Pasar Kembang Rawa Belong Memburuk, Pedagang Salahkan Pengelola

Minggu, 05 Maret 2017 - 13:27 WIB
Pasar Kembang Rawa Belong Memburuk, Pedagang Salahkan Pengelola
Pasar Kembang Rawa Belong Memburuk, Pedagang Salahkan Pengelola
A A A
JAKARTA - Meksi menjadi sentra penjualan bunga di pusat dan barat Jakarta, namun pelayanan pasar bunga Rawa Belong, Kebon Jeruk, Jakarta Barat buruk. Selain banyak fasilitas terbengkalai, kondisi nyaman juga terjadi di kawasan itu.

Pantauan di lokasi, di pasar itu suasana panas dan engap. Beberapa kondisi kios mulai diabaikan. Di bagian belakang, banyak terdapat sejumlah kawasan yang terbengkalai, termasuk saluran air yang mampet membuat kawasan itu banjir.

Di sisi lain, pengelolah juga tampak buruk. Semenjak pergantian kepala pelaksana, koordinasi antara pedagang dengan pihak pengelolah menjadi terputus. Malahan beberapa pedagang secara terang-terangan menunjukan sikap tak suka kepada pengelolah.

Iyus (46), salah satu penjual bunga hias ini mengaku, keluhan ini sudah sempat dilontarkan kepada Dinas Kelautan Pertanian Pertamanan dan Ketahanan Pangan. Namun hingga saat ini belum juga mendapatkan tanggapan.

Termasuk soal retribusi. Jajang mengaku saat ini kondisi semakin liar, sejumlah juru parkir liar bermunculan, padahal di kawasan itu, tercatat parkir gratis.

"Ada 372 pedagang, semuanya mengeluhkan sikap tak kooperatif pengelolah," tutur Iyus ketika ditemui di lokasi, Minggu (5/3/2017).

Iyus menilai, sikap tak terbuka pengelolah menjadikan kondisi pasar semakin tak nyaman. Sebab, upaya promosi tidak dilakukan pengelolah. Inilah yang membuat aktifitas di sana semakin tak terkontrol rapih. "Yah kalau kecewa, kecewa lah, kita pedagang seolah sengaja diperangkan dengan petani," tuturnya.

Dahulu di kawasan Pasar Rawa Belong, pihak pengelolah selalu mengadakan promosi dagangan dengan mengadakan festival kembang tiap tahun. Di festival itu, masing pedagang menawarkan karya terbaiknya untuk dipromosikan.

Termasuk soal larangan petani menjual, kata Iyus, petani tak ada berjualan. Para pedagang kemudian leluasa mengambil barang ke petani. Sehingga kegiatan di sana cukup sehat.

"Kalau soal banjir mah, kami tak masalah penting. Kami sudah biasa menghadapinya," tutur Iyus saat disindir soal banjir.

Sementara Jajang (49), mengaku omzet dagangan menjadi menurun, tiga tahun lalu, dirinya mampu meraup omzet per hari minimal Rp5 juta. Kali ini, dengan kondisi semakin tak jelas, mendapatkan lima pelanggan sehari cukup bersyukur. "Intinya dia tak komunikatif dengan pedagang. Kami saja semakin tak jelas," ucapnya.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4490 seconds (0.1#10.140)