Dugaan Penerbitan Ijazah Palsu, Korban Minta Terdakwa Ditahan

Rabu, 28 Februari 2018 - 21:43 WIB
Dugaan Penerbitan Ijazah Palsu, Korban Minta Terdakwa Ditahan
Dugaan Penerbitan Ijazah Palsu, Korban Minta Terdakwa Ditahan
A A A
JAKARTA - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur menggelar sidang kasus dugaan penerbitan ijazah palsu dari Sekolah Tinggi Theologia Injili Arastamar (STT SETIA) dengan terdakwa Matheus Mangentang selaku Rektor dan terdakwa Ernawaty Simbolon selaku Direktur.

Sidang yang beragendakan tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas eksepsi kuasa hukum terdakwa ini diwarnai dengan adanya aksi dari keluarga pelapor yang meminta agar kedua terdakwa segera ditahan. Pengacara pelapor, Sabar Ompu Sunggu mengaku ada kekhawatiran jika terdakwa tidak segera ditahan.

“Kami khawatir apabila para tersangka ini tidak di tahan, akan mempengaruhi klien kami lagi,” ujar Sabar di PN Jakarta Timur pada Rabu (28/2/2018).

Sabar melanjutkan, hakim tidak perlu ragu untuk menahan terdakwa, karena sudah memenuhi unsur objektif, maupun unsur subjektif.
“Unsur subjektif di sini bahwa unsur permulaan adalah potensi untuk memengaruhi klien kami ada. Karena pernah klien kami dipengaruhi, dan ada sebagian yang sudah mencabut (gugatan) dan sebagian lagi tidak jadi dicabut," lanjutnya.

Sedangkan unsur objektif, menurutnya adalah karena ancaman dari perkara tersebut diatas lima tahun penjara.“Yakni 10 tahun dan dendanya Rp1 milliar, Sesuai dengan UU No 20/2003,” tambahnya.

Baik pihak pengacara maupun keluarga mengungkapkan kekecewaan, dengan tidak adanya penahanan terhadap terdakwa yang sudah memakan korban hingga ratusan orang.“Korbannya 654, yang melapor ada tiga perwakilan, yang lain menyusul,” jelasnya.

Sebagai informasi, dalam dakwaan JPU dijelaskan bahwa sejak tahun 1987 terdakwa Matheus Mangentang STh mendirikan STT SETIA.
Pada tahun 2003 sampai dengan tahun 2009 lembaga tersebut telah menyelenggarakan program pendidikan PGSD dan telah meluluskan 654 mahasiswa yang di antaranya adalah para saksi bernama Sinta Toles My, Paulus Mooy, Susana Kalli, Martinus Kiki dan Katarina Lunnadominggus Roga.

Mereka mendapatkan bukti kelulusan berupa ijazah Diploma ll dan Akta Il. Transkip nilai dengan gelar Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) yang ditandatangani oleh kedua terdakwa.

Setelah para saksi korban menerima ijazah tersebut dan para saksi korban menggunakannya untuk melamar pekerjaan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) diketahui ijazah tersebut tidak dapat digunakan karena tidak terdaftar di Kemenristek Dikti.

Berdasarkan keterangan dari Kemenristek Dikti bahwa Kemenristek Dikti belum pernah memberikan izin penyelenggaraan Program Pendidikan Guru Sekolah dasar (PGSD) kepada Sekolah Tinggi Theologia Injili Arastamar.

Perbuatan para terdakwa sebagaimana tersebut diatas diatur dan diancam pidana dalam Pasal 67 Ayat (1 ) UU Republik Indonesia No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
(whb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9945 seconds (0.1#10.140)