Tak Bisa Dikebiri, Pelaku Pemerkosaan di Tangerang Kebanyakan Anak-anak
Selasa, 05 Januari 2021 - 03:22 WIB
Selanjutnya, pada PP 70/2020 itu juga tidak memuat dasar logis bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak berbasis daring. Pelaku memang tidak melakukan secara fisik dengan korbannya. Namun secara virtual mempengaruhi target.
"Melalui daring itu pelaku bisa merusak korban untuk mencabuli dirinya sendiri. Dalam situasi seperti itu, kebiri kimia menjadi kehilangan relevansinya. Padahal, kejahatan seksual berbasis daring sangat mungkin," sambungnya.
Yang selanjutnya, dalam PP 70/2020 itu diatur bahwa kebiri kimia tidak dikenakan pada pelaku yang berusia anak-anak. Dengan dalih, dinamika psikoseksual individu anak-anak dan individu dewasa sangat berbeda.
"Bahkan antarsesama anak, karena juga terbagi ke dalam sekian tahap perkembangan, dinamika psikoseksual mereka juga berlainan satu sama lain. Pelaku 16 tahun dan pelaku berumur 6 tahun tentu berbeda tajam," jelasnya.
Meski sama-sama berada dalam kategori anak-anak, mereka telah melakuknnya. Bagi pelaku berumur 16 tahun itu, karena kematangan seksualnya sudah berada pada fase lanjut, maka kebiri kimia justru bermanfaat positif.
"Kelima, bayangkan predator 15 tahun baru keluar penjara setelah lepas dari usia 18 tahun. Merujuk PP 70/2020, dia tidak akan diberikan tindakan kebiri kimia, karena masih anak-anak saat dipidana," tambahnya.
Padahal, justru setelah melewati usia anak-anak itulah, dorongan seksualnya pelaku baru menjadi predisposisi jahat. (
)
"Keenam, dalam PP 70/2020 kebiri kimia bukan pemberatan sanksi, melainkan tindakan yang dilangsungkan bersama rehabilitasi. Karena bukan penghukuman, dokter tampaknya berpeluang menjadi eksekutor kebiri," sambungnya.
Sisi lain, karena kebiri merupakan tindakan, maka persetujuan pelaku harus dipenuhi. Tanpa consent, kebiri kimia justru akan menjadi perlakuan yang dipaksakan kepada diri pelaku. "Tidakah ini melanggar etika profesi?," tukasnya.
"Melalui daring itu pelaku bisa merusak korban untuk mencabuli dirinya sendiri. Dalam situasi seperti itu, kebiri kimia menjadi kehilangan relevansinya. Padahal, kejahatan seksual berbasis daring sangat mungkin," sambungnya.
Yang selanjutnya, dalam PP 70/2020 itu diatur bahwa kebiri kimia tidak dikenakan pada pelaku yang berusia anak-anak. Dengan dalih, dinamika psikoseksual individu anak-anak dan individu dewasa sangat berbeda.
"Bahkan antarsesama anak, karena juga terbagi ke dalam sekian tahap perkembangan, dinamika psikoseksual mereka juga berlainan satu sama lain. Pelaku 16 tahun dan pelaku berumur 6 tahun tentu berbeda tajam," jelasnya.
Meski sama-sama berada dalam kategori anak-anak, mereka telah melakuknnya. Bagi pelaku berumur 16 tahun itu, karena kematangan seksualnya sudah berada pada fase lanjut, maka kebiri kimia justru bermanfaat positif.
"Kelima, bayangkan predator 15 tahun baru keluar penjara setelah lepas dari usia 18 tahun. Merujuk PP 70/2020, dia tidak akan diberikan tindakan kebiri kimia, karena masih anak-anak saat dipidana," tambahnya.
Padahal, justru setelah melewati usia anak-anak itulah, dorongan seksualnya pelaku baru menjadi predisposisi jahat. (
Baca Juga
"Keenam, dalam PP 70/2020 kebiri kimia bukan pemberatan sanksi, melainkan tindakan yang dilangsungkan bersama rehabilitasi. Karena bukan penghukuman, dokter tampaknya berpeluang menjadi eksekutor kebiri," sambungnya.
Sisi lain, karena kebiri merupakan tindakan, maka persetujuan pelaku harus dipenuhi. Tanpa consent, kebiri kimia justru akan menjadi perlakuan yang dipaksakan kepada diri pelaku. "Tidakah ini melanggar etika profesi?," tukasnya.
tulis komentar anda