Radikalisme Bisa Diatasi jika Negara Hadir
Jum'at, 18 Desember 2020 - 10:05 WIB
“Saya mengapresiasi tindakan kepolisian, tapi memberikan catatan beberapa hal karena tidak berdiri tunggal. Negara hadir dalam konteks FPI untuk menunjukkan koersif power dalam menciptakan ketertiban sosial,” katanya.
Akan tetapi, kata dia, jangan lupa dalam hal radikalisme bukan satu jejaring persoalan. “Bukan the one and only, ada begitu banyak jejaring persoalan, ada begitu banyak kerumitan yang menuntut pak Jokowi dalam pemerintahnnya untuk mengambil tindakan-tindakan yang presisi,” katanya.
Dia menambahkan, aparat negara dalam menjalankan fungsi-fungsi kepublikannya mestinya tidak menjadikan agama sebagai preferensi dalam menjalankan tindakannya.
“Seharusnya kembali ke kitab suci negara yaitu konstitusi,” katanya, “Negara itu satu satunya entitas yang memiliki kekuatan koersif untuk menindak, sehingga tertib sosial itu ketika terganggu da nada kecenderungan ketidak tertiban sosial maka negar boleh turun dengan kekuatan koersif powernya.”
Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia Islah Bahrawi mengatakan upaya mengatasi radikalisme harus memperhatikan definisi.
“Definisi ini kemudian mempengaruhi bagaimana car mencegahnya dan bagaimana cara menindaknya,” kata dia. Indonesia, menurutnya, belum memiliki definisi baku terkait radikalisme. Hal itulah yang mempengaruhi pola di masyarakat.
Akan tetapi, kata dia, jangan lupa dalam hal radikalisme bukan satu jejaring persoalan. “Bukan the one and only, ada begitu banyak jejaring persoalan, ada begitu banyak kerumitan yang menuntut pak Jokowi dalam pemerintahnnya untuk mengambil tindakan-tindakan yang presisi,” katanya.
Dia menambahkan, aparat negara dalam menjalankan fungsi-fungsi kepublikannya mestinya tidak menjadikan agama sebagai preferensi dalam menjalankan tindakannya.
“Seharusnya kembali ke kitab suci negara yaitu konstitusi,” katanya, “Negara itu satu satunya entitas yang memiliki kekuatan koersif untuk menindak, sehingga tertib sosial itu ketika terganggu da nada kecenderungan ketidak tertiban sosial maka negar boleh turun dengan kekuatan koersif powernya.”
Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia Islah Bahrawi mengatakan upaya mengatasi radikalisme harus memperhatikan definisi.
“Definisi ini kemudian mempengaruhi bagaimana car mencegahnya dan bagaimana cara menindaknya,” kata dia. Indonesia, menurutnya, belum memiliki definisi baku terkait radikalisme. Hal itulah yang mempengaruhi pola di masyarakat.
(thm)
tulis komentar anda