Menghadapi Genosida Israel, Prof Salman Sayyid: Boikot Bukan Satu-satunya

Jum'at, 08 Desember 2023 - 11:11 WIB
loading...
Menghadapi Genosida Israel, Prof Salman Sayyid: Boikot Bukan Satu-satunya
Prof Salman Sayyid. Foto: Anadolu
A A A
Umat Islam sangat lemah menghadapi islamofobia sampai genosida , seperti dilakukan Israel dan negara-negara Barat, bahkan negara kecil macam Myanmar . Lalu, apa yang seharusnya dilakukan tokoh-tokoh Islam?

Profesor Salman Sayyid, pakar Islamofobia dari Universitas Leeds, mengatakan organisas Islam perlu memberikan pencerahan dan mendidik masyarakat dalam perjuangan politik karena solusi tidak terjadi begitu saja. Itu membutuhkan kerja. Itu membutuhkan pengetahuan.

"Hal ini memerlukan upaya untuk mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan boikot, misalnya memenangkan kontes gagasan," jelasnya sebagaimana dilansir Anadolu, 4 Desember 2023.



Boikot mempunyai dampak. Mereka akan berhasil, tapi itu bukan satu-satunya. Alasan mengapa kita harus melakukan boikot adalah karena itulah satu-satunya hal yang dapat kita kendalikan. Karena kita tidak bisa memaksa pemerintah untuk mengambil tindakan yang lebih tegas secara langsung.

Orang-orang, entah tidak punya niat atau tidak punya kemampuan atau pengetahuan. Jadi, bagian dari proses perjuangan ini adalah dengan terlibat dalam peningkatan kesadaran dan mendidik diri kita sendiri tentang kemungkinan-kemungkinan dunia yang lebih baik.

Belajar bagaimana melakukan ini dengan melihat contoh orang lain. Berapa banyak umat Islam yang mengetahui perjuangan… misalnya perjuangan orang-orang seperti Malcolm X, perjuangan Aljazair, atau perjuangan anti-kolonial Imam Shamil, semua itu hilang dari kita.

"Karena dalam sistem pendidikan kita, kita tidak diajarkan hal-hal tersebut… sehingga semua sumber perlawanan tersebut hilang. Jadi, bagian dari pekerjaan kita adalah mendidik diri kita sendiri, berharap, berpikir bahwa kita bisa mengubah keadaan dan kita mempunyai kewajiban untuk mengubah keadaan," ujarnya.



Apa yang menjadi pilar utama pendidikan tersebut? Sayyid menyarankan dekolonisasi terhadap diri kita sendiri. "Saya menyarankan dekolonisasi pengetahuan. Saya berpendapat bahwa dekolonisasi harus dilakukan lebih dalam dari apa yang kita perbolehkan. Melalui dekolonisasi, kepercayaan diri akan tumbuh," katanya.

Jadi, misalnya, hampir setiap militer di anggota OKI, dengan satu atau dua pengecualian, sepenuhnya dibangun berdasarkan logika militer Barat. Pada saat yang sama, ingatan institusional mereka yang sebenarnya bersifat kolonial. Mereka sering kali mendapatkan kehormatan dengan membunuh dan menindas Muslim lainnya, dan itulah yang mereka lakukan di Mesir, Aljazair, Pakistan, dan Indonesia.

Sayyid mengatakan ketika Anda menghadapi masalah, jika Anda tidak memiliki pengetahuan kritis atau kekritisan yang tertanam di dalamnya, Anda akan mencoba menyelesaikan masalah berdasarkan buku-buku, panduan Barat dan teknis yang memberi tahu Anda cara menyelesaikan masalah.

"Ketergantungan seperti itu tidak akan membantu; hal ini hanya akan menjerat Anda di dunia apa adanya, dengan segala kekejaman dan ketidakadilannya, alih-alih memberi Anda alat untuk membangun dunia yang lebih baik. Kita perlu melakukan dekolonisasi agar kita mempunyai alat untuk membangun masa depan yang lebih baik," tandasnya.



Jadi, masalah sebenarnya adalah ini; bisakah kita membiarkan munculnya identitas politik Muslim yang transnasional, berorientasi masa depan, dan cukup percaya diri untuk menentukan jalannya sendiri? Tanpa itu, kita ibarat penumpang kapal Titanic yang sedang memindahkan kursinya, mungkin ada yang duduk di kursi bagus dan ada yang duduk di kursi jelek, tapi kapal akan tenggelam dan kita semua ikut tenggelam.
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1351 seconds (0.1#10.140)