Kisruh Konsesi Pantai Marunda, PN Jakut dan Hakim Tinjau Lokasi
A
A
A
JAKARTA - Berlarut-larutnya penetapan konsensi dari Pantai Marunda, Jakarta Utara, membuat Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara (Jakut) turun ke lokasi untuk melakukan pengecekan.
Perwakilan dua perusahaan yang bersengketa, yakni PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) dan PT Karya Citra Nusantara (KCN), turut hadir bersama dengan hakim panitera, Alam Cakra.
Kuasa Hukum PT KCN, Yevgeni Yasyuru, mengatakan, majelis hakim ingin mengetahui langsung objek yang disoal penggugat sesuai Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 11/1992 tentang Penunjukan dan Penetapan Wilayah Usaha Perusahaan Perseroan PT Kawasan Berikat Nusantara.
"Berdasarkan kuasa penggugat (PT KBN), inilah wilayah yang masuk peta Keppres Nomor 11/1992. Tapi kalau dilihat perbandingan pada bibir pantai sebelum direvitalisasi seperti saat ini, gundukan lahan yang ada ini merupakan perairan. Padahal pada Keppres itu, yang menjadi lahan usaha disebut tanah, bukan perairan," ujar Yevgeni di lokasi, Rabu (16/5/2018).
Sengketa ini muncul lantaran PT KBN enggan membayar konsesi dari penggunaan lahannya, karena merasa hal itu kewenangan PT KCN. Karenanya, mereka kemudian melakukan gugatan sejak awal tahun. Yevgeni berharap majelis hakim dapat memiliki gambaran sendiri mengenai pokok perkara yang dipermasalahkan.
Ia menilai permohonan tuntutan pengugat agar aktivitas di dermaga dihentikan tidaklah relevan. Sebab kegiatan berupa bongkar muat kapal tersebut tidak merugikan PT KBN. “Justeru kalau mereka mengatasnamakan BUMN, maka sebaliknya pemerintah rugi," paparnya.
Adapun lokasi yang ditinjau oleh majelis hakim adalah area dimana KCN telah menanam investasi untuk membangun pelabuhan, yang kemudian dikelola berdasarkan konsesi dengan membayar pemasukan kepada negara.
KCN merupakan perusahaan patungan antara KBN dengan Karya Teknik Utama, perusahaan terpilih yang berinvestasi dalam pembangunan proyek pelabuhan Marunda berdasarkan tender yang dilaksanakan oleh KBN.
Namun, setelah pelabuhan mulai beroperasi, KBN menggugat konsesi dan menutup akses pelabuhan tersebut. Menurut Keppres Nomor 11/1992, batas batas wilayah kawasan berikat sebelah Utara adalah Laut Jawa dan kav Industri.
“Dermaga yang dibangun di sisi perairan Laut Jawa adalah milik negara. Kalau batas usaha KBN Laut Jawa, betul. Tapi batas usaha loh, bukan wilayah usaha,” kata Yevgeni.
Sementara itu, Kuasa Hukum PT KBN, Hendra Gunawan, mengatakan, apa yang digugatkan kliennya berdasarkan Keppres Nomor 11/1992, dimana objeknya masih memiliki batas-batas.
"Silakan saja kalau tergugat bilang seperti itu, batasan-batasan sesuai Keppres masih ada," tandasnya.
Perwakilan dua perusahaan yang bersengketa, yakni PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) dan PT Karya Citra Nusantara (KCN), turut hadir bersama dengan hakim panitera, Alam Cakra.
Kuasa Hukum PT KCN, Yevgeni Yasyuru, mengatakan, majelis hakim ingin mengetahui langsung objek yang disoal penggugat sesuai Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 11/1992 tentang Penunjukan dan Penetapan Wilayah Usaha Perusahaan Perseroan PT Kawasan Berikat Nusantara.
"Berdasarkan kuasa penggugat (PT KBN), inilah wilayah yang masuk peta Keppres Nomor 11/1992. Tapi kalau dilihat perbandingan pada bibir pantai sebelum direvitalisasi seperti saat ini, gundukan lahan yang ada ini merupakan perairan. Padahal pada Keppres itu, yang menjadi lahan usaha disebut tanah, bukan perairan," ujar Yevgeni di lokasi, Rabu (16/5/2018).
Sengketa ini muncul lantaran PT KBN enggan membayar konsesi dari penggunaan lahannya, karena merasa hal itu kewenangan PT KCN. Karenanya, mereka kemudian melakukan gugatan sejak awal tahun. Yevgeni berharap majelis hakim dapat memiliki gambaran sendiri mengenai pokok perkara yang dipermasalahkan.
Ia menilai permohonan tuntutan pengugat agar aktivitas di dermaga dihentikan tidaklah relevan. Sebab kegiatan berupa bongkar muat kapal tersebut tidak merugikan PT KBN. “Justeru kalau mereka mengatasnamakan BUMN, maka sebaliknya pemerintah rugi," paparnya.
Adapun lokasi yang ditinjau oleh majelis hakim adalah area dimana KCN telah menanam investasi untuk membangun pelabuhan, yang kemudian dikelola berdasarkan konsesi dengan membayar pemasukan kepada negara.
KCN merupakan perusahaan patungan antara KBN dengan Karya Teknik Utama, perusahaan terpilih yang berinvestasi dalam pembangunan proyek pelabuhan Marunda berdasarkan tender yang dilaksanakan oleh KBN.
Namun, setelah pelabuhan mulai beroperasi, KBN menggugat konsesi dan menutup akses pelabuhan tersebut. Menurut Keppres Nomor 11/1992, batas batas wilayah kawasan berikat sebelah Utara adalah Laut Jawa dan kav Industri.
“Dermaga yang dibangun di sisi perairan Laut Jawa adalah milik negara. Kalau batas usaha KBN Laut Jawa, betul. Tapi batas usaha loh, bukan wilayah usaha,” kata Yevgeni.
Sementara itu, Kuasa Hukum PT KBN, Hendra Gunawan, mengatakan, apa yang digugatkan kliennya berdasarkan Keppres Nomor 11/1992, dimana objeknya masih memiliki batas-batas.
"Silakan saja kalau tergugat bilang seperti itu, batasan-batasan sesuai Keppres masih ada," tandasnya.
(thm)