Jakarta Dinilai Kota Bahaya Bagi Wanita, Ini Kata Psikolog

Kamis, 19 Oktober 2017 - 08:16 WIB
Jakarta Dinilai Kota Bahaya Bagi Wanita, Ini Kata Psikolog
Jakarta Dinilai Kota Bahaya Bagi Wanita, Ini Kata Psikolog
A A A
DEPOK - Jakarta masuk dalam urutan 10 kota besar di dunia yang paling berbahaya untuk perempuan. Dalam hasil survei Yayasan Thomson Reuters disebutkan, bahwa Jakarta berada diurutan sembilan.

Menanggapi hal itu, Psikolog Universitas Pancasila (UP) Aully Grashinta menuturkan, kalau melihat aspek pengukurannya yang terendah itu tampaknya lebih banyak 'di luar Jakarta' daripada di Jakarta, seperti pemaksaan pernikahan dini dan mutilasi.

"Ini malah banyak terjadi di Bodetabek sebagai kota penyangga. Karena banyak masyarakat Jakarta yang malah menunda usia pernikahan. Banyak pernikahan dini dilakukan lebih karena perilaku seksual bebas," katanya Aully kepada SINDO, Rabu 18 Oktober 2017.

Menurutnya, Jakarta memang belum punya sosial security sistem yang baik. Dalam beraktivitas dan mobilisasi setiap hari semua rawan pelecehan dan kekerasan seksual. Lemahnya pengawasan sosial juga menjadi faktor pendukung. Selain faktor budaya patriarki yang masih terus berkembang dan dikembangkan.

"Misalnya saat kita mengalami pelecehan atau kekerasan seksual, saat sangat mungkin kita dilecehkan untuk kedua kalinya oleh si petugas, kemudian kasus-kasus seperti ini juga tidak dituntaskan sehingga efek jera juga tidak muncul," ungkapnya.

Standar prosedur penanganan saat ada masalah juga tidak jelas. Mulai dari apa yang harus dilakukan, harus melapor ke mana, akan dapat apa dari laporan itu tidak jelas.

"Secara umum memang di Jakarta belum ada pengamanan sosial yang menjamin keamanan warganya terutama wanita," paparnya.

Dengan situasi demikian maka pelecehan, dan kekerasan seksual memang tinggi terutama pada wanita. Secara garis besar ini tidak hanya di Jakarta tetapi juga kota-kota penyangga Bodetabek.

"Jakarta itu masyarakatnya sangat heterogen. Pihak keamanan juga tidak cukup mampu untuk mengatasi masalah terkait dengan kriminalitas pada perempuan," katanya.

Dalam hal budaya patriarki, laki-laki dianggap pihak yang lebih kuat, dominan dan punya power lebih daripada perempuan. Sehingga seringkali menjadi abusive pada perempuan. Banyak budaya kita yang mendukung hal ini. "Sehingga memang wanita kerap menjadi korban," pungkasnya.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5818 seconds (0.1#10.140)