RPA Perindo dan P2TP2A Bahas Kasus Kekerasan Seksual Anak yang Mandek di Tangsel
loading...
A
A
A
TANGERANG SELATAN - DPP Relawan Perempuan dan Anak (RPA) Partai Perindo mendatangi kantor Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), Rawa Buntu, Serpong, Tangerang Selatan (Tangsel), Senin (24/7/23). Kehadiran RPA Perindo di lokasi guna membahas perkembangan kasus kekerasan seksual terhadap bocah di Ciputat berinisial AL (5) yang mandek ditangani Polres Tangsel.
Ada sebanyak tiga pelaku yang masih di bawah umur belum diproses sesuai aturan. Ketiganya yakni Tiga pelaku kekerasan seksual itu yakni AS (14), EJ (13), dan
YO (7).
"Ini sebagai bentuk upaya RPA Perindo memberikan kepastian hukum dan rasa keadilan kepada korban," ungkap Ketua DPP RPA Perindo Jeannie Latumahina.
Jeannie berharap, pelaku berusia 7 tahun dibina oleh Bapas dan tidak dikembalikan ke keluarga. Sedang 2 pelaku lain, diproses sesuai Undang-Undang (UU) yang berlaku.
"Penanganan kasus yang buruk dan lama oleh Polres Tangsel mengakibatkan korban dan orang tuanya sering dibully masyarakat, karena pelakunya masih berkeliaran bebas selama 1 tahun," ujarnya.
Menurut Jeannie, mandegnya kasus kekerasan seksual terhadap anak itu membuat hilangnya kepastian hukum bagi korban.
"Hukum kalah terhadap kejahatan apabila tidak ada kepastian bagi korban dan pelaku," ucapnya.
Ada sebanyak tiga pelaku yang masih di bawah umur belum diproses sesuai aturan. Ketiganya yakni Tiga pelaku kekerasan seksual itu yakni AS (14), EJ (13), dan
YO (7).
"Ini sebagai bentuk upaya RPA Perindo memberikan kepastian hukum dan rasa keadilan kepada korban," ungkap Ketua DPP RPA Perindo Jeannie Latumahina.
Jeannie berharap, pelaku berusia 7 tahun dibina oleh Bapas dan tidak dikembalikan ke keluarga. Sedang 2 pelaku lain, diproses sesuai Undang-Undang (UU) yang berlaku.
"Penanganan kasus yang buruk dan lama oleh Polres Tangsel mengakibatkan korban dan orang tuanya sering dibully masyarakat, karena pelakunya masih berkeliaran bebas selama 1 tahun," ujarnya.
Menurut Jeannie, mandegnya kasus kekerasan seksual terhadap anak itu membuat hilangnya kepastian hukum bagi korban.
"Hukum kalah terhadap kejahatan apabila tidak ada kepastian bagi korban dan pelaku," ucapnya.
(hab)