Dalam Dua Bulan, DKI Tindak 62.000 Pelanggar Protokol Kesehatan

Rabu, 05 Agustus 2020 - 08:13 WIB
loading...
Dalam Dua Bulan, DKI Tindak 62.000 Pelanggar Protokol Kesehatan
Seorang pelanggar protokol kesehatan di sekitar Pasar Senen diberi sanksi sosial berupa menyapu jalanan karena tidak memakai masker. Foto: dok/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membuktikan ancaman denda bagi yang melanggar protokol kesehatan pada masa pandemi Covid-19 bukan gertak sambal. Hanya dalam waktu dua bulan, telah ditindak 62.158 orang akibat tidak memakai masker saat beraktivitas di luar rumah.

Sanksi denda juga diberikan kepada sejumlah pelaku usaha yang tidak patuh. Total denda uang yang terkumpul dari seluruh pelanggar hingga kemarin mencapai Rp1,5 miliar. Jumlah pelanggar dan denda ini berpotensi terus bertambah jika patroli dilakukan lebih masif. Ini tidak lepas dari masih banyaknya warga yang tidak memakai masker di tempat umum.

Kebijakan denda bagi perseorangan dan pelaku usaha di Ibu Kota ini berlaku sejak 5 Juni 2020, bertepatan dengan penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi. Khusus bagi warga yang tidak mengenakan masker, sanksinya berupa kerja sosial membersihkan fasilitas umum. Jika tidak maka diwajibkan membayar denda administratif sebesar Rp250.000. (Baca: Pemerintah Harus Disiplinkan Masyarakat untuk Terapkan Protokol Kesehatan)

Adapun bagi pelaku usaha, denda diberikan jika melanggar ketentuan maksimal menerima 50% pengunjung dari kapasitas tempat usaha. Denda ini antara lain diberikan kepada usaha pertokoan dan restoran.

Tujuan Pemprov DKI Jakarta dan pemerintah daerah lain di Indonesia menerapkan sanksi denda pada masa pandemi ini diklaim bukan untuk mengumpulkan uang. Denda lebih bertujuan membiasakan masyarakat untuk disiplin menerapkan protokol kesehatan . Namun jika melihat banyaknya jumlah pelanggar, kesadaran masyarakat untuk melindungi diri dan orang lain dari ancaman penularan virus masih rendah.

Hal ini juga diakui Kepala Dinas Satuan Polisi Pamong Praja DKI Jakarta Arifin. Hasil evaluasi dua bulan penerapan sanksi PSBB transisi, efek jera yang diharapkan diakui belum terlihat. Akhirnya diputuskan untuk memberlakukan denda progresif. Setiap orang atau pelaku usaha yang kedapatan mengulangi pelanggaran akan dikenakan denda yang berlipat.

Menurut Arifin, sanksi denda progresif berupa insentif ataupun disinsentif. Adapun besaran sanksi denda tersebut sejauh ini masih dibahas di Biro Hukum Pemprov DKI . "Sanksi itu berlaku kepada seluruh pelanggar, baik masyarakat maupun dunia usaha," ungkapnya saat dihubungi kemarin.

Pemprov juga mengevaluasi bentuk sanksi sosial bagi warga yang tidak bermasker. Selama ini sanksinya berupa kewajiban membersihkan sarana-prasarana sebagaimana yang dilakukan petugas prasarana dan sarana umum setiap harinya. Ke depan, waktu membersihkan ini akan lebih diperpanjang. "Jadi, masalah tempat dan waktu untuk sanksi sosial ini akan dievaluasi juga," ujarnya. (Baca juga: Industri Rokok Dibunuh, Jutaan Pekerja Mau Ditaruh Dimana?)

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah mengaku tidak heran bila pelanggaran PSBB transisi tidak memberi efek jera. Salah satu alasannya karena tidak konsistennya penegakan hukum.

Trubus mengatakan, dalam menjalankan peraturan diperlukan sebuah kesadaran. Sementara untuk membangunkan kesadaran itu diperlukan penegakan hukum dan sosialisasi yang maksimal. Artinya, apabila nanti peraturan baru perihal sanksi denda, Trubus menyarankan agar Pemprov DKI Jakarta menjalankan dengan tegas. Selain itu, sosialisasi juga perlu gencar pada masa transisi PSBB ini.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1801 seconds (0.1#10.140)