Pemprov DKI Disarankan Hapus Reklame Konvensional

Minggu, 19 November 2017 - 09:14 WIB
Pemprov DKI Disarankan Hapus Reklame Konvensional
Pemprov DKI Disarankan Hapus Reklame Konvensional
A A A
JAKARTA - Sejumlah pihak meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meninjau kembali Peraturan Gubernur No 148/2017 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Reklame soal reklame dengan sistem Light-Emitting Diode (LED).

Namun usulan untuk merevisi pergub tersebut justru menuai kritik dari banyak pihak. Pasalnya, reklame LED memiliki keunggulan yang jauh lebih besar dibanding reklame konvensional. Salah satu contoh sederhana adalah selain lebih mempercantik kota, juga mengantisipasi dari bahaya tiang reklame roboh.

"Di beberapa titik, kerangka reklame konvensional jadi bangkai berkarat. Enggak ada pengiklan, dibiarkan saja begitu. Bikin Jakarta jadi mirip kota hantu. Semoga Anies-Sandi bisa memutuskan yang terbaik. Saya sendiri lebih senang LED. Kalau perlu, larang reklame konvensional secara total di Jakarta," ujar aktivis Zeng Wei Jian, Minggu (19/11/2017).

Zeng juga menulis soal reklame LED dan konvensional. Tulisan tersebut berjudul 'Polusi Visual'. "Polusi visual merupakan aesthetic issue: Velbak terbuka, billboard, kabel-kabel listrik, antena, kerangka reklame berkarat.

Setelah Anies-Sandi jadi Gubernur-Wagub DKi, lanjut Zeng, ada benturan antara pemain reklame konvensional melawan Large Electronic Display (LED). Dalam Pasal 8 Pergub 148/2017 membagi 4 zona billboard: Kawasan kendali ketat, sedang, rendah dan khusus.

Sebelumnya, Asosiasi Perusahaan Media Luargriya Indonesia (AMLI) minta Pergub 148 ini direvisi. Mereka ingin pasang billboard konvensional di Jalan MH Thamrin-Sudirman. Pergub 148 hanya mengizinkan reklame LED dipasang di area ini. Sedangkan reklame konvensional masih bertengger di zona-zona kendali rendah.

Misalnya, Jembatan Penyebrangan Orang (JPO) di banyak wilayah masih jadi sasaran run amok reklame-reklame konvensional. Reklame konvensional statik sudah ditinggalkan Broadway, New York, Oxford, London, dan Tokyo Jepang. Semuanya mengimplementasi LED. AMLI sendiri akui itu.

"Kelemahan reklame konvensional adalah sifatnya statis. Satu produk. Bertengger sampai warnanya luntur. Tiang-tiang pancangnya tinggi, menutupi pemandangan, dan rentan roboh," tegas Zeng.

"Saya sendiri lebih senang LED. Kalau perlu, larang reklame konvensional secara total di Jakarta. Mungkin, saya terlalu sering nonton video klip live show Alicia Keys yang berjudul "Empire State of Mind (Here in Times Square)". Di situ ada pagelaran LED fantastik menempel di gedung-gedung pencakar langit. That's A Metropolis should be," ucapnya.
(whb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9804 seconds (0.1#10.140)