Pilkada Tangerang, Pemilih Mengambang Masih Tinggi
A
A
A
TANGERANG - Perhelatan Pilkada Kota dan Kabupaten Tangerang 2018 tinggal menghitung hari. Pada 27 Juni, jutaan warga Tangerang akan memilih wali kota dan bupati baru. Namun tingkat pastisipasi warga untuk menggunakan hak pilihnya diprediksi rendah.
Hasil survei Media Survei Indonesia (MSI) menyebutkan, masih banyak warga Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang yang tidak aware dengan pilkada yang masing-masing diikuti satu pasangan calon.
Direktur MSI Asep Rohmatullah, menyebutkan, kampanye yang dilakukan pasangan incumbent belum menunjukkan efektivitas. Hal itu dapat terlihat dari sepinya pemberitaan pilkada.
"Saya belum lihat efektivitasnya, terutama untuk menjaring undecided voter (yang belum tentukan pilihan/mengambang)," ujar Asep kepada KORAN SINDO, Jumat (22/6/2018).
MSI melihat masing-masing calon petahana saat ini masih berfokus menjaga basis massa sendiri-sendiri. Sehingga, tidak berdampak signifikan terhadap makin bertambahnya angka pemilih baru.
"Survei saya di Kota Tangerang bulan Agustus 2017 misalnya, warga yang aware atau yang tahu adanya pilkada di Tangerang baru 50% saja," jelasnya.
Meskipun ada penambahan, angka tersebut belum berbanding lurus dengan tingkat partisipasi pemilih yang ada. Terutama di kalangan tertentu yang menganggap pilkada tidak menarik.
"Mungkin sekarang sudah bertambah yang aware. Tetapi apakah itu linear dengan partisipasi pemilih? Belum tentu. Pilkada bagi kalangan tertentu tak menarik, karena hanya diikuti satu pasangan calon saja," jelasnya.
Ia menilai hal ini sangat berbahaya bagi keabsahan pemenang pilkada nanti. Untuk itu, harus dibantu dengan kerja maksimal pihak penyelenggara, agar tingkat partisipasi masyarakat bisa naik.
"Saya khawatir dengan tingkat partisipasi masyarakat (voters turn out) yang hanya di kisaran angka 60%, bahkan bisa kurang dari itu. Untuk Kota dan Kabupaten Tangerang, sama dengan Lebak," jelasnya.
Fenomena ini memang berlaku umum di semua daerah yang hanya diikuti oleh satu pasangan calon. Apalagi, untuk Pilkada Tangerang, Zaki-Arief lebih unggul.
"Sejak awal Zaki dan Arief tidak punya pesaing yang sepadan. Elektabilitas keduanya dari survei di atas 60%. Yang menjadi pertanyaan, apakah masyarakat akan tergerak datang ke TPS," paparnya.
Dari waktu yang tersisa untuk kampanye, kata dia, kedua pasangan calon harus lebih giat terjun ke masyarakat. Bukan hanya di kantong-kantong massa pendukung keduanya.
"Jika hal itu yang masih dilakukan, jawab atas pertanyaan itu adalah 50:50. Butuh kerja keras paslon dan tim meyakinkan pemilihnya untuk hadir nyoblos," jelasnya.
Asep menambahkan, meski partisipasi warga untuk nyoblos kecil, hal itu tidak akan memengaruhi kemenangan keduanya. Namun yang perlu menjadi catatan ialah, kemenangan keduanya terasa hambar.
"Partisipasi berapa pun tidak akan bisa berimplikasi pada keabsahan pilkada. Hanya saja, kemenangan paslon seolah menjadi tidak legitimate," terangnya.
Sejumlah parpol pendukung masing-masing paslon juga diharapkan bisa berperan dalam menghangatkan pilkada dan mengerahkan massa pendukungnya untuk datang ke TPS dan mencoblos.
"Saya setuju, mesin parpol tidak terlalu efektif kampanyekan paslon. Bisa saja karena efek enggak punya lawan. Jadi merasa sudah merasa menang," pungkasnya.
Hasil survei Media Survei Indonesia (MSI) menyebutkan, masih banyak warga Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang yang tidak aware dengan pilkada yang masing-masing diikuti satu pasangan calon.
Direktur MSI Asep Rohmatullah, menyebutkan, kampanye yang dilakukan pasangan incumbent belum menunjukkan efektivitas. Hal itu dapat terlihat dari sepinya pemberitaan pilkada.
"Saya belum lihat efektivitasnya, terutama untuk menjaring undecided voter (yang belum tentukan pilihan/mengambang)," ujar Asep kepada KORAN SINDO, Jumat (22/6/2018).
MSI melihat masing-masing calon petahana saat ini masih berfokus menjaga basis massa sendiri-sendiri. Sehingga, tidak berdampak signifikan terhadap makin bertambahnya angka pemilih baru.
"Survei saya di Kota Tangerang bulan Agustus 2017 misalnya, warga yang aware atau yang tahu adanya pilkada di Tangerang baru 50% saja," jelasnya.
Meskipun ada penambahan, angka tersebut belum berbanding lurus dengan tingkat partisipasi pemilih yang ada. Terutama di kalangan tertentu yang menganggap pilkada tidak menarik.
"Mungkin sekarang sudah bertambah yang aware. Tetapi apakah itu linear dengan partisipasi pemilih? Belum tentu. Pilkada bagi kalangan tertentu tak menarik, karena hanya diikuti satu pasangan calon saja," jelasnya.
Ia menilai hal ini sangat berbahaya bagi keabsahan pemenang pilkada nanti. Untuk itu, harus dibantu dengan kerja maksimal pihak penyelenggara, agar tingkat partisipasi masyarakat bisa naik.
"Saya khawatir dengan tingkat partisipasi masyarakat (voters turn out) yang hanya di kisaran angka 60%, bahkan bisa kurang dari itu. Untuk Kota dan Kabupaten Tangerang, sama dengan Lebak," jelasnya.
Fenomena ini memang berlaku umum di semua daerah yang hanya diikuti oleh satu pasangan calon. Apalagi, untuk Pilkada Tangerang, Zaki-Arief lebih unggul.
"Sejak awal Zaki dan Arief tidak punya pesaing yang sepadan. Elektabilitas keduanya dari survei di atas 60%. Yang menjadi pertanyaan, apakah masyarakat akan tergerak datang ke TPS," paparnya.
Dari waktu yang tersisa untuk kampanye, kata dia, kedua pasangan calon harus lebih giat terjun ke masyarakat. Bukan hanya di kantong-kantong massa pendukung keduanya.
"Jika hal itu yang masih dilakukan, jawab atas pertanyaan itu adalah 50:50. Butuh kerja keras paslon dan tim meyakinkan pemilihnya untuk hadir nyoblos," jelasnya.
Asep menambahkan, meski partisipasi warga untuk nyoblos kecil, hal itu tidak akan memengaruhi kemenangan keduanya. Namun yang perlu menjadi catatan ialah, kemenangan keduanya terasa hambar.
"Partisipasi berapa pun tidak akan bisa berimplikasi pada keabsahan pilkada. Hanya saja, kemenangan paslon seolah menjadi tidak legitimate," terangnya.
Sejumlah parpol pendukung masing-masing paslon juga diharapkan bisa berperan dalam menghangatkan pilkada dan mengerahkan massa pendukungnya untuk datang ke TPS dan mencoblos.
"Saya setuju, mesin parpol tidak terlalu efektif kampanyekan paslon. Bisa saja karena efek enggak punya lawan. Jadi merasa sudah merasa menang," pungkasnya.
(thm)