Tak Sesuai Harapan, Bekasi Gali Potensi Pajak Air Tanah

Rabu, 07 Maret 2018 - 11:50 WIB
Tak Sesuai Harapan, Bekasi Gali Potensi Pajak Air Tanah
Tak Sesuai Harapan, Bekasi Gali Potensi Pajak Air Tanah
A A A
BEKASI - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bekasi menemukan banyaknya potensi pajak yang tidak tergali. Salah satunya pajak penggunaan air tanah yang serapannya dinilai tidak masuk akal. Sebab, pajak yang diterima pemerintah dari penggunaan air tanah tidak mencapai Rp10 miliar setiap tahunnya.

Diklaim sebagai daerah dengan kawasan industri terbesar di Indonesia, jumlah wajib pajak pada sektor penggunaan air tanah di Kabupaten Bekasi hanya berjumlah sekitar 300 wajib pajak. "Ini yang sedang kami kaji dan telusuri," kata Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bekasi, Jejen Sayuti di Bekasi, Rabu (7/3/2018).

Menurutnya, potensi industri di Kabupaten Bekasi itu besar, ada 2.000-3.000 pabrik di satu kawasan. Namun, saat ditelusuri terkait pajak air tanah, hanya ada sekitar 300 wajib pajak. Untuk itu, kata dia, Pansus XXVI resmi dibentuk untuk menyusun rancangan peraturan daerah tentang pajak daerah.

Saat ini, kata dia, penyusunan masih berlangsung dengan memanggil seluruh pihak yang terkait dengan perpajakan daerah. Untuk itu, perlu aturan baru yang mengatur pemanfaatan air bawah tanah dan pajak yang harus dibayar oleh perusahaan atau institusi yang mengambil air bawah tanah.

Jejen mengatakan, pajak air tanah seharusnya menjadi lumbung pendapatan asli daerah terutama di daerah yang kuat dengan sektor industrinya, seperti di Kabupaten Bekasi. Setiap industri yang berdiri, baik industri kecil hingga skala besar, membutuhkan air untuk menjalankan usahanya.

Namun begitu, kata dia, kompensasi yang didapat pemerintah daerah dari air yang digunakan tersebut jauh dari harapan. "Kalau perusahaan besar yang ada di kawasan, katakanlah jumlahnya 3.000 perusahaan, berarti jika wajb pajaknya hanya 300 perusahaan, yang bayar pajak hanya 10%," ujarnya.

Kemudian, lanjut dia, sisanya mereka ambil air dari mana apakah tidak menggunakan air. Hal itu yang mendorong pihaknya untuk melakukan pembahasan ulang untuk mengetahui serapan retribusi pajak air tanah. "Sektor pajak air tanah ini sangat besar, potensi paling besar itu di Kabupaten Bekasi," ungkapnya.

Sejak Undang-undang 32 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah disahkan, kata dia, pengelolaan pajak air tanah menjadi kewenangan pemerintah provinsi. Seperti halnya pajak kendaraan bermotor yang dikelola Dinas Pendapatan Daerah Jawa Barat. Namun, berbeda dengan pajak kendaraan bermotor.

Karena persentase pemerintah kabupaten/kota dari pajak air tanah lebih besar. Dengan rincian, pajak kendaraan bermotor itu 70% diambil oleh provinsi, dan 30 oleh kabupaten/kota. Pajak air tanah justru sebaliknya, 70% diberikan pada kabupaten/kota di Indonesia.

Ketua Pansus XXVI, DPRD Kabupaten Bekasi Nurdin Muhidin menambahkan, persoalan pajak air tanah ini masih ditelusuri akar persoalannya. Rendahnya penermaa pajak air tanah bisa disebabkan karena proses izin yang terlewat, pencatatan yang tidak aktual atau nilai perolehan air yang rendah.

"Termasuk apakah yang 300 wajib pajak itu taat membayar semua, atau justru tidak. Apakah petugas di lapangan mengecek meteran airnya? Nilai perolehan air pun kalau terbilang terlalu murah, maka akan kami naikkan," tambahnya. Untuk itu, pihaknya akan mengecek ke Kota Bekasi, Karawang, dan Bogor sebagai pembanding.

Wakil Bupati Bekasi, Eka Supriatmadja mengatakan, dengan adanya bahasan di Pansus tentang pajak daerah tersebut untuk menelusuri adanya ratusan hingga ribuan perusahaan yang tidak taat pajak. "Dengan adanya aturan baru nanti, maka pendapatan dari air tanah bisa menjadi besar," katanya.

Apalagi, kata dia, dari jumlah wajib pajak yang terdaftar tidak semuanya taat pajak. Berdasarkan hasil pantauan di lapangan ada beberapa perusahaan minuman olahan yang rupanya menunggak. "Sebenarnya banyak yang tidak taat pajak, mungkin kita akan tegas nantinya untuk mendongkrak pendapatan dari air tanah," imbuhnya.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4629 seconds (0.1#10.140)