AJI Sebut Kebebasan Pers Akan Dipreteli lewat RUU Penyiaran
Senin, 27 Mei 2024 - 11:52 WIB
JAKARTA - Sekjen AJI Indonesia, Bayu Wardhana menyebut kebebasan pers hendak dipreteli lewat Rancangan Undang-Undang ( RUU) Penyiaran . Dia curiga jika ada skenario besar yang tengah dirancang pihak tertentu untuk melemahkan masyarakat sipil dan demokrasi.
"RUU Penyiaran ini harus kita sikapi tidak hanya membangun atau ancaman bagi pers, tetapi kita harus lihat ada skenario besar, ketika sebelum RUU ini, ada revisi MK. Kalau kita lihat ada 4 pilar demokrasi, legislatif sudah dipreteli, yudikatif dipreteli, dan sekarang pers akan dipreteli, ini skenario besar," katanya saat berorasi di depan Gedung DPR/MPR RI, Senin (27/5/2024).
Menurutnya, di sisi lain, ada isu kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang membuat para mahasiswa saat ini kesulitan membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT). Alhasil, orang-orang yang bisa masuk ke kampus pun hanya golongan tertentu saja yang mungkin tak kritis pada pemerintahan sekarang.
"Jadi, ini skenario besar kenapa kita harus tolak RUU Penyiaran karena ini bagian dari pelemahan masyarakat sipil, pelemahan demokrasi," tuturnya.
Dia menerangkan, pihaknya menolak RUU Penyiaran, tapi juga pemotongan atau pemberangusan daya kritis mahasiswa, rakyat, hingga jurnalis. Pasalnya, dalam RUU Penyiaran, para konten kreator pun bakal terkena peraturan KPI hingga melakukan takedown manakala dia membuat konten kritis.
"Marilah kita satukan aspirasi kita untuk Menolak RUU Penyiaran tanpa kompromi," katanya.
Bayu mengungkap, dalam RUU Penyiaran, terdapat pasal-pasal yang mengancam, seperti larangan media melakukan peliputan investigasi, pasal tentang berita bohong hingga pencemaran nama baik. Padahal, pasal itu telah dicabut oleh MK sendiri.
Dia membeberkan, investigasi yang dilakukan jurnalis sejatijya justru memberikan dampak positif bagi masyarakat. Dia mencontohkan dalam kasus penembakan Brigadir J oleh Ferdy Sambo Cs, tanpa adanya investigasi dari jurnalis, masyarakat hanya tahu jika kasus itu hanyalah kasus perselingkuhan belaka.
"Lalu di kasus donasi ACT, Aksi Cepat Tanggap, yang ternyata dikorupsi oleh pengurusnya, kalau tak ada investigasi, masyarakat tidak tahu dan korupsi itu akan terjadi terus. Jadi di mana investigasi dampak buruknya, di mana?" paparnya.
Dia menambahkan, dampak buruk investigasi yang dilakukan jurnalis hanya ada pada para pelakunya saja, sedangkan pada masyarakat malah menjadi dampak baik. Selain itu, rancangan RUU Penyiaran pun dilakukan tanpa adanya pelibatan organisasi pers, bahkan Dewan Pers.
"Enggak pernah (AJI dilibatkan), bahkan dewan pers saja tidak diajak kok, itu dilakukan diam-diam, drafnya itu muncul karena bocor, kalau tak bocor kami juga tak tahu. Kalaupun diundang kami (akan) datang, tapi kami akan ngomong bahas periode depan saja lah, kan kalian sudah mau selesai, karena terlalu banyak masalah, ini tak hanya soal pers, soal konten kreator, terlalu banyak pasal yamg dipersoalkan," katanya.
"RUU Penyiaran ini harus kita sikapi tidak hanya membangun atau ancaman bagi pers, tetapi kita harus lihat ada skenario besar, ketika sebelum RUU ini, ada revisi MK. Kalau kita lihat ada 4 pilar demokrasi, legislatif sudah dipreteli, yudikatif dipreteli, dan sekarang pers akan dipreteli, ini skenario besar," katanya saat berorasi di depan Gedung DPR/MPR RI, Senin (27/5/2024).
Menurutnya, di sisi lain, ada isu kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang membuat para mahasiswa saat ini kesulitan membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT). Alhasil, orang-orang yang bisa masuk ke kampus pun hanya golongan tertentu saja yang mungkin tak kritis pada pemerintahan sekarang.
"Jadi, ini skenario besar kenapa kita harus tolak RUU Penyiaran karena ini bagian dari pelemahan masyarakat sipil, pelemahan demokrasi," tuturnya.
Dia menerangkan, pihaknya menolak RUU Penyiaran, tapi juga pemotongan atau pemberangusan daya kritis mahasiswa, rakyat, hingga jurnalis. Pasalnya, dalam RUU Penyiaran, para konten kreator pun bakal terkena peraturan KPI hingga melakukan takedown manakala dia membuat konten kritis.
"Marilah kita satukan aspirasi kita untuk Menolak RUU Penyiaran tanpa kompromi," katanya.
Bayu mengungkap, dalam RUU Penyiaran, terdapat pasal-pasal yang mengancam, seperti larangan media melakukan peliputan investigasi, pasal tentang berita bohong hingga pencemaran nama baik. Padahal, pasal itu telah dicabut oleh MK sendiri.
Baca Juga
Dia membeberkan, investigasi yang dilakukan jurnalis sejatijya justru memberikan dampak positif bagi masyarakat. Dia mencontohkan dalam kasus penembakan Brigadir J oleh Ferdy Sambo Cs, tanpa adanya investigasi dari jurnalis, masyarakat hanya tahu jika kasus itu hanyalah kasus perselingkuhan belaka.
"Lalu di kasus donasi ACT, Aksi Cepat Tanggap, yang ternyata dikorupsi oleh pengurusnya, kalau tak ada investigasi, masyarakat tidak tahu dan korupsi itu akan terjadi terus. Jadi di mana investigasi dampak buruknya, di mana?" paparnya.
Dia menambahkan, dampak buruk investigasi yang dilakukan jurnalis hanya ada pada para pelakunya saja, sedangkan pada masyarakat malah menjadi dampak baik. Selain itu, rancangan RUU Penyiaran pun dilakukan tanpa adanya pelibatan organisasi pers, bahkan Dewan Pers.
"Enggak pernah (AJI dilibatkan), bahkan dewan pers saja tidak diajak kok, itu dilakukan diam-diam, drafnya itu muncul karena bocor, kalau tak bocor kami juga tak tahu. Kalaupun diundang kami (akan) datang, tapi kami akan ngomong bahas periode depan saja lah, kan kalian sudah mau selesai, karena terlalu banyak masalah, ini tak hanya soal pers, soal konten kreator, terlalu banyak pasal yamg dipersoalkan," katanya.
(abd)
Lihat Juga :
tulis komentar anda