Buruh Kirim Petisi Lawan Ahok, Ini Kata Sang Gubernur DKI

Sabtu, 31 Oktober 2015 - 23:37 WIB
Buruh Kirim Petisi Lawan Ahok, Ini Kata Sang Gubernur DKI
Buruh Kirim Petisi Lawan Ahok, Ini Kata Sang Gubernur DKI
A A A
JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengaku tidak mempermasalahkan jika dikirimkan petisi terkait Pergub No 228/2015 tentang Pengendalian Pelaksanaan Penyampaian Pendapat di Muka Umum yang dikeluarkan ditandatanganinya.

"Terserah dia lah, kalau tidak suka ya gugat, enggak apa-apa, kalau tolak ya gugat saja. Kita negara hukum ada aturannya," ujar Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Sabtu (31/10/2015). Menurut Ahok, jika memang ada sekumpulan yang tidak suka dengan aturan Gubernur maka mereka berhak menggugat dan membawa ke Mahkamah Agung (MA).

"Kalau enggak suka aturan Gubernur bawa ke MA. Kalau enggak suka UU bawa ke Mahkamah Konstitusi," ujarnya.

Sebelumnya, Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia (KPRI) mengirimkan petisi kepada Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menanggapi Pergub No 228/2015. Pergub tersebut berisi aturan pengendalian pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum. ‬

Petisi ini disampaikan melalui change.org. Dalam petisi tersebut, KPRI mengkritisi rezim Ahok yang dinilai hendak membungkam kebebasan berpendapat rakyat atas nama ketertiban dan ketentraman yang juga pernah berlaku semasa rezim pemerintahan Soeharto. ‬

‪Menurut mereka, kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum secara jelas dan eksplisit dijamin dalam konstitusi tertinggi Indonesia yakni UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945, tepatnya di Pasal 28 E ayat tiga (3) yang berbunyi, "Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat, tanpa pengecualian apapun."‬

‪Berikut isi lengkap petisi KPRI untuk Ahok: ‬

Dengan disahkannya Pergub no.228 tahun 2015 pada tanggal 28 Oktober 2015 tersebut, kebebasan berpendapat di muka umum hendak dibungkam dengan dalih hanya boleh dilakukan di tempat yang telah ditentukan, yakni di Parkir Timur Senayan, alun-alun demokrasi DPR/MPR RI, dan silang selatan Monumen Nasional. Selain itu, penggunaan pengeras suara pun diatur hanya boleh sebesar 60 db (desibel) serta rakyat tidak melakukan pawai atau konvoi.

Tentu kita tahu konsekuensi jika aturan tersebut tidak dijalankan: rakyat akan diingatkan termasuk dengan cara kekerasan. Dengan demikian, sangat jelas dapat dilihat bahwa Pergub ini bertentangan dengan Pasal 28 E ayat (3) UUD 1945 yang menjamin kebebasan berpendapat setiap warga negara tanpa syarat apapun.

Pembatasan ruang penyampaian pendapat di muka umum termasuk ruang untuk berdemonstarasi, melakukan aksi unjuk rasa, dan melakukan mimbar bebas, merupakan bentuk nyata dari pengekangan dan pembungkaman suara rakyat. Sementara itu, di saat yang bersamaan, rezim penguasa pro-pemilik modal sebagaimana yang ada saat ini terus menerus melahirkan berbagai kebijakan politik yang antirakyat.

Adalah penting kemudian untuk melakukan perlawanan atas kebijakan pemerintahan daerah yang sewenang-wenang ini. petisi online ini adalah langkah awal dan sederhana untuk memulai perlawanan terhadap kecenderungan pemunduran demokrasi yang terjadi dalam rezim kekuasaan Gubernur Ahok.

Hanya dengan perlawanan atas kesewenangan penguasa, capaian demokrasi yang sudah kita nikmati selama ini dapat dipertahankan.‬
(whb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4997 seconds (0.1#10.140)