RPA Perindo Ajukan Pembebasan Bersyarat Korban Perbudakan Perusahaan di Jakut
Selasa, 28 Mei 2024 - 00:13 WIB
JAKARTA - Relawan Perempuan dan Anak (RPA) Partai Perindo melakukan pendampingan dan advokasi korban dugaan perbudakan oleh perusahaan ekspor ikan di Jakarta Utara. Korban N (24) kini ditahan di Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur karena dilaporkan perusahaannya di Muara Angke, Pluit, karena dugaan penggelapan dana penjualan ikan.
RPA Perindo melakukan mediasi kedua dengan perusahaan N bekerja terkait tuntutan ganti rugi pembayaran hak upah bekerjanya yang tidak dibayarkan. Selain hal tersebut, pihaknya juga mengupayakan pengajuan pembebasan bersyarat atas N dari Rutan Pondok Bambu.
"Karena keluarga sudah pasrah, kini kami mengupayakan pembebasan bersyarat karena N masih memiliki anak kecil," ujar Ketua Bidang Hukum DPP RPA Perindo Amriadi Pasaribu, Senin (27/5/2024).
Menurut dia, keluarga beserta N saat ini lebih menghendaki dilakukan pembebasan bersyarat. Hal ini diupayakan RPA Perindo karena kasus dugaan penggelapan yang disangkakan pada N dilakukannya karena tidak adanya upah bekerja yang diterima dari perusahaannya.
"Pembebasan bersyarat ini dilakukan rencananya dua bulan lagi terlaksana. Namun, korban N tetap harus wajib melapor ke Bapas Jakarta Utara," ucapnya.
Amriadi mengungkapkan hasil pertemuan mediasi tahap dua yang dilakukan RPA Perindo selaku perwakilan korban dengan perusahaan tempat korban bekerja. Pertemuan dilakukan di Kantor Suku Dinas Tenaga Kerja (Sudisnaker) Jakarta Utara.
RPA Perindo menuntut ganti rugi korban N atas hak upah dan lemburnya yang selama bekerja tidak dibayarkan.
"Kita menuntut uang kerugian hak upah dari N yakni Rp600 juta berdasarkan kerugian materiil dan immateril. Selain itu gaji dan BPJS yang belum diserahkan perusahaan," kata Amriadi.
Perusahaan tempat N bekerja tidak mau menyanggupi pembayaran ganti rugi. Meski mengakui tidak membayarkan hak N selama bekerja, perusahaan tersebut hanya sanggup membayar ganti rugi sebesar Rp20 juta.
"Jadi karena pertemuan mediasi tahap dua ini jauh dari harapan, maka kami meminta Sudisnaker Jakut mengeluarkan anjuran agar dapat kita tempuh melalui Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," ujar Amriadi.
Selain mengajukan ke pengadilan, pihaknya juga hendak melaporkan perusahaan tempat N bekerja dengan tuduhan dugaan penggelapan atas hak upah pekerja. Laporan akan diajukan ke Polres Metro Jakarta Utara.
RPA Perindo melakukan mediasi kedua dengan perusahaan N bekerja terkait tuntutan ganti rugi pembayaran hak upah bekerjanya yang tidak dibayarkan. Selain hal tersebut, pihaknya juga mengupayakan pengajuan pembebasan bersyarat atas N dari Rutan Pondok Bambu.
Baca Juga
"Karena keluarga sudah pasrah, kini kami mengupayakan pembebasan bersyarat karena N masih memiliki anak kecil," ujar Ketua Bidang Hukum DPP RPA Perindo Amriadi Pasaribu, Senin (27/5/2024).
Menurut dia, keluarga beserta N saat ini lebih menghendaki dilakukan pembebasan bersyarat. Hal ini diupayakan RPA Perindo karena kasus dugaan penggelapan yang disangkakan pada N dilakukannya karena tidak adanya upah bekerja yang diterima dari perusahaannya.
"Pembebasan bersyarat ini dilakukan rencananya dua bulan lagi terlaksana. Namun, korban N tetap harus wajib melapor ke Bapas Jakarta Utara," ucapnya.
Amriadi mengungkapkan hasil pertemuan mediasi tahap dua yang dilakukan RPA Perindo selaku perwakilan korban dengan perusahaan tempat korban bekerja. Pertemuan dilakukan di Kantor Suku Dinas Tenaga Kerja (Sudisnaker) Jakarta Utara.
RPA Perindo menuntut ganti rugi korban N atas hak upah dan lemburnya yang selama bekerja tidak dibayarkan.
"Kita menuntut uang kerugian hak upah dari N yakni Rp600 juta berdasarkan kerugian materiil dan immateril. Selain itu gaji dan BPJS yang belum diserahkan perusahaan," kata Amriadi.
Perusahaan tempat N bekerja tidak mau menyanggupi pembayaran ganti rugi. Meski mengakui tidak membayarkan hak N selama bekerja, perusahaan tersebut hanya sanggup membayar ganti rugi sebesar Rp20 juta.
"Jadi karena pertemuan mediasi tahap dua ini jauh dari harapan, maka kami meminta Sudisnaker Jakut mengeluarkan anjuran agar dapat kita tempuh melalui Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," ujar Amriadi.
Selain mengajukan ke pengadilan, pihaknya juga hendak melaporkan perusahaan tempat N bekerja dengan tuduhan dugaan penggelapan atas hak upah pekerja. Laporan akan diajukan ke Polres Metro Jakarta Utara.
(jon)
tulis komentar anda