DKI Dinilai Banyak Lakukan Pembiaran Peruntukan

Rabu, 24 Februari 2016 - 06:24 WIB
DKI Dinilai Banyak Lakukan Pembiaran Peruntukan
DKI Dinilai Banyak Lakukan Pembiaran Peruntukan
A A A
JAKARTA - Ruang Terbuka Hijau (RTH) DKI saat ini baru sekitar 9,8 persen atau 6.500 hektare dari luas wilayah DKI Jakarta sekitar 66 ribu hektare. Banyak perubahan peruntukan yang membuat RTH berkurang, ironisnya Pemprov DKI lakukan pembiaran.

Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Muhammad Sanusi mengatakan, sebelum ada Peraturan Daerah (Perda) Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2030, turunan Undang-Undang tata ruang itu adalah Surat Keputusan (SK) Gubernur. Dimana Gubernur bisa mengubah tata ruang dengan aspek kajian akademisnya.

Sehingga, banyak daerah resapan berubah peruntukan dan akhirnya hanya meninggalkan nama seperti Rawa Bebek, Rawa Bangke dan sebagainya.

"Nah Perda RTRW 2012 itu turunannya Perda 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Kalau ada perubahan peruntukan, perdanya harus dirubah dulu. Sayangnya, saat buat Perda itu, 50-60 persen RTH sudah berubah peruntukan," kata Sanusi saat dihubungi, Selasa 23 Februari 2016.

Sanusi menjelaskan, dalam RTRW 2030, RTH di Jakarta harus mencapai 30 persen dari lua wilayah. RTH sendiri terbagi dua, yakni RTH privat 10 persen dan RTH publik 20 persen. RTH privat ini bisa diwujudkan melalui taman-taman, halaman rumah, dan bahkan green roof.

Sementara RTH publik dibagi menjadi dua, yakni area dan koridor. Untuk area, misalnya ada taman kota. Sementara, untuk koridor berupa jalur hijau di bantara kali, pinggiran rel kereta, daerah sekitar sutet, bawah jembatan jalan, dan lain-lain.

Masalahnya, kata Sanusi dari RTH publik yang baru sekitar 10% dan kurang 10%, 90%-nya itu harus dibebasin karena tanah itu bukan milik negara dan Pemerintah Daerah. Sayangnya, Pemprov DKI hanya fokus terhadap warga yang berada dipinggir kali dan akhirnya membiarkan bangunan rumah tinggal berubah fungsi menjadi komersil.

"Ada 3.000 mini market di Jakarta, itu 80%-nya melanggar peruntukan rumah tinggal. Pembiaran dalam undang-undang 26 tahun 2007 tentang penataan ruang dapat dipidana. Apa bedanya mini market dengan Kalijodo," tegasnya.

Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menegaskan, sejak dirinya memimpin Jakarta bersama Joko Widodo 2012, dirinya membuat Perda tata ruang RTRW 2030 yang dikuatkan dengan RDTR 2014. Dari perda tersebut, dirinya sudah banyak membayar rumah bersertifikat yang diganti peruntukannya jadi RTH. Tetapi, apabila dalam peta sudah ungu yang artinya sudah komersil, dirinya tidak bisa membebaskannya.

Seperti misalnya lapangan Golf Senayan, kata Ahok, dalam peta RTRW itu sudah hijau. Artinya itu memang sudah RTH. Sama halnya dengan makam dan sebagainya.

"Jadi kalau dalam peta perda RTRW itu hijau tapi tiba-tiba ada apartemen. Itu pasti kita bongkar. Kalau Hotel Aston itu di RTRW sudah bisnis, enggak bisa dibongkar," tegasnya.

Mantan Bupati Belitung Timur itu memastikan, sejak ada Perda RTRW 2012, enggak ada di Jakarta yang hijau itu dibangun. Bahkan, dia menegaskan bangunan apapaun yang beridiri di peta hijau, dan berubah fungi, dirinya tidak akan segan-segan membongkarnya. Sayangnya, dia tidak menjelaskan banyaknya rumah tinggal yang berubah menjadi mini market.

"Kami akan banyak beli tanah dan menambah RTH. Untuk jogging track macam-macam, lagi kita tata sekarang," katanya.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5877 seconds (0.1#10.140)