Depok Terapkan Sistem Zonasi untuk Penerimaan Siswa Baru

Senin, 12 Juni 2017 - 01:29 WIB
Depok Terapkan Sistem Zonasi untuk Penerimaan Siswa Baru
Depok Terapkan Sistem Zonasi untuk Penerimaan Siswa Baru
A A A
DEPOK - Dinas Pendidikan Kota Depok menerapkan sistem zonasi dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun 2017. Dengan sistem ini maka jarak sekolah dengan tempat tinggal calon peserta didik dengan jarak terdekat akan menjadi prioritas penerimaan peserta didik.

Hal tersebut tertuang dalam aturan Permendikbud No 17 Tahun 2017.
Pendataran PPDB SMA dimulai 6-10 Juni, kemudian seleksi 12-14 Juni, dan pengumuman 16 Juni 2017. Pendaftaran jalur non-akademik ke SMK Negeri dibuka pada 6-14 Juni sekaligus seleksi. Adapun pengumuman dilaksanakan pada 16 Juni.

Kepala Dinas Pendidikan Kota Depok Thamrin mengatakan berdasarkan aturan tersebut pihaknya mengacu pada zonasi itu pendekatannnya dari jarak dan tempat tinggal. Jika jarak dari tempat tinggal dengan sekolahnya itu terdekat maka akan mendapatkan skor tertinggi.

"Itu masuknya ke ring satu nilainya 50. Kami menyebar ke 63 kelurahan. Begitu pendaftar menginput tempat tinggalnya otomatis skor nilainya. Kami sudah buat pemetaannya dan bisa dilihat webnya PPDB," kata Thamrin, Minggu, 11 Juni 2017 kemarin.

Thamrin mengungkapkan, aturan tersebut juga berlaku bagi calon peserta didik yang ingin masuk SD. Selain aturan zonasi tadi, terdapat pula aturan usia. Calon siswa yang usianya 7 tahun wajib diterima.
Sedangkan yang enam tahun satu bulan ada skor tambahannya. "Jangan memaksakan, misalnya warga Cimanggis tapi ingin anaknya sekolah di Anyelir. Ini aturan baru yang diterapkan pula pada penerimaann peserta didik SD," ujarnya.

Menurutnya, orang tua juga tidak boleh memaksakan anaknya masuk sekolah jika usianya belum mencukupi. Misalnya, dengan memaksakan anak masuk SD tapi usianya masih 5 tahun. Karena itu akan itu mempengaruhi APM (angka partisipasi masyarakat) di SD.

Thamrin memaparkan, tercatat sudah sebanyak 30.000 pendaftar yang ikut ujian. Dari 30.000 pendaftar itu sudah ada yang masuk ke pesantren, atau sekolah lain. Pihaknya mengaku belum mendata lagi sisa peserta.

Namun daya tampung di sekolah negeri ternyata hanya 7.900. "Hanya 7.900 ditambah SMP terbukanya sebanyak 1.000, jadi 8.700 untuk SMP negeri. SMP swasta di Depok kan banyak, jadi jika tidak masuk sekolah negeri bisa ke swasta. SMP swasta ada sekitar 170," katanya.

Thamrin menegaskan, akan menurunkan pengawas yang memantau PPDB di setiap sekolah baik SD dan SMP. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah praktik-praktik curang seperti jual beli bangku.

Dia merinci ada beberapa kuota keberpihakan siswa miskin 20%, keberpihakan siswa berprestasi 5%, keberpihakan kepada anak berkebutuhan khusus, keberpihakan kepada anak guru itu 5%. "Bagi yang memenuhi kuota diakomodir namun karena kuota terbatas kami juga lihat skor nilai," terangnya.

Dia mengatakan pihaknya semaksimal mungkin berupaya untuk tertibkan PPDB tahun ini. Diakui hal itu tidak bisa dilakukan secara sekaligus tapi pihaknya akan berupaya semaksimal mungkin.

"Intinya PPDB Itu tidak boleh ada pungutan biaya pendaftaran. Itu tidak boleh. Kami akan tetap berpegang sesuai ketentuan bahwa tidak ada pungutan proses dalam PPDB. Jangan sampai ada oknum yang melakukan pungutan," katanya.

Ketua Komisi D DPRD Kota Depok, Pradana Mulyoyunanda mengatakan, daya tampung SMA/SMK negeri di Depok hanya 4.000-an. Sedangkan jumlah lulusan SMP sebanyak 7.000 siswa. Kewenangan pengelolaan SMA/SMK berada di tangan pemerintah provinsi. Tercatat, Depok hanya ada 13 SMA dan 4 SMK negeri. Sedangkan jumlah SMP negeri sebanyak 26. "Depok memang kekurangan SMA dan SMK negeri," katanya.

Idealnya Depok mempunyai 25 SMA negeri. Atau setidaknya di sebelas kecamatan di Depok terdapat dua SMA negeri. Pasalnya antusias masyarakat untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah negeri sangat tinggi.

Bahkan ada juga siswa yang nilainya terbatas terkadang memaksakan untuk tetap masuk ke sekolah negeri. Saat ini juga ada aturan jalur afirmasi non-akademik 1 kilometer dari rumah. Artinya, bagi siswa miskin diutamakan yang jaraknya terdekat dari sekolah. "Bayangkan kalau satu RT ada lima siswa miskin dan ada lima RT di dekat sekolah. Kuota 20 non-akademik sudah dipastikan habis. Bagaimana dengan siswa miskin yang rumahnya lebih jauh dan mempunyai nilai yang lebih baik," ucapnya.
(whb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5712 seconds (0.1#10.140)