Aturan E-Money Digugat, Persepsi Masyarakat Berpotensi Terganggu

Minggu, 15 Oktober 2017 - 19:24 WIB
Aturan E-Money Digugat, Persepsi Masyarakat Berpotensi Terganggu
Aturan E-Money Digugat, Persepsi Masyarakat Berpotensi Terganggu
A A A
JAKARTA - Gugatan terhadap Peraturan Bank Indonesia (PBI) terkait uang elektronik atau e-money ke Mahkamah Agung (MA) dikhawatirkan berpotensi mengganggu persepsi masyarakat dan menghambat program gerakan nasional non tunai. Meski begitu Bank Indonesia (BI) memastikan secara teknis kasus tersebut tidak mengganggu program penerapan pembayaran non tunai di ruas jalan tol.

"Kalau secara teknis di lapangan enggak ya. Tapi saya takutnya ini ganggu persepsi masyarakat saja sebenarnya. Jadi mereka terpengaruh," ujar Deputi Direktur Grup Pengembangan Sistem Pembayaran Ritel dan Keuangan Inklusif Bank Indonesia (BI) Apep M. Komarna di kantor Pusat Jasa Marga, Minggu (15/10/2017).

(Baca Juga: 1,5 Juta E-Money Diskon Rp20 Ribu di Gerbang Tol
Ia menambahkan, saat ini penetrasi atas program elektronifikasi jalan tol cukup bagus dan menurutnya sudah seharusnya para pengendara paham bahwa saat ini pemerintah sedang mencanangkan program ini. "Jadi penetrasi di lapangan bagus. Kita harapkan pengguna jalan juga paham bahwa ini memang suatu keharusan," terang dia.

Lebih lanjut Asep juga mengungkapkan adanya protes yang menilai penolakan terhadap transaksi tunai adalah sebuah pembangkangan terhadap undang-undang. "Enggak masuk akal kalau BI tidak konsen disitu. Penjaga stabilitas rupiah baik secara inflasi dan mata uang itu BI. Karena BI juga keluarkan PBI yang wajib gunakan uang elektronik. Jadi tidak dikontradiksikan dengan UU yang lain. Justru itu saling sinergi," pungkasnya.

Seperti diketahui, Peraturan Bank Indonesia (PBI) terkait uang elektronik digugat ke Mahkamah Agung oleh warga yang mengaku selama ini kerap menggunakan layanan tol dan bus TransJakarta karena dinilai diskriminatif. Gugatan tersebut dilayangkan, lantaran dinilai ketentuan pembayaran dengan uang elektronik tersebut terkesan melarang warga yang hendak melakukan transaksi tunai.

Hal ini karena dalam UU Mata Uang telah dijelaskan secara rinci tentang ketentuan umum penggunaan rupiah, macam dan harga rupiah, desain rupiah, pengelolaan rupiah, penggunaan rupiah, penarikan rupiah, hingga ketentuan pidananya. Penggugat berharap tidak adanya diskriminasi terhadap masyarakat pengguna Rupiah Kertas maupun Logam dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.5974 seconds (0.1#10.140)