Pemkot Bogor Diingatkan Soal Pengawasan Pasien Positif Corona yang Karantina di Rumah
loading...
A
A
A
BOGOR - Ahli Epidemiologi (Epidemiolog) Universitas Indonesia (UI), Tri Yunis Miko Wahyono mengingatkan Pemkot Bogor dalam hal ini Tim Gugus Tugas Covid-19 Kota Bogor agar mengawasi pasien positif Corona yang melakukan karantina mandiri di rumah dengan protokol kesehatan ketat. Pasalnya, jika tidak diawasi dengan baik bisa menjadi klaster penularan baru.
"Berdasarkan data 3 Agustus 2020 di Kota Bogor, ada 46 orang yang dirawat di rumah sakit dan 40 orang karantina mandiri. Jadi, yang dikarantina mandiri ini harus benar-benar diawasi, harus diam di rumah. Kalau mereka butuh bantuan beri bantuan," kata Tri saat Diskusi dengan Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim dan jajaran di Posko GTPP Kota Bogor, Kamis (06/08/2020).
Kepala Departemen Epidemiologi FKM UI ini menambahkan, selain mengawasi pasien yang dikarantina, pemerintah daerah juga harus menyampaikan pentingnya karantina di rumah dalam upaya memutus rantai penyebaran Covid-19. Dia mengaku merasa kaget karena berdasarkan data penyebaran klaster di Kota Bogor (10 Maret-3 Agustus), klaster luar Kota Bogor tertinggi jumlahnya dibandingkan klaster lain, yakni sebanyak 111 orang atau 36,88%.
“Dari data klaster luar kota, ternyata yang keluar kota menggunakan kendaraan pribadi ada 80%. Jadi, harus dievaluasi lagi, sebetulnya penularannya dimana,” ujarnya. Dia mengemukakan, jika Kota Bogor akan menerapkan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB), seharusnya jumlah 86 orang yang dikarantina ini bisa diisolasi dengan baik, baik yang di rumah sakit maupun mandiri. (Baca: Dua Karyawan Terinfeksi Covid-19, Aeon Mall: Kami Taat Protokol Pemerintah)
Sementara itu, Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim yang juga Ketua Gugus Tugas Covid-19 Kota Bogor menjelaskan, upaya yang dilakukan Pemkot Bogor di masa pandemi Covid-19 ini tidak hanya sebatas penanganan di bidang kesehatan, namun juga termasuk jaring pengaman sosial dan pemulihan ekonomi. "Jadi, ada tiga poin penting yang ditangani pemerintah, yaitu jaring pengaman sosial pemulihan ekonomi dan tentunya kesehatan," katanya.
"Berdasarkan data 3 Agustus 2020 di Kota Bogor, ada 46 orang yang dirawat di rumah sakit dan 40 orang karantina mandiri. Jadi, yang dikarantina mandiri ini harus benar-benar diawasi, harus diam di rumah. Kalau mereka butuh bantuan beri bantuan," kata Tri saat Diskusi dengan Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim dan jajaran di Posko GTPP Kota Bogor, Kamis (06/08/2020).
Kepala Departemen Epidemiologi FKM UI ini menambahkan, selain mengawasi pasien yang dikarantina, pemerintah daerah juga harus menyampaikan pentingnya karantina di rumah dalam upaya memutus rantai penyebaran Covid-19. Dia mengaku merasa kaget karena berdasarkan data penyebaran klaster di Kota Bogor (10 Maret-3 Agustus), klaster luar Kota Bogor tertinggi jumlahnya dibandingkan klaster lain, yakni sebanyak 111 orang atau 36,88%.
“Dari data klaster luar kota, ternyata yang keluar kota menggunakan kendaraan pribadi ada 80%. Jadi, harus dievaluasi lagi, sebetulnya penularannya dimana,” ujarnya. Dia mengemukakan, jika Kota Bogor akan menerapkan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB), seharusnya jumlah 86 orang yang dikarantina ini bisa diisolasi dengan baik, baik yang di rumah sakit maupun mandiri. (Baca: Dua Karyawan Terinfeksi Covid-19, Aeon Mall: Kami Taat Protokol Pemerintah)
Sementara itu, Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim yang juga Ketua Gugus Tugas Covid-19 Kota Bogor menjelaskan, upaya yang dilakukan Pemkot Bogor di masa pandemi Covid-19 ini tidak hanya sebatas penanganan di bidang kesehatan, namun juga termasuk jaring pengaman sosial dan pemulihan ekonomi. "Jadi, ada tiga poin penting yang ditangani pemerintah, yaitu jaring pengaman sosial pemulihan ekonomi dan tentunya kesehatan," katanya.
(hab)