HPSN 2023, Anggota DPRD DKI Kenneth Dorong Pemprov Bangun RDF Plant di Tiap Wilayah Kota
loading...
A
A
A
"Pembangunan RDF Plant ini bisa dilakukan serentak per-kotamadya yang dirasa lebih relevan dan solutif. Untuk bentuk pendanaan bisa berupa bantuan CSR atau dari pemerintah pusat, supaya tidak perlu lagi mengandalkan APBD," ucapnya.
RDF Plant TPST Bantargebang diproyeksikan bisa mengelola 2 ribu ton sampah per hari. Namun untuk tingkat wilayah kotamadya DKI bisa dibangun dalam skala yang lebih kecil antara 500 ton hingga 1.000 ton.
"Supaya TPST Bantargebang tidak menjadi satu-satunya tempat tujuan pembuangan sampah, yang saat ini kita ketahui sudah over kapasitas. Sudah lupakan program ITF yang tidak pernah terlaksana dan terkesan bertele-tele. Jakarta sudah darurat sampah dan tidak bisa membuang waktu lebih lama lagi. Jadi saya rasa Program RDF Plant ini lah yang relevan dan sesuai perkembangan zaman," beber Kent.
Dia menyarankan agar setiap rumah tangga wajib melakukan pemilahan dan menyetor sampah sesuai jadwal yang telah ditentukan. Seperti sampah basah dan sampah kering, serta jadwal pemungutan sampah sendiri diatur berdasarkan jenis sampah.
"Jadi buruknya pengelolaan sampah disebabkan karena minimnya kesadaran, edukasi, dan sarana pemilahan sampah. Yang terjadi saat ini Pemprov DKI masih menggunakan skema pengelolaan kumpul, angkut, buang. Penanganan permasalahan sampah ini harus benar-benar ditanggapi secara serius serta harus mempunyai program yang signifikan dan terukur, karena menyambung terkait permasalahan banjir itu juga ada korelasinya dengan sampah," ungkap Kent.
Jika masyarakat tidak teredukasi dengan baik maka potensi membuang sampah sembarangan hingga sampai membuang sampah ke kali atau sungai akan selalu ada. Akibatnya kali atau sungai menjadi kotor dan infrastruktur berupa pompa yang beroperasi dalam proses penanggulangan banjir akan terdampak.
"Program prioritas terkait penanggulangan banjir menjadi salah satu program unggulan PJ Gubernur Heru. Jadi saya menyarankan terkait penangangan sampah juga harus menjadi satu perhatian khusus dan serius karena masih mempunyai korelasi antara satu sama lainnya," ujar Ketua IKAL (Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas RI) PPRA Angkatan LXII itu.
Menurut Kent, penanganan sampah di Jakarta diperlukan partisipasi dan peran serta masyarakat. Pendekatan partisipasif dapat dipergunakan untuk mendorong masyarakat agar sampai pada tahap bersedia terlibat dan bersedia mencoba lalu memelihara hasilnya atau participatory rural appraisal (PRA).
Selain itu, Dinas Lingkungan Hidup DKI harus lebih serius lagi dalam menjalankan ketentuan memilah sampah yang tertuang dalam Pergub DKI Jakarta Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Lingkup Rukun Warga.
"Sosialisasi persoalan sampah harus kembali digalakkan di setiap kecamatan, kelurahan, RT, dan RW. Jadi harus dimulai dari sekarang untuk membuat satu program yang komprehensif. Semua elemen harus dilibatkan, bisa dimulai dari bawah dari tingkat RW dan RT, serta peran aktif wali kota, camat hingga lurah yang berkolaborasi dengan Suku Dinas Lingkungan Hidup sebagai motor penggerak supaya bisa dimaksimalkan lagi," tutur Kent.
RDF Plant TPST Bantargebang diproyeksikan bisa mengelola 2 ribu ton sampah per hari. Namun untuk tingkat wilayah kotamadya DKI bisa dibangun dalam skala yang lebih kecil antara 500 ton hingga 1.000 ton.
"Supaya TPST Bantargebang tidak menjadi satu-satunya tempat tujuan pembuangan sampah, yang saat ini kita ketahui sudah over kapasitas. Sudah lupakan program ITF yang tidak pernah terlaksana dan terkesan bertele-tele. Jakarta sudah darurat sampah dan tidak bisa membuang waktu lebih lama lagi. Jadi saya rasa Program RDF Plant ini lah yang relevan dan sesuai perkembangan zaman," beber Kent.
Dia menyarankan agar setiap rumah tangga wajib melakukan pemilahan dan menyetor sampah sesuai jadwal yang telah ditentukan. Seperti sampah basah dan sampah kering, serta jadwal pemungutan sampah sendiri diatur berdasarkan jenis sampah.
"Jadi buruknya pengelolaan sampah disebabkan karena minimnya kesadaran, edukasi, dan sarana pemilahan sampah. Yang terjadi saat ini Pemprov DKI masih menggunakan skema pengelolaan kumpul, angkut, buang. Penanganan permasalahan sampah ini harus benar-benar ditanggapi secara serius serta harus mempunyai program yang signifikan dan terukur, karena menyambung terkait permasalahan banjir itu juga ada korelasinya dengan sampah," ungkap Kent.
Jika masyarakat tidak teredukasi dengan baik maka potensi membuang sampah sembarangan hingga sampai membuang sampah ke kali atau sungai akan selalu ada. Akibatnya kali atau sungai menjadi kotor dan infrastruktur berupa pompa yang beroperasi dalam proses penanggulangan banjir akan terdampak.
"Program prioritas terkait penanggulangan banjir menjadi salah satu program unggulan PJ Gubernur Heru. Jadi saya menyarankan terkait penangangan sampah juga harus menjadi satu perhatian khusus dan serius karena masih mempunyai korelasi antara satu sama lainnya," ujar Ketua IKAL (Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas RI) PPRA Angkatan LXII itu.
Menurut Kent, penanganan sampah di Jakarta diperlukan partisipasi dan peran serta masyarakat. Pendekatan partisipasif dapat dipergunakan untuk mendorong masyarakat agar sampai pada tahap bersedia terlibat dan bersedia mencoba lalu memelihara hasilnya atau participatory rural appraisal (PRA).
Selain itu, Dinas Lingkungan Hidup DKI harus lebih serius lagi dalam menjalankan ketentuan memilah sampah yang tertuang dalam Pergub DKI Jakarta Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Lingkup Rukun Warga.
"Sosialisasi persoalan sampah harus kembali digalakkan di setiap kecamatan, kelurahan, RT, dan RW. Jadi harus dimulai dari sekarang untuk membuat satu program yang komprehensif. Semua elemen harus dilibatkan, bisa dimulai dari bawah dari tingkat RW dan RT, serta peran aktif wali kota, camat hingga lurah yang berkolaborasi dengan Suku Dinas Lingkungan Hidup sebagai motor penggerak supaya bisa dimaksimalkan lagi," tutur Kent.