikeluarkan. Saat ini masih moratorium," ujarnya.
Wali Kota Depok Idris Abdul Shomad mengatakan, Raperda RTRW saat ini masih digodok. Salah satunya membahas soal penataan di kawasan Margonda dengan melibatkan tim penataan termasuk pakar dan akademisi.
Kawasan Jalan Margonda Raya memang cukup padat dengan adanya pusat perbelanjaan, apartemen, dan sebagainya. "Ini sesuai amanat pemerintah untuk dibentuk tim kajian. Mereka lah yang akan melihat dan merekomendasi terakhir, apakah di Jalan Margonda ini masih layak dibangun apartemen atau tidak," katanya.
Pembatasan keberadaan apartemen di kawasan Jalan Raya Margonda merupakan hasil survei dan kajian. Salah satu alasan dilakukan penghentian IMB di Margonda karena kawasan tersebut sudah sangat padat.
"Kemacetan dan kepadatan arus lalu lintas di ruas Jalan Margonda Raya yang terjadi hampir setiap hari terlebih hari Sabtu dan Minggu juga menjadi salah satu hasil survei serta kajian penghentian perizinan tersebut," katanya.
Kepala Bidang Aset Badan Keuangan Daerah (BKD) dan Aset Kota Depok Dheni Wahyu berharap, pada pembahasan Raperda RTRW yang dilaksanakan pada 2020 nanti akan dilibatkan. Terkait aset, sangat penting untuk terlibat khususnya untuk penetapan site plan di Kota Depok.
"Kalau site plan ini kan jelas dan tidak bisa main-main. Kalau ada pengembang nakal misalnya, kalau melanggar apa yang sudah ada di site plan maka bisa berurusan dengan hukum. Apalagi kami juga sudah bekerja sama dengan Kejaksaan Negeri Kota Depok. Mereka setiap saat dapat membantu kami jika ada pengembang nakal yang melanggar site plan," ucapnya.
Untuk diketahui Jalan Margonda Raya dengan panjang 4,89 kilometer tersebut memang telah terbangun deretan apartemen. Sejumlah apartemen itu adalah Margonda Residence 1 hingga 5, Apartemen Taman Melati 1 dan 2, Atlanta Residence, Saladdin Mansion, Grand Zam-Zam Tower, Evencio Apartemen, Park View Condominium, Female Apartement, dan rumah susun yang dibangun oleh Kementerian BUMN yakni Transit Oriented Development (TOD) Pondok Cina.
(whb)