PN Jakarta Utara Kembali Gelar Sidang Dugaan Penipuan Pelat Besi

Rabu, 08 Agustus 2018 - 22:41 WIB
PN Jakarta Utara Kembali Gelar Sidang Dugaan Penipuan Pelat Besi
PN Jakarta Utara Kembali Gelar Sidang Dugaan Penipuan Pelat Besi
A A A
JAKARTA - Sidang kasus dugaan penggelapan dan penipuan jual beli pelat besi senilai Rp2 miliar dengan terdakwa Tony, warga Kalideres, Jakarta Barat, kembali digelar di PN Jakarta Utara.

Sidang kali, jaksa penuntut umum menghadirkan dua saksi, Monalisa dan Sonya, yang merupakan karyawan PT Bajamarga Kharisma Utama (BMKU), perusahaan yang melaporkan Tony.

Dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum Teodore menyebut Tony melanggar Pasal 378 dan Pasal 372 KUHP tentang tindak pidana penipuan dan penggelapan, karena memberikan 4 bilyet giro yang tak bisa dicairkan.

Selanjutnya, Tony memang menyerahkan sejumlah sertifikat, namun tidak disertai dengan kuasa menjual, sehingga sertifikat tersebut tidak bisa dijadikan jaminan.

Menanggapi hal itu, kuasa hukum Tony, Arinto Trihastyo, menjelaskan hubungan antara Tony dan PT BMKU merupakan hubungan dagang. Kliennya juga tidak berniat menipu karena giro yang diserahkan sebenarnya sebanyak 31 lembar, namun hanya 4 yang tidak bisa dicairkan.

Keempat giro tidak bisa dicairkan, karena Tony memang nenutup akun bank tersebut. Dan hal itu sudah disampaikan ke perusahaan melalui salah satu staf. Lalu sebagai itikad baik, Tony menyerahkan sejumlah sertifikat yang jumlahnya lebih dari Rp2 miliar.

"Klien kami itu sudah memberi tahu kalau 4 giro itu tidak bisa dicairkan karena akunnya sudah ditutup. Dan itu dibenarkan saksi yang hadir tadi. Klien kami kemudian menyerahkan sejumlah sertifikat, selanjutnya akan mengganti bilyet giro bank lain. Tapi saat sertifikat diminta untuk diganti dengan bilyet giro yang lain, eh malah dilaporkan ke polisi," jelas Arinto saat dikonfirmasi, Rabu (8/8/2018).

"Kalau memang niatnya menipu, kan gak perlu juga menyerahkan sertifikat ke PT Bajamarga Kharisma Utama. Saya tidak tahu apakah ada sentimen di balik ini, atau seperti apa," tegasnya.

Mengenai penyerahan sertifikat yang tidak disertai surat kuasa menjual, menurutnya tidak bisa dipersoalkan. Karena antara Tony dan PT BMKU yang terjalin merupakan hubungan dagang. Keduanya juga saling bekerja sama sejak tahun 1996.

"Misalnya seperti ini: Toni pesan barang 10 besi, 8 sudah dibayar, dua lagi belum dibayar karena kendala perputaran uang? Tapi apa itu bisa disebut penipuan atau penggelapan?" tegasnya.

Arinto juga menyoroti, kasus ini sebelumnya sudah dilaporkan ke Polda Metro Jaya namun dihentikan penyidikannya karena tidak cukup bukti adanya pelanggaran pidana. Polda Metro mengeluarkan SP3 per 24 Februari 2017.

Namun kasus serupa kembali dilaporkan ke Polres Jakarta Utara, dan Tony ditetapkan menjadi tersangka hingga naik menjadi terdakwa. "Nah ini kan aneh juga. Di Polda saja kasusnya SP3 karena gak cukup bukti ini kasus pidana. Kasusnya serupa, soal 4 bilyet giro juga," tambahnya.

Sidang siang tadi dipimpin oleh hakim ketua Riando Adam Pontoh. Majelis hakim sempat bertanya ke saksi soal pola pembayaran atas pembelian produk PT BMKU. Jawaban saksi cukup mengejutkan karena pembayaran tak cuma ke rekening perusahaan, tapi bisa ke rekening pribadi.

"Secara aturan harusnya kan pembayaran dilakukan ke rekening perusahaan. Karena ininperusahaan besar. Tapi ini bisa ke rekening pribadi. Jadi hakim tadi sempat mempertanyakan legalitas perusahaan secara administrasi," tambah Arinto.

Sidang selanjutnya digelar pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dari Jaksa Penuntut Umum.
(nag)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9764 seconds (0.1#10.140)