Aktifkan Ahok Jadi Gubernur, ACTA Laporkan Mendagri ke Ombudsman

Selasa, 14 Februari 2017 - 13:28 WIB
Aktifkan Ahok Jadi Gubernur, ACTA Laporkan Mendagri ke Ombudsman
Aktifkan Ahok Jadi Gubernur, ACTA Laporkan Mendagri ke Ombudsman
A A A
JAKARTA - ACTA mendatangi Ombudsman RI di Jakarta Selatan untuk melaporkan dugaan maladministrasi oleh Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo terkait kebijakannya yang tidak memberhentikan Basuki T Purnama (Ahok) sebagai Gubernur DKI Jakarta. Padahal, Ahok sudah berstatus terdakwa dalam kasus dugaan penistaan agama.

Ketua ACTA Krist Ibnu T mengatakan, terdapat dugaan praktik maladministrasi oleh Mendagri terkait tak diberhentikannya Ahok. Adapun tiga indikasi pengabaian aturan yang berlaku itu, pertama, adanya pengabaian ketentuan pasal 83 UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah yang secara garis besar mengatur kepala daerah yang didakwa dengan pidana dengan ancaman 5 tahun penjara harus diberhentikan sementara.

"Namun, Ahok yang sudah menjalani persidangan sebagai terdakwa sejak tanggal 13 Desember 2016 lalu hingga kini tak diberhentikan sementara," ujarnya pada wartawan, Selasa (14/2/2017).

Dia menerangkan, indikasi kedua, adanya perlakuan yang tak sama yang diberikan kepada Ahok dan kepada kepala daerah Iainnya yang mempunyai kasus yang serupa, yakni kasus pemberhentian sementara Bupati Ogan llir Ahmad Wazir Noviadi yang didakwa dengan dua pasal yang ancamannya lebih dari lima tahun.

Lalu, kata dia, kasus Ahmad Wazir yang didakwa pasal 112 UU Nomor 35 Tahun 2009 yang ancaman hukumannya 12 tahun dan Pasal 127 UU yang sama yang ancaman hukumannya paling lama 4 tahun. Dalam kasus tersebut, Mendagri dengan tegas memberhentikan sementara begitu Ahmad Wazir berstatus tersangka.

Dia mengungkapkan, indikasi ketiga, adanya inkonsistensi alasan soal tidak diberhentikannya Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta meski telah berstatus terdakwa. Ada saja alasan yang disampaikan untuk membenarkan tidak diberhentikannya Ahok.

"Antara lain, belum diketahuinya nomor register perkara, belum selesainya masa cuti, dan belum adanya kejelasan tuntutan dari JPI. Alasan-alasan yang berbeda satu sama lain itu tak memiliki dasar hukum yang kuat," tuturnya.

Mak itu, tambah Krist, dengan tiga indikasi tersebut telah terpenuhi dua unsur maladministrasi, yakni adanya perilaku atau perbuatan penyelenggara negara yang melawan hukum dan kelalaian atau pengabaian hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

"Kami harap Ombudsman (RI) bisa mengambil tindakan-tindakan yang Iayak dan sesuai UU Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia untuk mengusut dugaan maladministrasi ini," katanya.
(ysw)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5035 seconds (0.1#10.140)